06. Kejahatan Deviant (Bagian 1)
Detroit Institute of Arts
16 September 2045
13.56
Setelah makan siang, Alex dan Markus meneruskan pekerjaan mereka, berpatroli ke Woodward Avenue, salah satu jalanan yang terkenal di Detroit, dan parkir di depan bangunan bernama Detroit Institute of Arts, yang beralamat di 5200 Woodward Avenue. Bangunan ini adalah salah satu destinasi wisata yang terkenal dan menjadi salah satu tujuan yang harus dikunjungi oleh wisatawan jika berlibur ke Michigan. Alex dan Markus berkeliling di halaman depan bangunan dan juga membantu para wisatawan yang tersesat, menuntun mereka ke tempat yang tidak mereka ketahui. Setelah cukup berkeliling, mereka kembali ke mobil untuk meneruskan patroli mereka ke tempat lain. Markus tampak mempertebal jaketnya untuk menangkis hawa dingin yang ingin menusuk tubuhnya.
"Alex, saat ini suhu udara cukup dingin," ucap Markus sembari memasang sabuk keselamatan.
Alex mengaktifkan layar sentuh LED pada mobilnya dan membuka aplikasi cuaca. "Saat ini suhu udara sedang berada pada lima puluh satu sampai lima puluh dua derajat fahrenheit. Perkiraan cuaca memprediksi musim gugur akan dimulai pada pertengahan september," jelas Alex.
"Uuhh.., pantas dingin! Di saat seperti ini, aku ingin sekali berlibur ke daerah tropis," ucap Markus.
Alex menyalakan mobilnya dan menggerakkan tuas gigi. Tiba-tiba, Markus teringat sesuatu. "Alex, kau pernah bilang bahwa kau akan membawaku ke sebuah tempat yang menarik. Kapan kau akan membawaku ke sana?" tanya Markus.
"Kita akan pergi ke sana sekarang!" ucap Alex sembari mengemudikan mobilnya.
****
Alex dan Markus sampai di sebuah kedai kopi yang masih berada di Woodward Avenue. Alex dan Markus turun dari mobil dan melihat plang dari kedai tersebut. Markus merasa heran dan bertanya, "La Coffee? Apakah ini tempat menarik yang kau katakan itu?"
"Iya, disinilah kedai yang menjual kopi dengan cita rasa yang sangat kuat. Aku yakin kau pasti akan menyukainya setelah satu tegukan," jelas Alex.
"Hah, aku meragukan itu!" sahut Markus.
Mereka lalu berjalan hendak memasuki kedai. Saat Alex hendak membuka pintu kedai, Markus menghentikan Alex dan menunjuk ke arah pintu. "Alex, apa kau tidak membaca tulisan di depan pintu?" tanya Markus.
Alex melihat tulisan yang berada pada pintu masuk kedai yang bertuliskan "Andro-Human is not Allowed (Andro-Human tidak diperbolehkan)". Alex pun menengahi masalah ini. "Aku sering pergi kesini bersama Kapt. Johnson. Tidak akan terjadi apa-apa padaku," hibur Alex sembari melangkah masuk.
Markus menghela napas dan melangkah masuk. Di dalam, Alex mendadak menjadi pusat perhatian dari semua pengunjung kedai. Tatapan mata semua pengunjung menatap sinis ke arah Alex. Markus mulai merasa bahwa Alex sedang dalam bahaya, namun dia tidak ingin membahasnya. Alex dan Markus duduk di hadapan barista yang sedang meracik kopi untuk seorang pengunjung yang duduk di sebelah Markus. Setelahnya, sang barista menghampiri Alex. "Hai, Alex! Lama tidak berjumpa. Aku yakin kau sibuk sekali akhir-akhir ini," sapa sang barista.
"Iya, tuan Jefferson," Alex memperkenalkan Markus pada sang barista. "Perkenalkan, ini rekan kerjaku, Inspektur Markus Harris dari kepolisian Lansing," lanjutnya.
Tuan Jefferson memberi hormat pada Markus. "Selamat siang, Pak Inspektur! Aku rasa kau sangat lelah setelah berpatroli. Bagaimana kalau satu cangkir untuk menghilangkan rasa lelahmu?" Tuan Jefferson menawarkan sebuah kopi.
Alex menoleh ke arah Markus dan berkata, "Pesanlah, dan aku yang akan membayarnya."
"Benarkah? Apa bukan masalah bagimu?" tanya Markus yang tidak percaya.
"Iya, pesan saja!" jawab Alex.
Markus pun melihat ke layar menu yang telah disediakan dan memilih Capuchino. Tuan Jefferson langsung membuat pesanan Markus. Sembari menunggu, Markus berbincang bersama Alex.
"Alex, apakah saat ini tidak ada panggilan tugas?" tanya Markus.
"Belum ada sejak tadi siang," jawab Alex.
Markus mengambil koran elektronik yang tersedia di meja dan Alex mengeluarkan PDA dari saku kemejanya. Alex melihat kembali data-data dari semua targetnya dalam misi. Saat sedang menggulir daftar, Alex menemukan sesuatu yang membuatnya terkejut. Dia membuka data tersebut dan kembali dibuat terkejut. Alex memasukkan kembali PDA-nya ke saku kemeja dan menoleh ke arah Markus yang sedang membaca koran elektronik.
Beberapa saat kemudian, kopi pesanan Markus pun selesai dan langsung disajikan padanya. "Nikmati secangkir kopi dari kami. Kami harap kau suka," ucap Tuan Jefferson.
Markus langsung meneguk kopi tersebut dan terkejut setelahnya. "Wah, aku tidak percaya ini! Aku merasakan kopi yang belum pernah kurasakan sejak pertama kali meneguk kopi! Cita rasanya benar-benar kuat!" puji Markus.
"Aku sudah mengatakannya, Markus," sahut Alex sembari mengeluarkan kartu debitnya dan memberikannya ke Tuan Jefferson untuk membayar kopi yang di pesan Markus.
Markus kembali meneguk kopi yang masih panas itu. Sepertinya Markus sedang kedinginan mengingat saat ini suhu udara sedang dingin karena bulan ini telah memasuki musim gugur. Alex memperhatikan Markus yang terus meneguk kopinya dengan nikmat tanpa peduli dengan panasnya suhu kopi. Jika Alex bisa minum, mungkin Alex akan melakukan hal yang sama. Markus pun menghabiskan kopinya dengan sangat cepat. Alex mendekatkan wajahnya ke Markus untuk bertanya, "Bagaimana? Apakah kau menikmati kopi itu?"
Markus meletakkan cangkir kopi ke atas meja di hadapannya dan menoleh ke arah Alex. "Mungkin jika aku memesan satu cangkir lagi, aku akan sangat menikmatinya," jawab Markus.
Alex terlihat memunculkan senyuman tipis ke arah Markus. Tiba-tiba, PDA Alex berbunyi. Alex mengambil dan menjawabnya.
"Konfirmasi keberadaanmu!" ucap seorang polisi dari PDA.
"Kedai La Coffee, Woodward Avenue!" jawab Alex.
"Ada pembunuhan di sebuah rumah di jalan 33. Segera menuju lokasi!" perintah polisi itu.
"Kami segera ke lokasi!" Alex menoleh ke arah Markus. "Markus, ada panggilan tugas!" ujarnya.
Markus mengangguk dan beranjak dari kursi, berlari ke arah pintu keluar. "Terima kasih, Tuan Jefferson!" seru Alex sembari berlari.
***
Sebuah rumah di Jalan 33
Detroit, AS
16 September 2045
16.17
Warga sekitar mengerumuni sebuah rumah yang menjadi saksi kematian pria yang mereka kenal baik dan ramah terhadap tetangga. Para polisi telah memasang garis polisi dari hologram dan mulai melakukan olah tempat kejadian perkara. Suhu udara yang dingin tidak menyurutkan semangat semua polisi yang bertugas disana. Alex dan Markus tiba di lokasi kejadian dan langsung menghampiri Inspektur Bartlett yang sedang menginstruksi beberapa polisi di luar rumah. Merasa Alex datang menghampirinya, dia menoleh. "Alex, akhirnya kau datang!" ujar Inspektur Bartlett.
Alex memberi hormat kepada sang Inspektur. "Kami datang secepat mungkin setelah mendapat panggilan," ucap Alex.
Pak Inspektur memiringkan kepalanya dan melihat ke arah Markus. Dia terlihat terkejut dan merasa mengenalnya. "Markus?" ucapnya.
Markus merasa terpanggil dan menoleh ke arah pak Inspektur. "Harry?" ucapnya.
Inspektur pun berjalan menghampiri Markus yang juga berjalan menghampirinya. Lalu mereka berpelukan seperti dua orang yang sudah lama tidak berjumpa, begitu erat dan hangat.
"Markus, lama tidak berjumpa! Bagaimana kabarmu di Lansing?" sapa Inspektur Bartlett.
"Masih seperti dulu. Aku rasa kau tidak menua, Harry," ucap Markus.
"Hahaha, aku sudah menua, Markus! Hanya aku menutupinya," jawab Inspektur Bartlett.
Markus tertawa mendengarnya dan pak Inspektur juga tertawa. Saat tertawa, mereka langsung menyadari bahwa Alex terus memandangi mereka berdua. Mereka berhenti tertawa dan pak Inspektur langsung mengepalkan tangannya dan menempelkannya pada mulutnya. "Ehem, ayo ikut aku!" ajak Inspektur Bartlett yang kemudian melangkah memasuki rumah.
Alex dan Markus mengikuti kemana perginya Pak Inspektur. Di dalam, beberapa polisi sedang melakukan olah tempat kejadian perkara dan mencari barang bukti. Inspektur Bartlett mengajak Alex dan Markus untuk melihat jasad yang telah tergeletak di atas lantai dan kepalanya bersandar pada dinding. Pada dinding juga bertuliskan "I Am Alive (aku hidup)". Markus merasa jijik melihat jasad tersebut. "Benar-benar mengenaskan," ucap Markus.
"Orval Curtis, berusia tiga puluh sembilan tahun, seorang pengangguran, tewas beberapa jam yang lalu dengan luka bekas tusukan benda tajam di dada," jelas Inspektur Bartlett.
Sementara Markus berbicara dengan Inspektur Bartlett, Alex mulai melakukan pencarian barang bukti. Alex menemukan benda berbentuk butiran besar tersebar di atas rak televisi. Alex mengambil satu butir dan memindainya. Alex menemukan bahwa butiran itu adalah Blue Ice, nama dari salah satu narkotika yang sangat terkenal di Detroit. Alex meneruskan pencarian dan menemukan sebuah pisau yang tergeletak di atas lantai, telah diberi tanda barang bukti. Alex memindainya namun tidak menemukan apa-apa. Alex merasa bingung dan berpikir, "Tidak ada sidik jari? Apakah pelaku memakai sarung tangan? Atau ...."
Alex kembali meneruskan penyelidikannya ke dapur dan melihat sebuah kursi kayu yang telah hancur. Sepertinya kursi itu hancur karena ditimpa sesuatu. Alex menoleh ke arah lemari es dan melihat sebuah tongkat pemukul. Alex memindainya dan menemukan sidik jari dari sang korban dan sebuah bercak biru di ujung pemukulnya. Alex berjalan menuju meja dapur dan melihat gantungan pisau yang kosong pada bagian tengahnya. Alex menyadari bahwa pisau yang ia lihat tadi adalah pisau yang pasti digantung disana. Alex juga melihat bercak biru dimana-mana dan melihat tulisan "RA6" di atas meja.
Berdasarkan apa yang ia temukan, Alex mengaktifkan visual rekonstruksi dan menyimpulkan bahwa sang korban melakukan serangan fisik kepada sang pelaku. Sang pelaku tak tinggal diam dan mengambil pisau lalu menebaskannya pada tubuh korban. Sang korban terdorong dan menimpa kursi kayu hingga hancur. Alex berjalan kembali ke ruang depan untuk mencari bukti lainnya.
Alex Menyentuhkan jarinya pada tulisan "I Am Alive" dan menemukan tulisan itu dibuat dengan darah yang telah kering. Alex berlutut dan memidai jasad korban. Alex menemukan bahwa sang korban telah tewas sejak sepuluh jam yang lalu dan tewas karena ditikam sebanyak tiga puluh kali di dada. Alex juga melihat bercak biru yang tersebar di sekitar korban. Alex menyolek cairan tersebut dan menjilatnya. Dari cairan biru tersebut, Alex tahu siapa pelakunya. Alex mengaktifkan visual rekonstruksi dan menyimpulkan bahwa sang korban mencoba merangkak keluar untuk meminta bantuan. Namun sang pelaku telah memergokinya dan mendorongnya ke dinding. Dia menusukkan pisaunya pada dada korban secara berulang kali hingga sang korban tewas.
Kemudian, Alex berjalan menghampiri Inspektur Bartlett dan Markus yang sedang membaca beberapa dokumen untuk menyampaikan apa yang dia temukan. "Pak, aku telah menemukan titik terang dari kasus pembunuhan ini!" ucap Alex.
"Baik, coba katakan!" perintah Pak Inspektur.
"Aku telah menyimpulkan bahwa sang korban melakukan serangan fisik terhadap sang pelaku. Pelaku awalnya pasrah tapi setelah beberapa serangan, dia bangkit dan mengambil pisau, lalu menebas tubuh korban hingga terjatuh. Korban merangkak keluar untuk meminta bantuan. Namun sang pelaku memergokinya dan menyerangnya dengan menikamnya sebanyak tiga puluh kali pada dada. Dari semua barang bukti yang kutemukan, aku menyimpulkan bahwa sang pelaku adalah ... DEVIANT," jelas Alex.
"Deviant? Apa kau yakin?" tanya Inspektur Bartlett yang tidak percaya.
"Iya, berdasarkan cairan thirium yang kutemukan di mana-mana," jawab Alex.
"Cairan ... apa?" tanya Markus.
"Cairan thirium, unsur biologis yang dimiliki oleh Andro-Human. Fungsinya mirip seperti darah manusia," jelas Alex.
"Penjelasan yang bagus, Alex! Tapi kita belum bisa menemukan sang pelaku," ucap Inspektur Bartlett.
"Kita hanya perlu mengikuti jejak thirium yang menetes dari tubuhnya akibat serangan fisik dari korban," kata Alex.
"Baiklah, silakan lakukan!" ujar Markus mempersilakan.
Alex mengaktifkan pemindai di matanya dan menemukan jejak thirium yang menuju ke arah dapur. Alex mengikutinya dan jejak itu membawanya ke lorong di depan kamar mandi. Namun, jejaknya berhenti di sudut lorong. Alex dibuat kebingungan. Alex memindai sudut lorong dan menemukan bayangan dari sebuah obyek di dinding. Alex memindainya lagi dan ternyata itu adalah jiplakan debu dari tangga.
Alex sontak menoleh ke atas dan menemukan telapak tangan dari thirium di pintu loteng dan langsung menyimpulkan bahwa sang pelaku pergi ke loteng. Alex langsung mengambil kursi dari dapur dan meletakkannya di bawah pintu loteng. Alex menaiki kursi dan mencoba membuka pintu loteng yang agak macet. Setelah terbuka, Alex memanjat naik. keadaan loteng sangat berantakan, dengan banyaknya barang yang di tumpuk sembarangan.
Alex melihat sesosok bayangan manusia dari balik tirai. Alex perlahan mendekatinya dan menyibak tirai itu. Ternyata itu adalah boneka manusia yang diletakkan di atas sebuah boks, yang bayangannya terbentuk dari cahaya yang memancar dari jendela loteng yang kecil. Alex berjalan menuju jendela loteng guna mencari sesuatu. Saat Alex melompati salah satu boks, Alex melihat sesosok pria yang melintas sangat cepat dari sebuah boks. Alex langsung bergerak cepat menuju jendela. Sampai di jendela, Alex dikejutkan dengan munculnya seorang pria yang sangat kotor. Bajunya berlumuran darah kering dan kulitnya agak mengelupas. Alex merasa sepertinya dia telah menemukan sang pelaku.
Sang pelaku menunjukkan raut wajah ketakutan dan tak sedikitpun bergerak. Dia menatap Alex dengan tatapan biasa dan berkata, "Aku hanya mencoba untuk melindungi diriku. Tolong jangan beritahu mereka keberadaanku!"
Setelah pria tersebut berucap, Alex mendengar suara yang memanggil namanya. Alex menoleh dan itu adalah suara dari Markus yang berasal dari bawah. "Alex, apa yang kau temukan disana?!" seru Markus yang bertanya.
Alex mulai bimbang. Dia bingung apa yang harus dia lakukan. Apakah dia harus memberitahukan keberadaan sang pelaku, atau membiarkan sang pelaku tetap berada di loteng dan berkata bohong.
Alex pun terpaksa melakukannya. "Dia disini! Aku menemukan sang pelaku!" seru Alex.
Markus yang mendengar jawaban Alex terkejut dan memanggil Inspektur Bartlett. "Harry, cepat kemari! Alex menemukan sang pelaku!" seru Markus.
Inspektur Bartlett langsung memanggil dua orang anggotanya untuk naik ke loteng. Sang pelaku menatap Alex dengan tatapan tajam dan kemudian ia menunduk.
***
Departemen Kepolisian Detroit
16 September 2045
17.45
Markus sedang berada di dalam ruang interogasi, sedang menginterogasi sang pelaku pembunuhan terhadap Orval Curtis. Markus mengajukan beberapa pertanyaan. "Sudah berapa kau berada di loteng?" tanya Markus.
Sang pelaku diam membisu dan menundukkan kepalanya. Markus mengajukan pertanyaan lagi. "Mengapa kau membunuh tuan Curtis?" tanya Markus lagi.
Sang pelaku tetap diam membisu dan sama sekali tidak bergerak, tetap menunduk seperti sebelumnya. Markus memetikkan jarinya di hadapan sang pelaku untuk mencuri perhatian, namun hasilnya nihil. Markus mulai kesal dan memukul meja dengan keras. BRAK!!!
"JAWAB AKU, SIALAN!!!" bentak Markus.
Sang pelaku masih saja berpegang teguh pada pendiriannya. Markus pun menyerah dan berjalan meninggalkan sang pelaku sendirian. Markus duduk dengan rasa kesal. "Kita hanya membuang-buang waktu berbicara dengan boneka robot!!" ujar Markus kesal.
"Mungkin kau harus melakukannya lebih keras. Lagipula, dia bukan manusia," hibur agen Andy Green, seorang agen kepolisian dari Detroit.
"Andro-Human tidak bisa merasakan sakit. Dia hanya terluka," sela Alex.
Perhatian semua orang tertuju pada Alex. Alex meneruskan penjelasannya. "Namun jika tingkat stres-nya melebihi batas, dia akan membunuh dirinya sendiri dengan cara apa-" ucapan Alex terhenti karena bentakkan agen Green.
"Baik, tuan sok pintar!!" Agen Green berjalan menghampiri Alex. "Bagaimana jika kau yang melakukannya? Aku sangat ingin tahu apa yang akan kau lakukan padanya," lanjutnya.
Alex terdiam sejenak sembari menatap wajah agen Green yang terlihat sangat serius. "Aku akan mencobanya," ucap Alex.
Alex melangkah memasuki ruang interogasi dan langsung menghampiri tempat duduk yang telah disediakan. Alex memperhatikan sang pelaku yang terus menunduk tanpa sedikitpun menoleh. Alex memindainya dan menemukan bahwa dia adalah Andro-Human bernama Arnold dengan nomor seri HR400. Alex juga menemukan luka bekas pukulan benda tumpul dan luka bekas sundutan rokok. Alex berpikir, "Sepertinya aku harus membuat tingkat stres-nya stabil jika ingin mendapat banyak informasi."
Alex memulai dengan bersimpati padanya. "Kau terluka," ucap Alex.
Arnold tetap diam dan tak sedikitpun melirik. Alex kembali berkata, "Dengar, aku akan membantumu. Ceritakan dan aku dapat membantumu."
Arnold tetap seperti sebelumnya, sama sekali tidak merespon. Alex meneruskan pembicaraannya. "Aku mengerti apa yang kau rasakan. Tidak akan ada yang menyakitimu lagi. Ceritakan semua dan kau akan merasa lebih baik." Alex berusaha untuk menghibur Arnold.
Sepertinya perkataan Alex berhasil. Arnold menaikkan kepalanya dan menoleh kesana kemari. Dia sepertinya terlihat bingung. "Apa aku akan dihancurkan?" tanya Arnold.
"Kau tidak akan dihancurkan. Sistemmu akan kami cabut," jawab Alex.
Arnold menatap sinis ke wajah Alex. "Mengapa kau memberitahu mereka keberadaanku?" tanya Arnold.
"Aku di program untuk memburu Deviant sepertimu. Aku harus menyelesaikan misiku," jawab Alex.
Arnold kembali menundukkan kepalanya, diam membisu seperti sebelumnya. Alex mulai bingung apa yang harus dia lakukan. Dia mengambil dokumen yang berisi dokumentasi pembunuhan terhadap Orval Curtis oleh Arnold. Alex membuka dokumen tersebut dan menunjukkannya ke Arnold guna menghiburnya.
"Kau mengingatnya?" Alex menunjuk ke foto jasad tuan Curtis. "Orval Curtis, tewas, ditikam tiga puluh kali di dada," lanjutnya.
Arnold tetap berpegang teguh pada pendiriannya, tetap menunduk dan diam membisu. Alex merasa sepertinya dia gagal. Dia tidak punya pilihan lain selain menggunakan kekerasan. Dia pun mengambil dokumen dan membantingnya ke meja. BRAK!!
"ORVAL CURTIS!! TEWAS!! DITIKAM TIGA PULUH KALI!!" Alex mulai beranjak dari kursi.
Arnold mulai ketakutan dan tubuhnya gemetaran. Alex mulai berjalan mendekati Arnold. "AKU YAKIN KAU YANG MEMBUNUHNYA!!!" bentak Alex.
Tubuh Arnold semakin bergetar. "Tolong ... berhenti!" gumam Arnold dengan nada ketakutan.
Alex berjalan memutari Arnold dengan membawa hawa yang penuh teror. "APAKAH KALIMAT 'AKU MEMBUNUHNYA' TERASA SULIT KAU UCAPKAN??!!" Alex semakin membentaknya.
"Aku mohon ... hentikan!" Arnold semakin ketakutan.
Alex menarik kerah baju Arnold hingga membuatnya terangkat dari kursi. "KATAKAN 'AKU MEMBUNUHNYA!!'" bentak Alex.
Keadaan menjadi hening. Alex mendorong tubuh Arnold kembali ke kursi dan kembali ke tempat duduknya, menunggu jawaban dari Arnold.
***
Bersambung . . .
(Next chapter : Kejahatan Deviant (bagian 2))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro