Chapter 9
Yuhuu update lagi😘😘😘😍
Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya🤗🤗🤗❤
•
•
Unique masuk ke dalam kamar inap kakeknya Cloud setelah dipersilakan masuk. Cloud membantunya membawakan totebag yang berat. Unique memang berniat mengerjakan nanti saat di kantin atau coffee shop rumah sakit.
"Bawa batu, Bu? Berat amat," tanya Cloud pelan.
"Bawa cinta dosen-dosen kampus," jawab Unique ketus.
Cloud tak menjawab lagi dan memilih meletakkan totebag milik Unique di atas sofa yang berada di sudut di ruangan. Sementara itu, Unique sudah duduk di samping ranjang. Cloud pun segera menyusul Unique sampai akhirnya berdiri di belakangnya.
"Opa senang lihat kalian berdua." Opa menarik senyum lebar saat memandangi Unique dan Cloud bergantian. "Sini tangan kalian." Opa mengulurkan tangan, bermaksud meraih kedua tangan dua orang di sampingnya.
Unique ikut mengulurkan satu tangannya, begitu pula dengan Cloud. Detik itu pula Opa menyatukan kedua tangan mereka dalam tumpukan tangan yang erat. Tangan Cloud berada di atas tangan Unique.
"Minggu depan Opa udah menyuruh pendeta ke sini," kata Opa.
"Mau ngapain, Opa?" tanya Cloud.
"Mau menikahkan kalian," jawab Opa sambil tersenyum lebar.
"HAH?!" Cloud memekik kencang.
Berbeda dengan reaksi Cloud yang terlalu mencolok, Unique mengatur ekspresinya supaya tidak ketahuan hanya pacaran bohongan dengan Cloud. Dia sudah tahu si ember Cloud memang paling tidak bisa menjaga ekspresi.
"Kok kamu kaget, Cloud?" tanya Opa polos.
"Gimana nggak kaget kalau Opa minta saya sama Unique menikah minggu depan? Saya nggak mungkin cuma menikah begitu aja. Saya mau ngerayain pesta gede-gedean. Terus perlu izin sama orangtuanya Unique dulu. Banyak hal yang perlu dipersiapkan," jawab Cloud menjelaskan. Sejurus kemudian dia menambahkan, "Kemarin saya udah bahas sama Unique. Kami mau menikah setelah Opa keluar dari rumah sakit. Opa harus mementingkan kesehatan Opa dulu."
"Justru itu, Cloud. Opa takut nggak ada umur lagi." Opa memasang wajah sedih. "Opa ingin melihat cucu laki-laki semata wayang Opa menikah. Soal orangtua Unique, Opa udah minta Oma hubungi dan katanya setuju. Mereka nggak masalah kalau kalian nikah secara agama dan hukum dulu. Setelah Opa sembuh, baru kalian resepsi."
Cloud sakit kepala. Kalau dia melawan Opa, maka ada Oma yang lebih tidak mau mengerti dan tentu saja dia akan kalah. Dia lebih takut sama Oma.
Unique tidak menyangka orangtuanya tidak mengatakan apa-apa padanya. Sungguh, dia berharap ini hanyalah mimpi saja. Mana mungkin dia menikah dengan Cloud? Bisa-bisa darah tinggi.
"Opa, saya tetap nggak mau menikah cepat-cepat. Opa sembuh dulu ya. Kita bisa bahas ini nanti." Cloud membuat suaranya sedikit berat supaya terdengar lebih serius.
"Cloud, apa kamu nggak mau menuruti permintaan Opa? Opa nggak pernah minta apa-apa sama kamu kecuali ini." Opa memasang wajah memelas saat menatap Unique dan Cloud.
"Saya tetap nggak mau, Opa. Kalau Opa mau saya menikah dengan Unique, maka Opa harus sembuh biar bisa datang ke acara lamaran saya nanti. Tolong jangan meminta hal yang nggak bisa saya penuhi." Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Cloud keluar begitu saja.
Unique terkejut. Dia hendak mengejar Cloud, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Opa sendirian. Akhirnya Unique memilih duduk manis.
"Unique," Opa menggenggam tangan Unique sambil menatap nanar. "Opa harap kalian bisa segera menikah. Kalau Cloud menolak, Opa nggak bisa melakukan apa-apa. Tapi Opa harap kalian bisa memenuhi permintaan ini."
Unique bingung harus mengatakan apa. Dia sendiri tidak mau menikah dengan Cloud. Belum mengenal laki-laki itu lebih jauh.
"Makasih Unique udah mau datang." Opa menepuk pelan punggung tangan Unique.
Ada sesuatu yang rasanya menjalar dalam diri Unique. Jika bisa dia artikan, mungkin perasaan merasa tidak enak karena Opa kelihatan ingin sekali Cloud menikah.
"Sama-sama, Opa. Nanti saya coba bicarakan dengan Cloud. Opa istirahat aja ya. Jangan pikirin Cloud," ucap Unique akhirnya.
"Makasih sekali lagi, Unique."
"Iya, Opa."
Unique menarik selimut sampai menutupi tubuh Opa. Dia tidak beranjak ke mana-mana. Setelah beberapa menit memastikan Opa jatuh terlelap, Unique berpindah tempat duduk--memilih duduk di sofa dan memeriksa kertas tugas yang ada.
Di tengah kegiatan yang menyita waktu dan pikiran, Unique terbayang wajah Opa yang memelas. Duh, kenapa sih mesti kepikiran itu? Batinnya.
📱📱📱
Setelah pulang dari rumah sakit, Unique menginap di apartemen Estetika. Sudah terlalu malam untuk pulang. Unique pulang menaiki taksi. Cloud pergi entah ke mana. Dihubungi pun tak diangkat. Sungguh membingungkan manusia itu.
Unique menceritakan permintaan Opa kepada Estetika. Dia ingin meminta pendapat sahabatnya.
"Ya udah sih, kalian nikah aja. Apa susahnya?" Estetika berucap seraya meletakkan teh hangat untuk Unique.
"Enak banget kalau ngomong. Gue nggak mau nikah sama orang yang nggak jelas," balas Unique sembari mengambil cangkir teh yang diberikan dan menyesapnya perlahan.
"Cloud bukan orang yang nggak jelas lho, Uni. Dia dosen di kampus yang sama. Dia punya tiga gelar. Kaya, ganteng, orangtua lo setuju dan dia humoris menyerempet gosipers," koreksi Estetika santai.
"Maksud gue hubungannya sama mantannya itu yang belum terjawab."
"Apanya yang belum terjawab? Soal tinggal bareng? Ya elah... Unique. Dari zaman dulu juga banyak kali yang tinggal bareng sama pasangannya. Gue emang nggak membenarkan, tapi itu kan masa lalu. Kalo sekarang nikah sama lo kan tinggalnya sama lo. Bukan mantannya."
"Bukan itu, Pinter. Maksud gue tuh dia masih belum bisa lupain Hellora, mantannya yang sering bolak-balik balikan itu. Meskipun dia bilang Hellora mau menikah, tapi Cloud kelihatan masih ngarep."
"So what? Kalo jodohnya sama lo mau apa? Lagian seiring jalannya waktu perasaan Cloud bisa hilang dengan sendirinya buat mantan itu," kata Estetika.
Unique menghela napas. "Ya, bukan itu aja. Gue belum rela move on."
Estetika mendesah kasar. "Ini mah masalahnya bukan Cloud, tapi lo. Mau sampai berapa tahun lo nggak move on? Mau mengenang Herom seumur hidup?"
"Ini nggak mudah untuk move on, Es."
"Nggak mudah? Delapan tahun, Uni. Delapan tahun udah berlalu dan lo masih belum mau move on? Oke, seandainya lo nggak menikah sama Cloud, apa lo akan tetap begini? Mengenang dan menangisi Herom tiap tahun?" Estetika mulai meninggikan suaranya. Naik satu oktaf dari biasanya.
Unique diam membisu.
"Menikah emang nggak mudah, tapi kalau lo mau menjalani pelan-pelan, pasti bisa. Kalian bisa saling mengenal sambil jalannya pernikahan. Lo udah ngenalin Cloud sebagai pacar ke semua keluarga, begitu pula Cloud. Ya udah sekalian nikah aja. Nggak ada salahnya. Dan asal lo tau ya, ibu lo sering nangis curhatin lo karena belum punya pacar lagi setelah Herom meninggal. Ibu lo bilang, nggak masalah kalau lo belum mau menikah asalkan buka hati dulu. Setelah kemarin lo kenalin Cloud ke rumah, ibu lo senang banget. Akhirnya setelah lihat lo sedih mulu, lo bisa bahagia."
"Ibu gue sering cerita sama lo?" tanya Unique. Dia baru saja mengetahui hal ini.
"Iya. Setiap hari dan setiap tahun ibu lo cerita. Dia nangis terus. Gue sedih dengernya. Gue bisa ngerasain semua kekhawatiran dia. Ibu lo nggak bisa berhenti mikirin lo, Uni. Kenapa nggak coba aja soal ini? Apalagi katanya orangtua lo udah setuju. Seperti kata gue tadi, pernikahan emang nggak mudah. Tapi kalau dijalani pelan-pelan pasti bisa," cerocos Estetika.
Unique mendesah kasar. "Gue pikirin dulu deh. Kalau gue udah menikah, gue nggak mau ada perceraian. Ini susah. Entah gue bisa hidup sama orang kayak Cloud atau nggak."
"Ya udah, lo pikirin dulu. Coba lo pikirin poisitifnya dari semua ini." Estetika menggamit dan menggenggam tangan Unique. "Gue mau lo bahagia dan lupain masa lalu, Uni. Gue yakin Herom senang kalau lo udah bisa melepas dia pelan-pelan," ucapnya sambil tersenyum.
Unique mengangguk pelan sambil balas tersenyum. "Makasih, Es."
Beberapa menit setelah obrolan berakhir, Unique masuk ke dalam kamar tamu. Dia mandi lebih dahulu dan setelah selesai, dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur empuk.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Unique menatap langit-langit, memikirkan kata-kata Estetika sebelumnya. Di antara semua yang dijadikan obrolan, dia paling tidak menyangka ibunya curhat sampai menangis. Berarti selama ini dia sudah membuat keluarganya khawatir. Padahal dia lihat keluarganya tidak pernah membahas apa pun tentang Herom dan dia pikir mereka semua tidak masalah kalau dia belum siap move on.
Unique menghela napas. Menikah dengan Cloud? Dia tahu Cloud setia, hanya saja dia takut tidak cocok dengan Cloud. Dia takut tidak sanggup hidup dengan Cloud. Namun, dia tak bisa berhenti memikirkan ibunya dan kakeknya Cloud.
Beep! Beep!
Dering singkat ponsel Unique terdengar. Dengan cepat Unique mengambil ponsel yang dia letakkan di atas nakas dan melihat nama Cloud di layar ponselnya.
"Halo?"
"Bu Unique udah pulang?" tanya Cloud di seberang sana.
"Udah," jawabnya singkat.
"Maaf saya pergi gitu aja tadi. Hape saya lowbat jadi baru tau Bu Unique telepon."
"Nggak apa-apa, Pak. Saya maklumin. Gimana? Udah merasa lebih tenang?"
Cloud terdengar menghela napas. Unique mengerutkan kening saat mendengar helaan napas itu. Bingung apa maksudnya.
"Saya minta maaf soal pernikahan yang Opa minta. Saya tau kita nggak mungkin menikah karena sejak awal ini hanya sebatas hubungan pura-pura. Kalaupun saya bersedia, Bu Unique pasti menolak. Saya sendiri tau Bu Uni--"
"Saya mau," potong Unique. Bibirnya semudah itu mengucapkan kalimat yang masih dipikirkan matang-matang.
"Mau? Bu Unique setuju soal menikah?" Cloud terdengar memekik di ujung kalimat.
"Iya. Tapi saya nggak bisa janji menikah dengan saya adalah hal yang tepat."
"Bu Unique serius soal menikah?" ulang Cloud.
"Iya, saya serius."
Cloud diam cukup lama. Selama beberapa menit hanya ada keheningan yang menggantikan.
"Pak Cloud? Masih dengerin saya, kan?"
"Denger kok, Bu. Saya lagi mikir sebentar. Kalau nanti ada hal yang membuat Bu Unique nggak tahan dengan saya, Bu Unique boleh mengajukan cerai. Saya nggak masalah," jawab Cloud akhirnya kembali bersuara.
"Apa menurut Bapak semudah itu bercerai?"
"Ya, nggak, Bu. Di keluarga saya nggak ada yang namanya cerai. Mereka setia sama pasangan. Saya cuma takut Bu Unique nggak sanggup hidup sama orang seperti saya. Ini memikirkan kemungkinan terburuk dan paling jauh aja, Bu. Mana ada yang tau ke depannya." Cloud menjelaskan panjang lebar.
"Ya kalau gitu nggak usah bahas cerai segala," ketus Unique.
"Iya, iya, maaf, Bu. Bahkan di telepon aja galak bener." Cloud berbisik-bisik pelan mengucapkan kalimat terakhirnya.
Walau sudah dibuat sepelan mungkin, Unique dapat mendengar kalimat itu. "Saya denger, Pak. Kalau nggak mau saya denger, jauhin dulu teleponnya. Dasar sengaja sih."
"Nggak, Bu. Ini nggak sengaja. Maap."
"Ya udah, saya mau tidur. Bapak bilang sama Opa soal rencana itu. Tapi besok Pak Cloud sekalian bicarain sama keluarga saya. Malam, Pak."
Unique mematikan sambungan sepihak. Tidak peduli Cloud ingin mengatakan apa. Dia ingin beristirahat. Rasanya lelah setelah seharian memikirkan permintaan menikah.
📱📱📱
Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘😘🤗
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Yuhuu salam dari Bu Unique😘😍😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro