#5. Beauty :What's wrong with me?
Song : Don't Tell Me by Avril Lavgine
***
Aku bingung. Bukankah orang patah hati biasanya akan menangis selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari? Tapi kenapa aku hanya butuh beberapa menit untuk melenyapkan rasa sakit itu?
Ada di pelukan Harry, itu berarti sesuatu untukku. Aku merasa aman, dan rasa sakit karena tingkah Sean dan Vanessa musnah. Yang aku ingat hanyalah bagaimana pipiku memerah di cuaca yang cukup dingin, jantungku berdetak tak terkendali, dan ada seperti jutaan kupu-kupu yang menari liar di perutku. Sensasi yang tidak pernah aku rasakan, bahkan saat bersama Sean.
God, aku masih waras, kan?
Tidak mungkin aku menyukai Harry!
Tapi tadi kenapa semua hal terasa begitu tepat? Aku bahkan ingin merasakan bibir Harry yang terasa sangat lembut itu lagi. Aku rela memeluk tubuhnya berjam-jam karena harum tubuhnya menjadi relaksasi sendiri belum lagi detak jantungnya yang menjadi musik indah di kupingku. Jantung kita memainkan nada yang sama, kencang, cepat, tak beraturan, menggila.
Hell, ada apa denganku!!!
Ini salah. Well, mungkin saja karena terbawa situasi aku menjadi seperti itu. Aku baru patah hati, aku butuh ketenangan, dan kebetulan Harry ada disana. Jadi wajar-wajar saja aku menerima pelukan dan ciuman dia, sayangnya aku terbawa oleh rasa itu sampai sekarang di tengah malam. Jam 12 malam aku belum tidur. Ini rekor hebat. Tapi hal buruknya adalah otakku selalu diisi oleh Harry.
Aku mencoba menyangkal tapi sisi lain hatiku malah senang dengan fakta itu. Aku bahkan berharap Harry akan muncul besok pagi seperti biasanya tapi tidak dengan alasan mencari Summer, aku mau Harry datang untuk bertemu denganku. Ya... aku tahu ini gila. Harry ada jauh sekali di bawah tipeku. Dia itu penjahat kelamin, demi Tuhan!
Oke... baiklah Maddy... dia itu buruk. Apa jadinya kalau aku bersama dengan dia? Aku bukan wanita super kuat yang rela lelakinya suka main wanita lain. Harry itu bastard... dia bajingan. Hobi dia main wanita, minum alkohol, dan sudah pasti memakai narkoba. Aku bersumpah pada Dad tidak akan terbawa pergaulan yang salah. Aku tidak mau masa depanku hancur karena salah memilih teman apalagi tambatan hati. Ya... baiklah... lupakan Harry. Dia tidak berhak ada di pikiranku. Dia terlalu kotor.
Kalau aku harus mencari pengganti Sean, haruslah orang itu sangat baik, sopan terhadap wanita, pintar, dan gentleman. Mungkin kalau aku sedikit berbaur dengan anak-anak lain, aku bisa mendapatkan tipe laki-laki yang aku cari. Look, aku sekarang ada di Harvard, gudangnya anak pintar dengan masa depan cerah. Omong-omong aku penasaran apa mungkin orang seberandalan Summer dan Harry itu punya otak? Mereka masuk tiga besar sekolah terbaik di Amerika bahkan dunia tapi mereka bertingkah seperti anak-anak peringkat bawah tidak punya masa depan. Aku jadi bingung sekarang.
Nyatanya kebingungan itu akhirnya sukses menjadi penyelamatku untuk jatuh tertidur. Siapa yang sangka ternyata di mimpi pun aku kembali memimpikan anak itu. Mimpi yang sangat aneh. Aku melihat Harry dan aku kembali berpelukan dan berciuman tapi dengan suasana serba putih khas pernikahan. Gila....Gila... Nonsense. Semoga saja mimpi itu tidak akan pernah menjadi kenyataan. Semoga aku kembali waras.
***
Apa aku harus bersyukur atau bersedih karena tak ada Harry yang biasanya hadir di kamarku tanpa diundang? Yang ada hanyalah Summer dan er-- kekasihnya?
Mereka tampak semangat berciuman. Tapi laki-laki pirang itu menghentikan ciumannya ketika melihat keberadaanku dan menghadirkan senyum maafnya padaku. Nah, yang seperti ini aku suka. Dia baik dan sopan, tidak seperti Harry yang mencium Summer seperti tengah memperkosa anak itu saja.
Hatiku jadi geram karena mengingat hal itu. Oh ayolah... aku telat untuk cemburu. Toh buat apa aku cemburu? Aku dan Harry sampai seratus tahun pun tidak akan pernah menjadi satu. Aku tidak menyukainya. Sama sekali. Ya, semoga saja.
"Jadi, kau bernama Maddy?" tanya pria itu setelah tinggal kita berdua di tempat ini. Summer memilih untuk mandi dan bersiap.
"Ya... dan uhm... well... siapa namamu?"
"Chase. Chase Shelton."
"Kau kuliah di Harvard juga?"
"Ya. Kedokteran."
"Er... bukankah tempat itu lumayan jauh dari tempat ini?"
"Tak apa. Aku hanya ingin melihat kondisi tunanganku."
Aku melotot. Jadi mereka sudah bertunangan? Oh, kasihan sekali pria ini. Mereka sudah bertunangan tapi disini kekasihnya malah hobi bermain dengan tubuh pria lain yang bernama Harry Styles. Pria ini sangat baik, dia sopan, dia gentleman, dia pintar, oh Tuhan... semua yang aku cari ada di pria ini!
"Tunangan? Bukankah kalian masih terlalu muda untuk hal itu?"
"Aku bahkan berencana menikahi Summer tak lama lagi. Sebelum aku disibukkan dengan Tugas-tugas ku menjadi dokter magang."
"Oh... well....Dan Summer mau menikahimu di usia yang semuda itu?"
"Ya. Buktinya kita tunangan." katanya memamerkan cincin di jari manis tangan kirinya. Chase tampak sangat bahagia. Oh, aku makin iba dengan pria ini.
Lalu tak lama kemudian muncul satu tamu lagi. Dia mengetuk pintu cukup tak sabar, aku tahu itu pasti Harry. Dasar pria tidak tahu sopan santun!
Harry berdiri di depan pintu memamerkan senyum pamungkas dia yang ugh manis sekali. Gosh, what's wrong with me?
Aku bahkan tak menjerit histeris saat bibir Harry mengecup bibirku singkat sebelum masuk ke ruanganku seakan dia pemilik rumah ini. Aku boleh dibilang menyukai sensasi kecupan itu, walaupun singkat tapi menyenangkan. Ya, ya... aku tahu aku gila. God, maafkan aku Dad!
"Kalian sedang berhubungan?" tanya Chase. Jawaban Harry adalah senyum paling lebar dan merangkul tubuhku. Lagi-lagi aku tidak berontak. Tuhan... sadarkan aku sekarang! Kenapa aku diam saja? Kemana diriku yang punya ribuan kalimat buruk pada Harry?
"Wow. That's great!" Kata Chase tulus sekali.
Aku semakin tidak tega pada pria ini. Dia ramah sekali pada Harry seakan mereka teman lama. Atau mungkin saja mereka memang berteman sudah sangat lama? Harry dan Chase punya interaksi yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang baru kenal satu atau dua minggu. Mereka pasti teman lama! Jadi Harry berkhianat pada temannya? Dia sudah tahu Summer milik temannya dan dia malah memuaskan dahaga seksual dia di belakang Chase?
Nilai Harry berkurang seratus! Aku jadi kembali jijik dengannya. Aku melepas rangkulan tangan Harry dan melemparkan pandangan yang paling galak yang aku bisa walaupun pada akhirnya aku melemah karena tak kuat melihat senyum Harry. Geez, I'm positive out of my mind! I am nuts!
"Bagaimana kalau kita double date akhir pekan nanti? Bukankah akan terdengar menyenangkan?"
"Tentu saja, Chase."
Hell... double date? Aku bahkan belum pacaran dengan Harry!
"Aku tidak mau."
"Kenapa?"
Seketika itu Summer datang dengan rambut yang masih belum keringnya. Dia agak kaget melihat aku dan Harry yang cukup dekat.
Aku melihat tatapan mata Summer yang tak begitu menyukai situasi ini. Nah... tidak boleh... Summer tidak boleh menyukai Harry. Demi Tuhan dia sudah punya tunangan!
Aku harus membuat Harry tidak bermain nakal lagi dengan Summer. Well, walaupun aku rugi tapi aku melakukan ini demi kebaikan Chase. Dia layak mendapat kebahagiaan, Summer harus bersama dengan dia. Summer pasti akan menjadi gadis yang baik kalau bersama Chase. Harry ini membawa hawa buruk tapi aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku ini wanita pintar. Aku tidak akan luluh dan mengabulkan apa yang Harry mau. Toh aku mendekati Harry murni karena ingin menjauhkan Summer dari Harry.
"Oh, baiklah. Ayo kita double date." Kataku pada akhirnya.
"Well... kalian sudah pacaran?"
"Ya!" Aku tahu aktingku pasti buruk tapi Harry berhasil mengatasi itu semua dengan bibirnya yang kembali mengecap bibirku.
Aku lupa waktu dan situasi. Aku hanya peduli dengan ciuman Harry yang makin lama semakin agresif. Rasanya begitu tepat dan menyenangkan. Kalau bukan karena suara dehaman kencang Summer entah apa yang sudah akan kita lakukan! Ya Tuhan... baru tadi aku berjanji tidak akan jatuh pada magnet sensual Harry tapi sekarang aku malah persis seperti tingkah jalang Summer.
"Well... I'm happy about you two." Ucapan dia tidak sinkron dengan nada yang dia keluarkan. Begitu ketus dan dingin. Hanya orang buta dan tuli yang tidak tahu dia memasang sikap apa. Summer ini cemburu!
"Aku senang kau mengubah prinsip tidak berkencanmu itu, Haz." kata Chase.
"Aku berubah." katanya yang tak berhenti mengusap lengan tanganku sangat amat lembut. Tuhan, pria ini tahu cara memperlakukan wanita!
"It settle then. Kita berempat akan double date akhir pekan nanti."
Aku lalu ditarik oleh Harry untuk keluar dari kamar asramaku. "Lepaskan, aku bisa jalan sendiri."
Harry melepaskan tanganku tapi tidak dengan tubuhku. Dia mendorongku hingga punggungku hingga bergesekan dengan dinding salah satu koridor yang sedang sepi. Dia mengurung tubuhku dengan tubuhnya. Dia memenjarakan mataku lewat tatapan buasnya. Apa yang anak ini mau?
Tanpa pakai lama, Harry kembali menciumku tak terkendali. Mulutku terbuka menerima bibir dan lidah dia secara penuh. Aku pasrah di bawah kuasanya. Aku tahu aku jalang, tapi aku tidak menyangkal Harry hebat dalam hal ini. Ketika tangan dia sudah mulai menjelajah badanku barulah aku memalingkan wajah, tidak secepat itu, asshole.
"Jadi, kita berkencan sekarang?"
Aku menggeleng, "Nope."
"Lalu?"
"Well... I don't know either."
"Baiklah." Dia mengusap pipiku dengan kedua tangannya. Sekali lagi ingin mendaratkan bibirnya pada bibirku tapi untung aku sudah bisa mengendalikan diri. Aku memalingkan wajah menghindar, lalu mendorong Harry dari tubuhku.
Aku berlari masuk kembali ke kamarku dan mengunci diriku di dalam kamar mandi. Aku sudah kotor, aku butuh membersihkan diri. Kalau lama-lama aku bersikap seperti ini, Harry akan memanfaatkan kelemahanku. Aku yang punya tubuh ini, aku yang harus memegang kendali. Aku harus punya harga diri tinggi. Aku ini bukan wanita murahan. Well, nanti kalau Harry berani mendekatiku dengan cara itu lagi, aku harus bisa menamparnya. Aku tidak bisa dilecehkan terus-menerus. Hah, pelecehan? Apa memang ini pelecehan seksual kalau aku menikmati setiap sentuhan Harry?
Tuhan... aku tidak tahu apa yang terjadi dengan tubuh dan otakku. Aku benar-benar sudah gila sekarang!
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro