Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10

Zee yang terkejut karena tiba-tiba seseorang menarik masuk ke dalam ruang kesenian, berakhir jatuh terjerembab. Ruangan ini amatlah gelap, pun berbau amis. Zee segera bangkit, meraba-raba sesuatu di depan layaknya orang buta.

"Kau orang yang Keyna selamatkan?" Suara nyaring terdengar di sebelah kiri, lantas berbelok berjalan mengikuti kata hati.

"Iya, Kak. Namaku Zee," jawabnya berhasil menemukan sesuatu yang hangat nan keras. "Nganu ... bisakah Kakak nyalakan lampunya?"

"Bang!" Gadis itu berteriak lantang. Tolong nyalakan lampu!"

Dua lampu pijar menyala terang, mendapati seorang perempuan tengah melepaskam tangan Zee di pundak.

"Maaf!" Zee langsung bersedekap di belakang, menunduk menggigit bagian bawah bibir.

"Tak apa," jawabnya singkat. "Aku Tasya, rekan Keyna. Aku mendapat permintaan dari dia untuk segera menyelamatkanmu terlebih dahulu. Akulah yang menarikmu ke sini."

"Kak ... Tasya?" tanya Zee menelengkan kepala kepada orang yang menariknya masuk, yang sekarang tengah berbalik menggandeng tangan pucat Zee.

"Ikuti aku. Kita akan menemui Zikra," ucap Tasya. Zee hanya menurut dan mengikuti langkah Tasya.

Sejauh mata memandang, Zee baru mengerti mengapa ruangan dengan bingkai bergambar paduan suara dan alat musik dipenuhi bau tak sedap. Banyak orang terluka. Meski beberapa telah dibalut perban, cairan merah itu tetap keluar mengotori balutannya. Kebanyakan mendapat luka cakar. Namun mereka masih menunjukkan wajah semringah. Mereka mengobrol, menghabiskan waktu dengan mengasah bernagai jenis senjata, bahkan hobi.

Salah satu di antara orang yang mengisi masa rehat dengan hobi adalah Zikra, sedang duduk dan membaca sebuah buku tipis saat Tasya dan Zee menghampirinya. Sebelah tangan disampirkan kain agar tak banyak gerak dan selalu tertekuk, sedang sebelah lakinya dibiarkan berselunjur dengan lapisan rotan dan perban.

"Hai Zee," sapa Zikra yang kini menghentikan aktivitas membaca bukunya. Senyum manis terukir di bibir pucat. "Aku dengar tentang kamu dan keadaan Keyna dari Tasya, jadi aku ingin bertanya beberapa hal. Apakah Keyna memberikan terapi kognitif padamu?"

"Iya," jawab Zee mengangguk singkat. "Kak Keyna melakukannya."

Zikra terkekeh dan menggeleng pelan. "Dasar anak itu. Ia memang sangat berbeda dari relawan lain," ucapnya. "Ngomong-ngomong, namaku Zikra. Kau yang negatif terdampak serbuk Vyeoflower, tinggalah di sini bersama kami."

Zee terkesiap. Ia teringat Keyna masih berada di luar sana. Matanya membulat lembut.

"Kak Zikra?" Sang pemilik nama hanya menggumam, meletakkan buku ke meja bertatakan peralatan medis. "Boleh aku tanya sesuatu?"

"Tanya saja," jawab Zikra mengerling ramah.

"Saat mencoba pergi ke sini, kak Keyna memintaku untuk memilih menjadi relawan atau menjadi penjelajah untuk mencari bahan yang dibutuhkan dalam membuat serum." Zee memandang Zikra dengan polos. "Sebenarnya apa tugas yang harus dilakukan oleh relawan?" tanya Zee.

"Yah, tugas relawan itu tidak jauh berbeda dengan tugas survivor, hanya saja seorang relawan harus mampu mengenali berbagai penyakit jiwa para pasien Vyeosick. Bahkan bisa dibilang keduanya memiliki tugas yang sama-sama mencari solusi dalam menghadapi serbuk Vyeoflower," jawab Zikra.

Mendadak Tasya yang asyik mengamati dua lelaki itu mendapatkan panggilan. Seorang wanita berbadan langsing dengan celana pendek dalam balutan jas dokter berlari ke arahnya. "Tasya, bisakah kau pergi ke pabrik gula sambil mencari beberapa bahan untuk membuat pembasmi perkembangbiakan bunga Vyeoflower, juga bahan-bahan untuk membuat vaksin serbuk Vyeoflower?"

Tasya termenung lama, mengusap dagu dengan dua jari. Bahan yang diminta Aini untuk Tasya bawa padanya bukanlah bahan yang dapat dengan mudah dicari. Bahan itu sangat sulit didapat dan harus dicari dengan sangat teliti tanpa ada kesalahan sedikitpun, mengingat tak tahu bahan yang mesti dicari.

"Baiklah aku akan cari bahan-bahan itu," kata Tasya berkacak pinggang. "Tapi, kenapa mendadak sekali? Mana bahannya susah didapat."

"Awalnya aku ingin memberikan tugas ini pada Zikra, tapi keadaannya tidak memungkinkan untuk melakukan tugas semacam ini, jadi aku menyerahkan tugas ini padamu untuk menggantikan Zikra," jelas Aini panjang lebar.

Tasya membungkuk mendesah pasrah. "Baiklah, aku mengerti."

"Maaf mengganggu keseriusan kalian." Perhatian mereka bertiga berpusat pada Zee yang melirik sayu. "Aku ke sini untuk minta bantuan kalian menyelamatkan kak Keyna. Dia dalam bahaya. Dia yang memintaku ke sini."

"Hee...." Mulut mungil Tasya yang terbuka ditutup kelima jari. "Benarkah? Baiklah, aku akan mencari Keyna secara diam-diam," ujar Tasya.

"Apa aku boleh ikut untuk membantumu?" Tanya Zee menggenggam lengan Tasya. "Aku ingin kak Keyna selamat."

"Ya.... Semuanya tergantung keputusan Kak----"

"Aku izinkan dia ikut bersamamu," potong Zikra mendapatkan respon mengejutkan.

"Kak Zikra serius biarin orang yang gak bisa lindungi diri sendiri berada di kerumunan Vyeosick?" tanya Tasya melotot sebal.

"Coba pikirkan soal Zee, Tasya." Zikra mengamati tubuh ceking Zee yang masih memeluk tangan Tasya. "Kalau benar dia tak bisa lindungi diri sendiri dari teror Vyeosick, mungkin sekarang dia tewas di luar bareng Keyna."

"Gak," dalih Tasya menggeleng cepat. "Tetap aja dia----"

"Zikra!" Ucapan Tasya terpotong oleh seorang lelaki berkacamata yang berlari menghadap rekannya. Tasya terselamatkan dari debat tak bermanfaat tersebut. "Lihat ini. Kamu juga, Dek Tasya."

Dia menunjukkan benda pipih mirip game zaman dahulu. GPS versi radar menemukan suatu hal yang mencurigakan.

"Sensor dari radar mendeteksi keberadaan sebuah titik berwarna merah," jelasnya menunjukkan titik merah di gelombang radar yang bergerak cepat. "Sejauh ini, kami tak pernah memasang fitur titik merah. Tapi saya prediksi, titik merah punya keterangan kalau musuh sedang berkeliaran."

"Sedangkan kita tak punya musuh selain ratusan Vyeosick," tambah Tasya berdiri tegak dan berkacak. "Atau mungkin ada sekumpulam penjelajah dari daerah lain sedang berdiam di sini."

"Maka dari itu kita harus cari sosok yang terekam di radar sebagai titik merah," kata Zee mengepalkan kedua tangan di depan dada. "Sambil mencari keberadaan kak Keyna."

Zikra dan Tasya saling berpandangan. Akhirnya ia mengangguk menyetujui usulan Zee, juga Zikra. Mereka bersiap mengemasi barang-barang yang diperlukan seperti stok peluru bius, atau buku untuk mencatat hal-hal penting dari internet. Zee dipakaikan masker respirator seperti Keyna punya.

Pintu terbuka bermunculkan dua manusia tak terdampak serbuk Vyeoflower. Masing-masing menyiapkan beberapa senjata, khususnya Tasya yang wajib menggenggam GPS versi radar. Di depan mereka sudah banyak Vyeosick yang berdiri melotot haus darah, beberapa menggeram keras.

"Kita cari Keyna dan sosok di balik titik merah pada radar." []

Yah, ngos-ngosan lagi dong?
Iyes, kami prediksi chapter yang nyantuy terdapat di akhir chapter.

See you!
Revina_174 & iNay_3010

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro