[twenty five]
[Uks-unit kesehatan sekolah]
"Lo gak apa-apa Yan? gue bener-bener minta maaf."
Ryan yang baru bangun dari tidurnya menepis tangan cewek di hadapannya. Ia menatap tajam cewek itu, seolah memperingati untuk tidak menyentuhnya.
"Permintaan maaf lo gak gue terima. Minggir." Sinis Ryan.
Amel berusaha untuk sabar dan menuruti perintah Ryan untuk menyingkir dari hadapan cowok itu. Tapi ia tetap tidak berhenti mengoceh pada cowok itu agar maafnya diterima.
"Perlu gue beliin sesuatu? Lo mau apa bilang aja asal terima maaf gue."
Alih-alih menjawabnya, Ryan malah mengulangi kata-katanya.
"Gue bilang minggir!"
Sontak Amel menjauh beberapa langkah. Ia cemberut sambil bersedekap dada. Tadi Ryan menatapnya sinis dengan kata-kata yang penuh penekanan.
"Galak banget sih, padahal gue ngomong baik-baik."
Cowok itu seolah menulikan telinganya, ia berjalan keluar ruangan dengan langkah lunglai.
"Sini biar gue bantuin." Dengan cepat Amel memegang tangan sebelah Ryan dan memapahnya. Tapi langsung di tepis oleh cowok itu.
"Gak usah sok peduli. Ini semua gara-gara lo!"
"Ya makanya karna ini gara-gara gue jadi gue mau tanggung jawab. Sini deh gue papah ampe ke kelas." Ucap Amel, keras kepala.
"Lo batu banget."
"Lo juga sama. Jadi diem dan nurut aja." Balas Amel.
Ryan berdecak kesal, lantas cowok itu terpaksa membiarkan Amel memapahnya. Sejujurnya punggung dan kepalanya masih terasa sakit. Sepertinya ia akan minta surat izin untuk pulang lebih awal.
"Antar gue ke meja piket."
"Mau ngapain?"
"Minta surat izin, kayaknya gue perlu istirahat di rumah. Pusing gue kalo di paksa belajar dengan kondisi kayak gini." Ucap Ryan yang tanpa sadar berbicara panjang lebar pada Amel.
Membuat Amel mengerjap beberapa kali dan cengo sebentar. Karena Amel tak berkutik Ryan menengok ke sampingnya dan melihat Amel yang terus menatapnya.
"Kenapa lo? Kesambet?" tanyanya bingung.
"Harusnya gue yang nanya, lo kesambet apaan? Tumben banget ngomong panjang lebar kayak tadi. Ini sih langka banget!" histeris Amel sambil tersenyum.
Ryan hanya diam dan masih dengan ekspresi datarnya.
"Kedepannya kayak gini lagi, Yan."
Alis Ryan terangkat sebelah. "Maksud lo? gue harus kebetur lagi??"
"Yaelah bukan gitu maksudnya. Udahlah males gue jelasinnya ayo gue anter ke meja piket." Ucap Amel sembari memapah Ryan.
"hmm."
______________________
Sesampai di rumah Amel langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan nafas.
"Hahh, capeknyaa."
"Nenek lampir Narisa benar-benar nguras tenaga gue! Awas aja kalo sampe ketemu lagi langsung gue tendang." Celoteh Amel yang kini memandangi langit-langit kamarnya.
"Gara-gara dia gue ampe berurusan lagi dengan Ryan. Sialan emang, mana si Ryan nyuruh gue tanggung jawab dengan jadiin gue pesuruhnya."
"Sama aja kayak babu anjirr!" Geram Amel sambil mengepal kuat tangannya.
Moodnya semakin buruk ketika mengingat kembali persyaratan yang di katakan Ryan padanya untuk menjadi pesuruh sampai lulus. Hal tersebut di terima Amel dengan berat hati dan sedikit percekcokan. Tapi semuanya Ryan yang menang. Hanya untuk bertanggung jawab.
Flashback on
Dua orang yang baru keluar dari UKS itu berjalan dengan langkah pelan menuju meja piket yang berada di lobi. Ryan menatap Amel dalam diam saat tangannya di gandeng Amel. Rasanya aneh dan tak percaya. Cewek yang akhir-akhir ini mengganggu ketenangannya sekarang sedekat ini dan dia menerimanya tanpa banyak bicara lagi. Mungkin karena kondisinya sedang tidak enak jadi tak kuasa untuk beladen.
"Tolong berhenti." Pintah Ryan tiba-tiba dan Amel pun berhenti.
"Kenapa? Ada yang sakit?"
Ryan menggeleng, "gak ada. Gue cuman kepikiran satu hal."
"Apaan?" tanya Amel bingung.
"Gimana kalau Lo jadi pesuruh gue sampai lulus?"
Sontak bola mata Amel melebar dan refleks melepaskan pegangannya di tangan Ryan. Membuat cowok itu terjatuh dan meringis.
"APA? SINTING LO?" pekik Amel.
"Bego. Kalau mau ngelepasin tuh bilang-bilang. Ini sih nambah kesakitan gue." Omel Ryan, berusaha berdiri.
"Eh-- so..sorry banget. Lagian salah Lo juga. Maksudnya apa tiba-tiba mau jadiin gue pesuruh?!" tanya Amel sambil membantu Ryan berdiri.
"Anggap aja itu bentuk tanggung jawab lo." Ucap Ryan, begitu santai.
"Gak gini juga ogeb!" gerutu Amel tidak terima, "ini kan gue udah tanggung jawab, jadi gak ada tanggung jawab lagi!" Ketus Amel.
"Gak setimpal dengan rasa sakit di punggung sama kepala gue! Jadi mau gak mau lo harus bantuin gue dengan jadi pesuruh sampai lulus."
"Dengan begitu gue bakal terima maaf lo." Lanjut Ryan masih santai.
Amel menyorot tajam pada Ryan sambil tangan mengepal kuat, geram dengan sikap Ryan yang keterlaluan.
"Gak adil Yan! Lo kejedot dikit aja tapi minta gue jadi pesuruh sampe lulus?? Kagak sudi gue!"
Ryan melirik Amel dengan malas. "Oh gak mau? It's okay sih, gue tinggal lapor Bk trus nama lo di catat di buku merah karena membuat keributan sampe gue jadi korbannya. Nanti biar BK langsung manggil ortu lo ke sekolah terus--"
"Woii woi diem gak! Lo ngancem nih?" tanya Amel yang memotong perkataan Ryan.
"Gak bermaksud, tapi ini semua kan emang salah lo. Karena lo gak mau nurutin kemauan sang korban, jadi gak boleh protes kalo gue aduin ke Bk." Ucap Ryan dengan senyum miring, seperti mengejek.
"Dih, apa-apa di cepuin, lagian gak ada yang luka kan? Gak usah lebay deh." Cibir Amel sambil bersedekap.
"Keliatannya sih emang gak ada luka, tapi gue yang ngerasain sakitnya, yang lo jedotin ni masa depan gue. Kalo sampe gue goblok, lo orang yang gue salahin!" Tunjuk Ryan tepat di wajah Amel.
Amel mendengus kesal, dan terpaksa mengangguk. "Fine!" Ucapnya lalu pergi meninggalkan Ryan.
"Eh woi mau kemana?!"
Amel menghiraukan, ia terus berjalan sampai ke kelasnya. Membuat Ryan berdecak kesal.
Bersambung___23/01/2022
Vote dan komennya sayangku~!
Terimakasih ya ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro