Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 10

JX Internasional Expo (Jatim Expo) pagi ini tampak padat. Tumpukkan buku-buku best seller keluaran terbaru, hingga buku-buku yang sudah cukup sulit ditemukan dalam toko buku, tersusun begitu apik. Membuat siapa pun yang melihatnya akan tergoda ingin memiliki salah satu buku di sana, begitu pula dengan Ajruna.

Setelah mengetahui Arjuna diundang sebagai Beasty untuk mengisi acara bedah buku Persona, Aditya dengan sifat pemaksanya, terus mendesak Arjuna. Mendorong Arjuna untuk show up, menunjukkan jati diri darinya di hadapan publik.

“Ini saatnya, Jun. Waktu yang tepat untuk menunjukkan siapa dirimu,” ucap Aditya sambil menatap undangan di tangannya, “Harusnya kamu sudah cukup mengerti, melihat kembali pengalamanmu saat di kapal pesiar dan ceritamu tadi. Tidak semua orangan akan menatapmu dengan pandangan mencemooh. Mungkin... di sana akan ada Ayu-Ayu lainnya. Dalam artian tidak akan memandang sinis wajahmu yang terluka.”

Terdiam sejenak, menerawang jauh memikirkan perkataan Aditya baik-baik. Tidak ada yang salah dari ucapan Aditya saat itu, sebab semua yang ada dipikiran Arjuna adalah sebuah kemungkinan. Kemungkinan dirinya akan dicemooh, kemungkinan dirinya dipandang negatif, kemungkinan dirinya akan jauh lebih terluka jika terus bersembunyi tanpa menampakkan diri, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya yang belum tentu terjadi.

“Ya, mungkin... memang inilah saatnya.” ucap Arjuna yang terdengar ragu, “kamu tahu, Dit? Saat ini aku sungguh menyesal. Andai saja aku lebih berani dan tidak berlagak seperti laki-laki sensitif yang terus dilukai. Aku dan Ayu bisa menjadi dekat lebih awal, sejak dia mulai mengirimiku lukisan berbulan-bulan yang lalu."

Arjuna mengacak rambut hitamnya, sedikit meremas, menyalurkan rasa frustasi yang sudah bercokol di hatinya. Ia merindukan Ayu.

“Segalanya harus diawali, Jun. Sekarang, atau kamu akan menyesal lagi esok hari.” Dengan yakin Aditya mengucapkannya, memastikan Arjuna tidak akan mundur lagi. Dan dibuktikan dengan Arjuna yang kini berada depan jajaran buku-buku karya John Steinbeck yang sudah diterjemahkan, sebelum waktunya ia tampil di atas panggung untuk pertama kali.

Meskipun setengah mati menahan gugup, Arjuna sudah bertekad, ia akan melepas topengnya di atas panggung nanti. Memperkenalkan kepada publik, bahwa inilah dirinya. Arjuna yang lebih dikenal dengan nama Beasty, pria yang pernah dicampakkan hanya kerena luka di wajahnya.

Pandangan orang-orang di sekitarnya tidak terlalu buruk, walaupun ada beberapa mata yang cukup lama memperhatikannya. Namun setelah itu mereka hanya berlalu, bersikap biasa saja dengan topeng yang terpasang di wajah Arjuna meski cukup menarik perhatian.

“Jun. Ayo, sebentar lagi giliranmu naik,” ucap Aditya yang hari ini ikut menemaninya. Dan sempat berpisah saat melihat-lihat buku yang akan dibelinya.

"Ya," tanggap Arjuna cepat. "Dit, nanti anak-anak akan ke sini untuk berbelanja buku. Barangkali aku masih di atas panggung, tolong urus mereka."

"Beres."

Keduanya lalu berjalan menuju belakang panggung, diikuti detak jantung Arjuna yang kian meningkat. Untuk pertama kalinya ia benar-benar akan menunjukkan wajahnya di depan publik. Tanpa topeng yang selalu menemani. Bukan hal mudah, melepas sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan. Namun, ia harus memulai. Mulai menulikan telinga dari tanggapan negatif tentang luka di wajahnya.

Semakin dekat dengan panggung, ada seorang pria yang memperhatikannya dan Aditya.

"Mas Beasty, Persona, ya?"

"Iya, benar." Arjuna menatap pria dihadapannya. Melihat apa reaksi yang pria ini berikan. Ternyata, reaksi pertama dari pria itu cukup baik. Tidak terlihat memicingkan matannya dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Senang sekali Mas bersedia hadir. Saya Andi, penanggung jawab acara bedah buku ini," jelasnya dengan mengulurkan tangan.

"Panggil saja Arjuna dan ini teman saya, Aditya."

Aditya tersenyum menanggapi.

"Baik, Mas. Nanti acara bedah buku Persona akan dipimpin oleh Mas Fajar dan Mbak Niki, sebagai moderator. Untuk hal yang dibahas sudah Mas baca di e-mail?" tanya Andi ramah.

Setelah Arjuna mengkonfirmasi kedatangannya saat itu, ia langsung dihubungi panitia untuk pengarahan acara bedah buku hari ini.

"Sudah saya terima dan saya baca, Mas. Terima kasih sebelumnya." Masih dengan pembawaan tegang Arjuna menanggapi Andi yang menurutnya sangat ramah.

"Baik, Mas. Apabila nanti ada pertanyaan dari peserta yang di luar konteks dan Mas keberatan untuk menjawab atau merasa terganggu, bisa langsung dibicarakan dengan moderatornya."

“Oke. Terima kasih, semoga berjalan dengan lancar.”

“Kalau begitu, silakan naik ke atas panggung."

Arjuna menoleh pada Aditya. "Siap, Bro?” tanya Aditya. Tangannya menepuk keras punggung Arjuna, menyalurkan kekuatan dalam bentuk dukungan. Juna sangat bersyukur, Aditya bersedia menemaninya hari ini. Karena jika sendiri, tidak akan ada yang menahannya bila ia ingin kabur.

“Siap.” Ucapan Arjuna terdengar tegas, lalu sesaat kemudian namanya dipanggil oleh moderator.

Ditengah riuhnya suara tepuk tangan ketika namanya dipanggil, Arjuna memandang banyaknya orang yang ada di hadapannya. Para penikmat tulisannya. Pria itu lalu duduk di kursi yang disediakan.

"Niki, kita beruntung banget karena akhirnya bisa berjumpa dengan sosok penulis misterius yang fenomenal," kata Fajar, sang moderator.

Niki, yang juga bertindak sebagai moderator, menimpali, "Benar sekali. Mungkin Mas Beasty ingin bertegur sapa dengan para hadirin? Kami semua tentu ingin mengenal siapa sebenarnya Mas Beasty."

Arjuna mengangguk. Inilah saatnya.   Dihelanya napas kuat, membulatkan tekad. Jari jemarinya menyusuri belakang kepala, ditariknya simpul tersebut hingga lepas, diikuti dengan sebelah tangannya memegang bagian depan topeng.

Hening terasa selama beberapa detik. Arjuna mengamati wajah para hadirin. Sebagian orang ada yang mengerutkan dahi, seperti ingin menajamkan penglihatan. Melihat lebih jelas, sosok yang berada di atas panggung ini. Dan sebagian lain, terus tersenyum, tidak mempermasalahkan luka yang terdapat di wajahnya.

"Halo, semuanya. Saya Arjuna, tapi lebih sering dikenal sebagai Beasty... "

***

“Permisi,” ucap Lintang yang kini berdiri di belakang seorang pria.

“Iya?” jawab pria itu dengan sedikit terkejut.

Lintang tersenyum, lalu mengulurkan tangannya dan berucap, “Pemaparan Anda sangat mengesankan tadi. Persona memang buku yang menginspirasi.  Oya, perkenalkan. Saya Lintang.”

Terlihat ragu, pria yang sedang memegang topeng di tangan kiri itu menyambut uluran tangannya. “Arjuna.”

“Sepertinya saya pernah melihat Anda sebelum ini,” jelas Lintang. Memperhatikan sosok Arjuna dengan seksama. "Saya mengenali topeng yang tadi Anda pakai."

“Benar... kah?” tanya Arjuna ragu.

Lintang menganggukan kepalanya dengan yakin, “Anda ikut dalam perjalanan kapal pesiar Ocean Dream beberapa waktu lalu, kan?”

Saat dalam kapal pesiar, Lintang pernah melihat sosok Arjuna, topeng yang digunakannya sempat menarik perhatiannya.

Dirinya terkejut, ketika sosok Beasty yang dengan santainya membahas buku Persona tadi adalah orang yang pernah dilihatnya. Maka dari itu setelah melihat Beasty keluar dari ruang tunggu yang disediakan panitia, ia langsung menghampiri.

“Iya, benar. Saya ikut dalam perjalanan itu,” jawab Arjuna.

"Tapi, mengapa Anda tidak hadir untuk menerima penghargaan Prosa Terpuji pada Malam Anugerah Sastra? Padahal Anda ada di kapal itu?"

Arjuna terlihat diam beberapa saat, lalu mengusap tengkuknya dengan kikuk. "Oh, saat itu saya sedang sakit perut," jawabnya sambil tertawa kecil. "Terkadang musibah kecil justru terjadi di saat-saat yang sangat penting."

Lintang menanggapi dengan senyuman.

“Ah, saya ingat Anda," seru Arjuna tiba-tiba. "Anda yang membawa buku East of Eden saat itu?”

Senyum di wajah Lintang semakin terkembang, “Benar sekali. Bagaimana bisa tahu saya membawa buku itu?”

“Saya melihatnya saat menaiki kapal. Saat tidak sengaja melihat judul novel itu, saya tertarik dan sedikit penasaran dengan orang yang membawa-bawa buku itu.”

“Anda penggemar Steinbeck juga?”

“Kurang lebih, bisa dibilang begitu,” jawab Arjuna.

Merasa terhubung dengan Arjuna. Lintang semakin semangat membahas penulis kesukaannya dengan pria yang berdiri di hadapannya ini. Bahkan tanpa sadar sapaan 'Anda' yang terkesan formal dan kaku telah hilang di antara mereka.

“Buku mana yang jadi kesukanmu? The Grapes of Wrath? East of Eden? Atau ... Of Mice and Men?

“Tepat, Of Mice and Men. Steinbeck memang paling juara untuk urusan kritik sosial.” Arjuna terlihat bersemangat saat menjawabnya.

“Setuju. Pekerjaannya sebagai buruh membuat Steinbeck memahami betul permasalahan kaum buruh migran di masanya." Lintang menganggukkan kepalanya. "Ah, maaf, boleh aku meminta nomor ponsel? Siapa tahu aku ingin bertanya-tanya tentang dunia kepenulisan."

"Tentu saja." Juna mengeluarkan kartu nama dan memberikannya pada Lintang.  "Saya juga akan mengisi sesi mentoring kepenulisan besok. Kamu ikut?"

"Jelas."

Keduanya terlibat percakapan yang cukup kompleks. Sebagai penulis pemula dan penikmat seni, Lintang semakin tertarik dengan pengetahuan Arjuna. Meskipun pria dengan luka di separuh  wajahnya ini cukup kikuk, tapi tidak bisa menutupi minatnya pada dunia sastra. Dilihat dari jawaban-jawaban yang dilontarkannya.

Cukup lama berbincang-bincang, Lintang merasakan tepukan di pundak kirinya. "Lintang, ayo kita kembali ke hotel," ucap lembut seorang wanita dengan gigi gingsul yang selalu menarik perhatiannya.

"Hai," seru Lintang. Dengan semangat ia mengenalkan teman barunya. "Ayu, kenalkan. Arjuna, Beasty, penulis Persona, buku kesukaanmu," jelas Lintang kepada Ayu yang kini hanya terdiam melihat ke arah Arjuna. "Dan ini Ayu, tunanganku."

Ada jeda cukup lama sebelum Ayu dan Arjuna saling bersalaman. Jeda yang diisi oleh keterpanaan Arjuna dan wajah berseri-seri Ayu.  Lintang mulai bertanya-tanya. Mengapa keduanya tidak menanggapi apapun?

"Ayu?" panggil Lintang. Menatap lekat wajah wanitanya yang terdiam, dengan semburat merah di kedua pipinya.

Ada apa ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro