5. Rin Nohara
Setibanya di kantor, mereka berdua langsung menuju tempat rapat. Reyhan tampak sangat gugup. Jelas Rin bisa melihat itu. Apalagi mereka hanya berdua saja di dalam lift yang menuju lantai empat.
"Kenapa kamu sangat gugup?"
"Itu hanya perasaanmu saja," ucap Reyhan berusaha menyembunyikan keresahan dalam hatinya. Ia tidak ingin terlihat bodoh di depan Rin.
"Keringat di pelipismu itu menjelaskan semuanya." Rin mengambil sapu tangan dari tasnya dan mengelap keringat Reyhan.
Reyhan hanya tercengang melihat perlakuan Rin padanya. Bagaimana ia bisa merasa aneh pada dadanya. Seakan ada perang besar antara organ-organnya. Ia berharap Rin tidak mendengar suara perang itu. Reyhan bersyukur pintu lift segera terbuka. Ia langsung keluar dan mengalihkan pikirannya agar tetap fokus.
Presentasi akan dimulai sepuluh menit lagi. Beberapa penanam saham dan pengusaha sudah duduk manis di tempatnya masing-masing. Reyhan dan Rin sudah siap dengan presentasi mereka berdua.
Setelah semua orang datang, Reyhan segera membuka rapat dan memulai presentasinya. Reyha dan Rin bergantian menjelaskan bagian masing-masing. Terkadang mereka berdua bersamaan mengucapkan kata. Terlihat sangat kompak dan serasi. Semua tampak berjalan dengan lancar. Sangat mulus, semulus pantat bayi.
Prok prok prok
Gemuruh tepuk tangan teredengar saat Reyhan menutup presentasinya dengan baik. Beberapa penanam saham sudah siap menanamkan modalnya untuk proyek ini. Pengusaha lain yang hadir pun turut bekerjasama dengannya.
"Ide yang sangat brilian Reyhan," ucap salah satu penanam saham yang menjabat tangan Reyhan.
"Terimakasih Paman Han, ini juga berkat idemu." Pantas saja mereka berdua tampak akrab. Ternyata ia adalah sahabat baik dari mandiang ayahnya.
"Jadi, apa dia sekertaris barumu atau belahan jiwamu?" goda Paman Han dengan tersenyum.
"Ah, dia Rin. Rin, kenalkan dia adalah penanam saham di sini."
"Rin Nohara." Rin mengulurkan tangannya.
"Han Seoyun." Paman Han menjabat tangan Rin dengan senyuman ramah.
"Kalian tampak serasi saat presentasi tadi. Jadi, kupikir kalian sudah menjalani hubungan yang lebih dari sekedar pekerjaan," ucap Paman Han.
"Tidak ada yang seperti itu Paman, kita hanya ingin menjadi profesional," jelas Reyhan. Sebenarnya hatinya sangat senang mendengar perkataan Paman Han, tapi ia tidak ingin mengatakannya.
"Apa kamu sudah lama menggeluti bidang ini Rin?" tanya Paman Han.
"Tidak Tuan Han, ini adalah pertama kalinya bagiku."
"Jangan panggil aku seperti itu, panggil saja aku Paman Han. Kamu hebat Rin. Ini kali pertama bagimu tapi kamu membantu presentasi Reyhan dengan sangat baik."
"Terima kasih Paman Han," ucap Rin dengan senyum manisnya.
"Kalau begitu aku pamit dari sini. Istriku pasti sudah menunggu. Sampai bertemu kembali di rapat Rey, dan bersama Rin tentunya." Paman Han pun pergi meninggalkan Reyhan dan Rin berdua di ruang rapat.
"Fyuh ... Akhirnya selesai." Reyhan merebahkan badannya di kursi.
"Selamat untuk proyekmu," ucap Rin.
"Terima kasih karena sudah membantuku. Aku tidak menyangka bahwa Alien juga pintar dalam hal seperti ini. Katakan padaku, apa kau menaruh semacam klip di dalam kepalamu? Sehingga otakmu itu bekerja seperti CPU?"
"Tidak," jawab Rin singkat.
Reyhan tidak bisa berbicara atau menanyakan hal apa pun lagi. Sesungguhnya ia sangat ingin memuji Rin atas penampilan Rin tadi. Ia begitu handal menjelaskan bagian-bagiannya. Tampak seperti wanita karir yang profesional. Apalagi dengan kemeja putih dan rok biru pastelnya, ditambah jaz dengan warna senada. Sangat cantik, gumam Reyhan saat itu. Namun, semua pujian tidak dikatakannya, melainkan dibenamnya dalam hati. Ia tidak mau jikalau gadis itu akan besar kepala bila mendengarnya.
"Sebagai tanda terima kasihku padamu, aku ingin membawamu ke suatu tempat."
"Kemana?"
"Sudahlah, ayo ikut denganku." Reyhan menggandeng tangan Rin keluar ruangan. Saat sadar akan hal itu, ia langsung melepasnya.
------------------------------------------------------
Mereka tiba di taman bermain. Taman yang sama yang Rin kunjungi saat pertama kali datang ke bumi. Lembayung di ufuk barat menambah kesan nyaman. Angin sepoi-sepoi meniup manja helai rambut Rin yang tidak terikat. Terasa telinganya geli karena hal itu, ia menyelipkan helai rambutnya ke belakang telinga.
"Kenapa kamu mengajakku ke sini?"
"Karena setiap aku senang maupun sedih, aku selalu datang ke sini. Banyak kenangan indah bersama keluargaku di sini. Dan aku senang karena proyek harapan ayah akan terwujud." Mata Reyhan tampak berbinar. Menatap ke depan, memutar kembali semua memori di hari itu. Hari-hari bahagia bersama kedua orang tuanya.
"Tunggu di sini sebentar, aku akan membeli minum," ucap Reyhan dan berlalu pergi. Rin hanya mengangguk paham.
"Rizepher, coba cari data tentang Reyhan."
"Tidak ada Rin."
"Kenapa tidak ada? Seharusnya aku pun menulis waktu tentangnya. Ini sangat aneh ...."
Tiba-tiba saja kepala Rin terasa sangat sakit saat memikirkan jawaban dari semua misteri yang muncul. Pandangan di sekitarnya berputar seperti bianglala. Wajah anak laki-laki dan perempuan yang muncul di mimpinya saat itu terbayang kembali. Sangat jelas, suara tawa mereka pun selalu terngiang. Ini sangat menyiksa baginya. Ia tidak dapat mengingat apa pun tentang dua anak itu. Jika ini terus berlanjut, akan membahayakan identitasnya.
"Tidak ... Jangan sekarang–" Semuanya gelap, sangat gelap.
------------------------------------------------------
"Hah ... hah ...." Rin terbangun dari mimpinya dengan napas memburu.
"Akhirnya kamu bangun. Aku mendapatimu sudah tidak sadarkan diri saat aku kembali, jadi aku membawamu pulang. Apa kamu mimpi buruk? Keningmu penuh keringat dan tubuhmu gemetar sejak tadi. Kamu sakit?" tanya Reyhan panjang lebar seakan ia sangat khawatir pada Rin.
"Pergilah, aku tidak apa." Rin menghapus keringat yang menetes di pelipisnya.
"Baiklah. Berikan minum padanya," ucap Reyhan pada pelayannya.
Ah, seharusnya aku tinggalkan saja dia di sana tadi. Tapi kenapa aku malah mengkawatirkannya? batin Reyhan saat keluar dari kamar Rin.
"Tinggalkan aku sendiri." Pelayan itu berlalu pergi dan meninggalkan Rin sendiri.
Astaga, apa yang terjadi denganku? Kuharap Reyhan tidak melihat sayapku saat itu. Jika tidak, dia akan tahu bahwa aku adalah seorang dewi. Kenapa aku tidak tahu apa pun tentang ingatan itu? Saat aku tertidur, ingatan itu selalu muncul. Apa ini karena pengaruh aku menulis langsung waktu di bumi? Aku harus mencari tahu semuanya, termasuk masa laluku ....
Rin berpikir untuk menaruh berkas-berkas di kamar Reyhan. Ia masuk tanpa memberi tahu Reyhan sebelumnya. Ia bermaksud mencari informasi tentang Reyhan lebih jauh. Saat ia masuk, tidak ada siapa pun. Ternyata Reyhan sedang mandi. Sesegera mungkin Rin mencari sesuatu yang bisa menjawab pertanyaannya.
Ia membuka laci meja bundar yang ada di kamar Reyhan. Hanya ada berkas-berkas kantor. Itu hanya sedikit dari sekian banyak berkas pentingnya. Semua tersimpan di ruang khusus kerjanya. Bahkan kamar Reyhan saja sangat luas. Mungkin bisa digelar rapat khusus di sana. Ia beralih ke laci meja rias yang agak jauh dari tempatnya berdiri. Tidak ada apa pun selain majalah-majalah dewasa.
Apa semua laki-laki memiliki majalah seperti ini? Apa bagusnya melihat tubuh wanita setengah bugil? Aku hanya membuang-buang waktu, tidak ada apa pun di sini. Rin melihat sekeliling. Matanya terfokus pada foto dibingkai kecil, tepat di sebelah kasur Reyhan. Perlahan Rin mendekatkan langkahnya pada foto itu.
Ia duduk di kasur dan mengambil bingkai foto yang menghadap ke arahnya. Sebuah keluarga kecil yang sangat bahagia. Anak laki-laki itu tersenyum lebar memegang piala emas yang besar. Di sebelah kanan dan kirinya seorang laki-laki dan wanita mencium pipi anak itu.
"Anak ini ...."
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
Bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro