Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#1. Beauty : I Hate Him At the First Sight

Aku mematut wajahku di cermin, rasanya menyenangkan sekali melihat pantulan di kaca itu tersenyum. Semakin memperindah wajahku. Aku mengoleskan lipstick berwarna natural sebagai sentuhan terakhir yang membuat wajahku semakin berseri.

"Gosh, look at me! I'm so beautiful." Kataku pada kaca dan mulai memajukan bibir untuk mencium pantulan wajahku dari jauh.

Semua orang bilang kalau aku cantik, jadi aku juga berhak memuji diriku sendiri. Mungkin sedikit narsistik tapi siapa peduli, yang paling utama hanya ada satu hal : aku cantik.

Cantik yang juga dibarengi cantik otak. Aku tidak mau menjadi barisan wanita bertampang indah tapi berotak kosong. Aku ingin segala hal di dalam diriku sempurna. Jadi, aku berusaha untuk belajar. Hingga akhirnya aku berhasil menembus persaingan yang cukup sulit di Harvard Law School! Ya, kalian tidak salah membaca. Aku masuk universitas nomor satu dunia itu!

Rasanya masuk kesana seperti menang judi di Vegas. Inilah yang menyenangkan menjadi anak pintar, berhasil mencapai suatu tujuan tapi belum puas sampai titik darah penghabisan.

Aku mengambil jurusan hukum. Bukan tanpa alasan karena aku memang suka dunia itu sejak kecil. Ibu dan Ayahku berasal dari dunia hukum. Ayahku bahkan masih menjadi Partner di biro hukum ternama New York sampai detik ini. Sedang ibuku juga bekerja di biro yang sama dengan Ayahku. Dulu. Karena sekarang ibuku sudah tenang di alam berbeda.

Ibuku meninggal sesaat setelah melahirkan aku. Kehamilan ibuku lemah dan ibuku tetap memaksakan diri untuk tetap bekerja di biro sampai tengah malam. Associate memang dipaksa untuk terus berperang dengan jadwal tabungan jam. Karena semakin lama kita bekerja, semakin bertambah pundi-pundi kita, dan yang penting makin membuka lebar jalur kita menjadi seorang Partner.

Ibuku tidak mau berhenti bekerja, walaupun sudah ayah peringati. Mereka bahkan bertengkar terus karena hal itu. Tapi ayah mengalah. Ibuku terlalu perfeksionis dan tidak mau dianggap lemah oleh orang yang merendahkannya sebagai satu-satunya Associate wanita di biro itu.

Tapi ibuku akhirnya kewalahan. Mungkin waktu di dalam perut, aku protes pada ibuku. Hingga baru masuk bulan ketujuh, aku dipaksa harus dikeluarkan. Aku lahir prematur, dan aku juga kehilangan ibuku di saat bersamaan.

"Mom... bagaimana aku hari ini? Aku cantik sepertimu, 'kan?" tanyaku pada bingkai foto yang tersebar di meja riasku. Di foto ibuku tampak cantik dengan gaun putih dan perut yang buncit.

Aku mencium foto itu dalam-dalam. Memang rasanya tidak nyaman karena tidak pernah tahu bagaimana punya seorang ibu. Tapi aku beruntung masih punya ayah yang begitu luar biasa. Beliau sangat setia dengan pasangannya, bayangkan dia tetap tidak melirik wanita lain setelah kematian ibu!

Aku mengeluarkan ponselku dan langsung menghubungi Dad lewat video call.

"Dad..." Aku melambaikan tangan bersemangat ke arah ponselku. Disana Dad pun membalas lambaian tanganku. "How do I look today?"

"Beautiful. As always."

"I know. Aku mirip sekali dengan Mom, bukan?"

"Tentu. Kau anaknya. Sudahkah kau mencium Mom hari ini?"

"Mom selalu menjadi prioritas utamaku, Dad."

"Kau benar-benar mirip ibumu, kecuali..."

"Kecuali apa?!" tanyaku penasaran sekaligus tidak terima. Aku ingin sepenuhnya mirip ibuku.

"Kecuali tingkah manjamu. Mom tidak pernah manja."

Bibirku semakin tertekuk. "Aku tidak manja, Dad.  Aku bahkan tinggal sendiri di tempat ini."

"Omong-omong bagaimana asramamu? Bagaimana roomate-mu? Apakah dia menyulitkanmu? Apakah kau menyulitkan dia?"

"Dad, please stop it. Roomate ku tidak datang kemarin. Mungkin hari ini baru datang."

Panjang umur. Pintu ruangan ku tiba-tiba terbuka. Ada seorang perempuan tengah memeluk leher laki-laki berambut panjang. Dengan ganasnya perempuan itu mencium bibir si laki-laki. Karena tidak mau Dad melihat hal tidak pantas ini, aku langsung mematikan hubungan. Aku bahkan tidak sempat berpamitan dengan Dad.

Lagipula, apa yang mereka perbuat disini? Mereka akan mesum? Di kamar ini? Di depan aku? Tidak akan bisa! Aku tidak akan membiarkan tindakan asusila merajalela di tempatku.

Jadi dengan kasar aku menarik tubuh si wanita agar menjauh dari sang pria. Si wanita sepertinya tengah mabuk, tapi si pria tidak. Jadi, urusanku hanya dengan si pria saja.

"Sebaiknya kau keluar."

Pria itu masih bergeming di tempat. Dengan sangat tidak sopan, dia malah duduk di tempat tidur milik teman sekamarku. Dan yang lebih menyebalkan teman sekamarku malah naik ke pangkuan si pria, kembali memberi ciuman ganas beserta desahan menjijikannya.

"Freaking Hell! Kalian benar-benar keterlaluan!"

Aku menarik kembali gadis itu untuk menjauh dari si pria. Gadis itu sempat memberontak tapi karena dia sedang mabuk, dia akhirnya limbung. Dan yang paling parah... aku dimuntahi!!!

Aku... aku yang cantik. Aku yang sudah memaksimalkan kecantikanku selama setengah jam ini. Aku yang sudah memilih outfit sempurna untuk hari pertama kuliahku. Aku dimuntahi oleh teman sekamarku. Kejadian yang sangat luar biasa!

Dan yang paling menyebalkan adalah si pria mesum itu tertawa melihat keadaanku yang sangat kacau ini. Lihat saja, kalau nanti teman sekamarku ini bangun aku pasti akan balas dendam. Dan untuk pria yang ada di depanku ini, cukup satu tamparan kencang rasanya cukup.

Tawa pria itu berhenti dan memperhatikanku dengan pandangan aneh. Tapi aku tidak mau peduli lagi, aku hanya harus mengganti pakaian, mengoleskan make up di wajahku, dan meninggalkan kamar beserta dua orang pervert ini. Cobaan pertama di awal masuk ke universitas.  Semoga saja cobaan ini berhenti sampai disini. Semoga dewi kesialan tidak sedang membuntutiku sekarang.

Begitu keluar dari kamar mandi, ternyata laki-laki itu sudah pergi. Teman sekamarku yang cukup cantik itu tidur seperti posisi bintang laut. Tangan dan kakinya terbuka lebar dengan mulut yang juga terbuka. Semoga saja aku tidak akan pernah tidur dalam posisi itu. Memalukan sekali.

Saat di meja rias aku menemukan benda baru, yaitu secarik kertas yang berisikan tulisan tangan seseorang.

You're so sexy.
I love your ass and your boobs. Can't wait to touch and playing both.
But the most important thing, I love your voice when you get angry.

[H.S]

Kertas tak berguna. Langsung saja aku remas dan buang ke tempat dia bersama teman-temannya, tempat sampah. Dasar bastard!!!

***

Kuliahku berjalan cukup lancar hari ini. Aku menikmati belajarnya, aku menikmati suasananya, dan aku menikmati semua orang yang menyebutku cantik. Mereka menaikkan moodku hingga aku bahkan lupa kejadian tadi pagi.

Ponselku berdering. Agak kewalahan aku mengambilnya karena ada di tas ku sedangkan tanganku menenteng dua buku tebal yang baru saja aku pinjam dari perpustakaan. Tapi tiba-tiba saja tanganku menjadi ringan sehingga aku bisa mengambil ponsel tanpa repot. Aku mendongak dan kaget karena buku yang tadi aku pegang berpindah ke tangan laki-laki brengsek yang membuat pagi hariku kacau.

"Kau masuk fakultas hukum? Kau juniorku berarti."

Another hell. Astaga... apakah ada yang lebih buruk dari ini? Kenapa aku harus terus diberi bencana lengkap dengan iblisnya seperti ini!

Aku mengambil paksa bukuku dan pergi. Aku marah sekali, kenapa masa terbahagiaku di Harvard harus terganggu karena satu makhluk mesum itu. Dan lagi, kenapa anak seperti ini bisa masuk ke Harvard? Dia terlihat tidak punya otak. Bahkan kalaupun punya, aku yakin kalau otak itu dibedah isinya hanya hal-hal berbau porno.

Ponselku kembali berdering. Di layar tertera nama yang biasanya selalu membuat senyumku mengembang. Tapi tidak untuk kali ini, karena ulah si iblis tadi!

"Ada apa, Sean?" tanyaku terdengar begitu ketus.

"Hey, what's wrong? Anything bad happen?"

"More than bad. It's hell!"

"Tell me."

"Sudahlah, Sean. Tidak penting. Kau kenapa menelpon?"

"Aku hanya merindukanmu."

Sean, kekasihku selama lima tahun ini sedang tidak berada di Amerika. Dia pergi ke Paris sejak sebulan lalu. Sean adalah seoran model dengan karir yang sangat cemerlang. Aku mengenal Sean sejak kita masih sangat kecil. Dan aku menjalin hubungan dengan Sean baru setelah kita sedikit beranjak remaja. Aku sangat mencintai kekasihku ini. Dia mengingatkanku seperti ayah. Dia calon suami potensial. Hampir sempurna di segala hal.

Aku yakin dia akan setia padaku sampai mati. Sama seperti yang Dad lakukan pada Mom.
Beruntungnya aku memiliki dia.

"Aku juga merindukanmu. I love you."

"I love you... Sial, aku ingin memelukmu sekarang!"

Bibirku terangkat ke atas. Mood burukku hilang karena mendengar suara Sean. Gosh, I love him so fucking much. Aku juga ingin memeluknya sekarang. Harum tubuhnya adalah favoritku. Membuatku tenang dan nyaman.

"Kau sudah punya kekasih?"

Aku memalingkan muka dan melihat si pria brengsek sudah ada di kursi taman sebelahku. Moodku yang sudah normal setelah mendapat asupan cinta dari kekasihku menjadi buruk lagi. Apa sebenarnya mau pria ini? Apa dia mau menebar pesona padaku? Ck, tidak akan bisa! Level pria ku terlalu tinggi. Well, memang secara wajah dia lumayan tapi secara perilaku nilainya sudah minus ratusan.

"Apa maumu?"

"I want you." jawabnya asal. Dia memang tidak punya otak.

"I do have a boyfriend."

"So?"

Aku menahan kesal, "I love him. Dan maaf saja, aku tidak tertarik padamu."

Anak itu malah tertawa lalu tangan usilnya mengacak rambutku. Aku histeris. Rambut yang menjadi penyeimbang wajah cantikku tatanannya dirusak tanpa perasaan.

Selamat kau, bastard... nilai kau sudah minus ribuan.

***
A/ N :

Another story.
Hope you'll like it

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro