8. Who?
3 ....
2 ....
1 ....
"Berhenti!"
Blizt!
Waktu berhenti begitu saja setelah suara itu terdengar. Cahaya biru terang tiba-tiba muncul di depan Reyhan, memaksanya untuk memejamkan mata.
Surai merah muda yang panjang terlihat saat ia mencoba membuka matanya. Kini bola mata itu sudah benar-benar membulat. Melihat jelas apa yang ada di depannya.
Rin dengan penampilan yang sangat berbeda. Alien? Bukan! Dia adalah bidadari yang sangat cantik! Rin dan Reyhan saling menatap sangat intens. Mereka berdua terkurung dalam sepasang sayap putih bersih.
"Ssshhh ...." Rin meringis menahan batu besar yang menimpa sayapnya.
Tes ....
Setetes darah baru saja jatuh dari sayap itu ke pipi Reyhan. Sontak ia tersadar dan menghilangkan semua pertanyaannya sejenak. Reyhan mendorong dan membantu Rin berdiri.
"Sa-sayapmu terluka," ucap Reyhan tergagap melihat darah yang mengalir di sayap sebelah kanan Rin.
Rin hanya menoleh dengan menahan perih lukanya itu. Ia mencoba menghilangkan sayapnya dan kembali ke wujud manusia.
"Ahh ...." Rin hampir saja jatuh karena kehabisan tenaga. Tapi, Reyhan yang di belakangnya dengan sigap menangkap tubuh jenjang Rin.
Dua pasang mata yang bertahun-tahun lalu pernah mengenal, kini bertemu kembali. Lama mereka menatap, seakan berada di dunia mereka sendiri. Hingga Rin kembali meringis kesakitan karena lukanya terasa perih.
"A-aku akan mencari kotak P3K, tunggulah di sini sebentar," ucap Reyhan setelah melepaskan rangkulannya di pinggul Rin dan membantunya berdiri.
"Tunggu, tidak di sini." Rin menggandeng tangan Reyhan pergi dari area proyek. Setelah agak jauh, Rin menjentikkan jarinya. Waktu pun kembali berjalan seperti semula. Reyhan bingung apa yang dilihatnya sejak tadi. Ia menatap Rin penuh pertanyaan.
"Setelah sampai rumah akan kujelaskan," ujar Rin yang seakan mendengar suara batin Reyhan.
"Iya, tapi sebentar." Reyhan mengambil sapu tangan dari jaznya. Membalutkannya pada lengan kanan Rin yang masih mengeluarkan darah segar. Lalu ia membuka jaz itu dan memakaikannya pada Rin.
"Sudah." Reyhan merangkul Rin dan berjalan dengan hati-hati. Tampaknya ia sangat perhatian pada sang gadis. Atau ini hanya balas budinya karena Rin sudah menyelamatkan nyawanya? Perasaan seorang pria lah yang sebenarnya lebih sulit ditebak daripada wanita. Karena ia sangat mudah menyembunyikan suara hati ketimbang egonya.
------------------------------------------------------
"Bawa aku ke kamarmu," pinta Rin setelah memasuki rumah.
"Apa? Kenapa kamarku? Ah, baiklah. Pelayan, bawakan kotak P3K ke kamarku." Reyhan masih menuntun Rin sejak tadi. Gadis itu terlihat sangat lemah.
Rin duduk di kasur dan melepas jaz milik Reyhan. Ia kesusahan untuk melepas sapu tangan yang melingkar di lengannya. Reyhan yang melihat itu pun membukakannya untuk Rin. Dibersihkannya darah yang sudah mengering itu dengan antiseptik. Sangat pelan dan lembut. Reyhan mengusapnya dengan penuh perasaan. Ia bahkan meniup pelan agar Rin tidak merasakan perih. Sungguh, perlakuan Reyhan membuat Rin terbius saat itu. Ikatan batin mereka memang sudah kuat sejak mereka masih dalam kandungan Nirmala dan Adira.
Setelah Reyhan selesai memperban luka Rin, ia menatapnya lekat. "Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, aku yakin sekarang kamu butuh istirahat. Kamu berhutang banyak jawaban kepadaku. Jadi, istirahatlah."
"Tunggu," ujar Rin sebelum Reyhan keluar kamar. "Aku akan menceritakan semuanya sekarang."
Reyhan duduk kembali di samping Rin. "Ini pasti cerita yang panjang."
"Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Tapi aku akan menceritakan sebisaku saja." Rin menarik napas mempersiapkan dirinya.
"Aku memang bukan manusia ... Tapi aku bukan Alien seperti dugaanmu. Aku adalah seorang dewi Penulis Waktu."
"Lalu kenapa kamu mengiyakan saat aku memanggilmu Alien?"
"Karena aku membutuhkan bantuanmu."
"Jadi kamu hanya memanfaatkanku?"
"Bisa dikatakan seperti itu. Aku hanya berusaha memanfaatkan keadaan."
"Cih, kamu berhutang sangat banyak padaku."
"Kita impas, kamu ingat?" Rin melirik bahunya yang terluka dan tersenyum puas.
"Ah, ya, kamu sudah menyelamatkan nyawaku, terima kasih," ucap Reyhan sebal. Sebenarnya ia sebal karena ia tak bisa membuat Rin berhutang padanya. Jika bisa, mungkin Reyhan sudah membuat Rin selalu mematuhi perintahnya. Sama seperti Rin memperlakukannya seperti maid.
"Saat itu, waktu berhenti karena kesalahan yang tidak kuperbuat sama sekali. Saat itulah pertama kali kamu melihatku."
"Itu hari yang sangat mengerikan. Semua orang tampak seperti patung. Sedangkan aku, aku hanya sendirian melihat mereka tidak bergerak sedikit pun. Kupikir dunia ini akan kiamat," jelas Reyhan.
"Karena kamu pun bukan sepenuhnya manusia Rey."
"Apa?" Reyhan terkejut dan memandang Rin tak percaya. "Jangan membuat omong kosong."
"Terserah kamu mau percaya padaku atau tidak. Yang pasti aku mengatakan yang sejujurnya."
"Bagaimana bisa?"
Rin mengambil bingkai foto di sampingnya. "Kamu lihat dia Rey? Bukankah ibumu terlalu sempurna untuk menjadi seorang manusia?"
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."
"Ibumu sama sepertiku. Dia adalah dewi Penulis Waktu, dan kamu adalah anak dari seorang dewi dan manusia." Reyhan hanya diam tak bergeming sedikit pun. Ia tidak tahu harus berkata apa akan fakta yang baru ia ketahui ini.
"Dia juga diturunkan ke bumi sama sepertiku. Bedanya, kesalahannya lebih fatal, dan dia mencintai ayahmu yang seorang manusia. Itu melanggar hukum Kerajaan Waktu. Karena itulah, semua kekuatan ibumu sebagai dewi dicabut, lalu diasingkan. Raja Waktu memutuskan untuk menghapus semua ingatan tentangnya."
"Cukup. Aku tidak tahu berapa banyak fakta tak masuk akal lagi yang akan aku dengar. Sekarang kamu istirahatlah. Aku perlu waktu untuk mencerna semuanya." Reyhan tidak siap menerima kebenaran bahwa ia bukanlah manusia tulen. Apalagi mendengar hal buruk soal ibundanya tersayang.
"Aku tahu ini sulit untukmu Rey, tapi sekarang ada aku yang akan menemanimu." Rin tersenyum menenangkan pada Reyhan.
Reyhan menangkupkan wajahnya dengan dua tangan kekarnya. Kini tangan itu tidak lagi terasa kuat, bahkan hanya untuk menopang kepalanya saja. Rin merasakan dadanya sakit. Sama saat ia tiba-tiba kesakitan sewaktu kecil. Merasa sangat tertusuk akan kesedihan Reyhan, ia pun memegang pundak Reyhan lembut.
"Aku masih tidak bisa menerima kepergiannya. Walaupun itu sudah sangat lama ...."
Rin langsung memeluk Reyhan saat ia melihat setetes air mata jatuh dari sudut matanya. Tangis Reyhan pecah begitu saja. Tidak peduli apa pun yang akan Rin pikirkan tentangnya. Ia hanya membutuhkan seseorang untuk mendengarkan kesedihannya. Menemani dan meneguhkan hatinya.
Mimpi itu ... Itu adalah aku dan Rey? Ini rasa sakit yang sama seperti saat itu. Aku tidak tahan melihatnya bersedih. Aku turun ke bumi hanya untuk menemainya? Aku pun punya banyak pertanyaan akan semua fakta ini Rey. Tapi aku tahu, kamu yang paling tidak bisa menerima semua ini begitu saja. Rin bergelut dengan perasaannya sendiri. Tangannya masih sibuk mengusap punggung dan kepala Reyhan.
Reyhan masih dalam dekapan Rin. Mungkin ia terlalu nyaman? Hingga keduanya tak sadar sudah berapa lama berpelukan seperti itu dan akhirnya tertidur pulas dalam satu ranjang.
Bersambung ....
Uwaaaa! Makasih buat yang udah baca dan vote cerita aku ya! Saranghae 💜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro