11 | Can't Run. Can Only Be Silent
Heyooo... udah sampai sini... gimana menurut kalian? Aku mau tau pendapat kalian, to be honest:)
Zaman sekarang udah gak ada dong ya silent readers??👀 thank you ya buat yang udah munculin dirinya lewat vote or komen🥹❤️
Oh iya, kenalin, ini Kim Seokgyu Carmisha... walopun ngeselin tapi baek baek ya sama anak sulungnya Carmisha's🥰
***
"Bagaimana keadaanmu?" Seokgyu bicara ringan setelah menurunkan kaus putih dari gantungan, lalu ia bicara lagi, "maaf untuk yang semalam ... aku nggak bisa tidur memikirkan reaksimu dan kondisi fisik yang kurang baik, maaf."
Aku menghela napas panjang lalu berdehem. Bukan menyepelekan permohonan maafnya, ini hanya bawaan rasa kantuk yang masih masih menggelayuti. Lagipula, sedikitnya aku mengerti apa yang ada di kepalanya. Kecuali kegiatan suap, untuk itu butuh waktu untuk memaafkan.
Sejatinya, aku tidak bisa marah terlalu lama pada Gyu. Deritanya jelas membangun pribadi pria tiga puluh tahun itu jadi seperti es, denial, impulsif, dan over protectif. Biar bagaimanapun aku bersyukur Seokgyu masih bertahan di dunia dan dukungannya masih terasa tulus.
Dialah yang jadi satu-satunya keluarga di pihakku.
"Kamu tidur nyenyak, kan?" tanyanya dengan mata sayu.
Kalau dia bilang tidak bisa tidur, aku pun tidak bisa. Menangisi nenek semalaman sampai mataku bengkak.
Wangi minyak aromaterapi Bergamot; citrus yang manis dan ekstrak dari pohon jeruk Bergamia, biasa dipakai nenek setiap habis mandi, wanginya memenuhi ruang kamar seolah menegaskan siapa pemilik ruang ini. Kepalaku tidak bisa berhenti mengingat kenangan saat kita berinteraksi.
"Seozee, kamu dengar aku?" Seokgyu menyentuh bahuku tanpa menaikkan nada suaranya, masih terdengar datar seperti khasnya.
"Iya, sudah kumaafkan. Tapi, asal kamu tahu, kamu telah menusukku dengan kegiatan suap itu ... jadi, lain kali hati-hati," jawabku sama datarnya.
Lelaki itu tidak lagi menjawab dan aku pun tidak berniat bicara banyak dengannya. Hingga kami membiarkan keheningan menguasai suasana, bergelut dengan pikiran masing-masing.
Aku meregangkan tubuh, menarik otot-otot kaku pada tubuh. Omong-omong aku merasa baru memejamkan mata sebentar tahunya sudah pagi. Lelah terlalu mengukung diriku, aku merasa badanku pegal semua. Serasa habis ngegym terlalu keras.
"Kamu ... sudah berapa lama berkencan dengan Jaehwa?" Tanya Seokgyu dengan topik lain.
Aku meringsut malas masuk kembali ke dalam selimut, "Sembilan bulan tepatnya," jawabku dari balik pelukan bantal.
"Jaehwa sudah pulang sebelum fajar." Kepalaku menyembul keluar lagi dari selimut. Kali ini membuat tubuhku benar-benar bangun dan duduk.
"Pulang?" Mataku mengerjab menghilangkan sisa kantuk.
Gyu menepuk-nepuk kakiku seraya memberiku ketenangan, "Ada sasaeng yang menemui kalian, sialnya dia menyebar foto hasil tangkapannya."
Mataku melebar nyaris keluar dari kelopak. Detik itu juga pacu jantungku memompa lebih cepat, "Salah satu sasaeng yang ada di daftar?"
"Jadwal variety show yang kamu bintangi sudah update delay penayangan. Mengetahui hal itu, satu sasaeng membuntuti kalian sampai di pemakaman, pria itu meminta bahkan memaksa pihak keamanan untuk masuk ke ruang pemakaman," jeda Gyu menghela nafas.
"Dia berhasil diamankan dan kami mengancam akan membawanya ke jalur hukum bila melakukan hal berbahaya pada kalian dan privasi kalian, tapi ternyata pria itu telah menyebar potret kamu dan Jaehwa di gedung terminal. Ini ... di luar kendaliku, maaf."
Penjelasan Gyu membuat lidahku mendadak kelu. Aku bingung, takut, dan kesal. Tapi mendengar Gyu meminta maaf, seakan meredam semuanya sejenak.
"Tidak perlu minta maaf, Oppa, bukan kamu yang harusnya pegang kendali atas itu, aku akan marah jika kamu menyalahkan dirimu. Toh, netizen sudah tahu kami berdua dekat, apa tidak bisa didiamkan saja?"
Seokgyu mendecak, "Aduh, kamu kayak tidak tahu seramnya fans idol saja. Fans aktor dan idol itu jauh berbeda. Dengar, namamu trending di Twitter juga masuk urutan teratas di pencarian Naver, jadi jangan buka media sosial dulu. XYG entertainment masih diam, manajer Joon juga berharap cepat bertemu kamu, mereka ingin membicarakannya denganmu," lelaki itu menatapku lekat.
"Tapi Agensi Jaehwa sudah mengeluarkan statement kalau kalian hanya teman, kabarnya Seok Yoo dan Ha Joon sedang aktif menanggapi banyak komentar penggemar di Weverse dan Instagram untuk pengalihan," lanjutnya.
"Apa itu akan berpengaruh?" Kepalaku mendongak menatap langit-langit kamar.
Lihat bagaimana semesta tidak membiarkan pikiranku berhenti sebentar. Mungkin memang begini cara kerjanya.
"Maafkan aku jadinya sampai seperti ini," ungkap Seokgyu lagi.
Tepat sekali. Pikiranku sedang berputar di sana.
Aku menghela napas terang-terangan. Ingin sekali menyalahkannya habis-habisan. Marah sampai kehabisan napas karena tindakan Seokgyu. Kalau saja Seokgyu tidak membawa Jaehwa sampai menyuap Agensi, ini tidak akan terjadi.
Aku tahu, sebanyak apapun aku berandai-andai, itu bukan solusi, justru menambah beban pikiran. Tapi pikiranku memang masih jelek. Belum ada solusi apapun di kepala selain diam.
Belum lagi aku harus bersiap dengan omelan ketika pulang ke Seoul dan bertemu atasan. Kemungkinan paling jelek adalah mereka memaksaku untuk putus dengan Jaehwa.
"Jaehwa pulang dengan penerbangan komersial?"
"Jet pribadi yang kemarin kalian gunakan," jawab Seokgyu cepat. "Aku perlu memastikan bahwa dia aman sekaligus mengurangi sorotan lebih banyak," lanjutnya tenang.
Aku mengurut pelipis kananku, tiba-tiba rasa nyeri menyalir di dalamnya.
Seokgyu mengibas rambutnya kemudian menarik napas dan ia hembuskan perlahan, "Zee, pakai aku sebagai tamengmu."
Dahiku mengerut tidak mengerti, "Kamu menyuruhku berlindung di balik punggungmu? Lalu kamu akan jadi siapa di depanku?"
"Untuk sementara, pasti lelaki tidak dikenal," Seokgyu mengedikkan bahu seolah ia mengatakan hal yang mudah dilakukan.
Dia mulai lagi.
"Tidak dikenal? Kamu benar-benar tidak dengarkan ayah bicara ya tadi malam? Namamu tercatat dalam majalah Forbes sebagai pebisnis muda sukses," ucapku dengan penekanan di setiap kata setelah pertanyaanku. Mata serigalaku memicing galak ke arahnya.
Dia memutar bola matanya sekilas, "Aku tahu. Tapi siapa yang tahu kalau aku adalah kakak kandungmu? Siapa yang tahu kalau kamu adalah anak dari pemilik G.Mish corp? Kudengar orang yang pertama kali menarikmu ke Korea saja baru tahu, staf Jeonghye. Apa ... Jaehwa juga baru tahu?"
Tumben sekali dia cepat tersulut emosi.
Nada bicaranya sungguh membuatku ingin menendangnya dari kasur. "Jangan seperti ini, Oppa," kataku nyaris bergetar.
Aku sedang berusaha keras menahan amarah dan mengumpat kasar di depan hidungnya. Baru saja aku memaklumi banyak kekurangannya namun dia memang tidak bisa dikasih hati banyak-banyak.
"Tolong dengarkan aku ... kumohon, jangan banyak bertindak, oke?" Aku mengangguk-angguk menyetujui hal yang baru saja terlintas di kepala, melayangkan pandangan ke arah lain. Kemudian melanjutkan, "mungkin kamu bisa bayar Dispatch, memerintah mereka memotret kita sedang jalan rangkulan, menutup beritaku dan Jaehwa dengan mengangkat namamu,
"Tapi apa kamu sudah memikirkan dampak setelah itu? Setelah identitas aslimu kebuka, setelah publik tahu kamu adalah keluargaku, apa kamu sudah berpikir kalau berita sebelumnya bisa naik lagi dan namaku bisa dicap penipu?"
Dia memilih bungkam, menatapku lekat tanpa menurunkan raut kekesalannya.
"Oppa ... lima tahun aku menyembunyikan identitas keluarga, lalu kamu ingin membukanya dengan menghancurkan namaku seperti itu?"
"Yang disembunyikan tidak akan benar-benar tersembunyi, Zee. Akan ada saatnya semua terbongkar," jawabnya kembali dengan nada suara yang berat dan tenang.
Aku menghela napas sekali lagi, "Aku takut, Oppa. Pokoknya jangan lakukan apapun. Kumohon. Sekarang bukankah diam saja sudah cukup?" Kelopak mataku mulai dipenuhi air mata.
Tarikan napasku menegaskan kalau aku berharap tidak ada lagi percekcokan di pagi hari.
Seokgyu bangun dari duduknya, "Bersiaplah untuk pulang sore ini. Aku akan menemanimu di Seoul."
Seketika mataku membesar bersamaan dengan detak jantung yang memompa kencang dan membuat napasku hilang sejenak.
"Tolong jangan bercanda soal ini!" tekanku untuk meyakinkan diri. Dia tidak perlu bercanda dengan perkataan itu. Aku serius.
Sembilan tahun. Seokgyu telah meninggalkan Seoul tanpa menyentuhnya sedikit pun sampai menolak jika ada kerja sama bisnis di Seoul. Bahkan meski aku sakit. Keputusannya untuk tinggal di Gwangju bukan hanya karena amukan Ayah padaku.
Dia punya kenangan pahit yang membuatnya muak bila berada di daerah kota itu.
"Apa pantas bercanda disaat seperti ini?"
Tubuhku menjungkal ke pelukan Gyu setelah mencengkram lengan kaos putihnya. Tidak kuasa menahan rasa senang memenuhi rongga dadaku. Sampai tidak sadar kapan jatuhnya bulir air dari ujung kelopak mata.
Tunggu, apa itu artinya dia sudah berdamai dengan dirinya sendiri?
Ini benar- benar pagi yang cerah. Bahkan cahaya dari luar gorden memaksa menerobos melalui sela- sela, memerintahku untuk cepat membuka gorden lebih lebar. Untuk memperlihatkan mentari ikut bahagia bersamaku. Setidaknya ada satu kabar yang menyenangkan.
"Tapi Zee, apa kamu bisa tahan diri sebentar sampai aku selesai mengurus penalti dari Giant Hit perihal suap?"
Napasku hilang lagi. Wah, orang ini benar-benar membuatku gila.
***
Mari marii.. voment juseyonggg💗💗💗
Gomapta gomapta gomapta yang suda voment😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro