Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

35 (REVISI)

Masih seperti hari sebelumnya, hingga kini Asher belum mau berbicara dengan Jongin. Ketika Jongin pulang bekerja tadi, Asher yang awalnya tengah menonton televisi langsung pergi saat melihat kehadiran ayahnya. Anak itu benar-benar sangat niat menghindari Jongin.

Jongin mengusak rambutnya frustasi. Ia kembali menuangkan air putih ke dalam gelas dan menenggaknya langsung hingga tandas tak bersisa. Ia bergeming sejenak. Hari-hari belakangan ini ia tengah disibukkan dengan pekerjaannya, sehingga fokusnya pun terbagi-bagi. Ia masih belum menemukan waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya pada Asher. Namun, ia kembali teringat akan perkataan Soojung. Jika ia menunggu siap ia tidak akan pernah siap.

'Sret'

Perhatian Jongin langsung teralihkan pada Hyoyeon yang baru saja menggeser kursi di depannya. Kemudian gelas dan botol di genggamannya direbut begitu saja oleh Hyoyeon. Wanita itu menuang air ke dalam gelas, lalu meminumnya.

Setelah itu tidak ada yang bersuara. Namun, Jongin punya firasat kalau Hyoyeon akan mengeluarkan banyak petuah habis ini.

"Mau sampai kapan kau tidak bicara dengan anakmu hah?"

Jongin hanya mendengus, ia tidak berniat menjawab. Ia memilih membiarkan Hyoyeon melanjutkan ucapannya.

"Ck, hei kau tidak bisa begini terus Jongin-ah anakmu itu butuh penjelasan, jika kau hanya diam kesalahpahaman akan semakin memburuk. Kau tahu itu?"

"Menurutmu apa yang harus kulakukan?" Tanya Jongin frustasi.

"Menjelaskan yang sebenar-benarnya."

"Dengan cara?"

Hyoyeon terpekur sejenak. "Ya ... dengan kau bicara dengan Asher, mau bagaimana lagi?"

"Kalau begitu aku akan mempertemukan Asher dan Irene."

"Apa?!!"

Jongin sedikit tersentak mendengar teriakan Hyoyeon. Wanita itu terlihat begitu terkejut dan raut wajahnya menandakan ketidaksetujuan.

"Aku tidak setuju!"

Jongin menghela napas pelan. "Bukannya kau bilang aku harus menjelaskan yang sebenar-benarnya pada Asher?"

"Iya, tapi kan tidak harus mempertemukan mereka. Maksudku kau hanya perlu menjelaskannya baik-baik pada anakmu bukan berarti kau harus mempertemukannya dengan Irene."

Jongin bergeming di tempatnya.

"Memangnya kau sudah siap bertemu lagi dengan Irene? Kau siap mempertemukan anakmu dengan ibu tak tahu diri itu."

"Irene tetap ibunya Noona."

"Iya, tapi dia ibu yang buruk."

Jongin menunduk sembari menarik napasnya dalam-dalam. Perkataan Hyoyeon tidak ada salahnya, tapi menurut Jongin itu sangat keterlaluan. Namun, ia tak bisa menampik bahwa itu memang kebenarannya.

"Terserah kau sajalah, ini urusanmu. Aku tidak mau terlalu ikut campur dalam urusanmu dengan Irene lagi. Sudah muak aku dengan wanita itu."

Hyoyeon meletakkan gelasnya ke meja cukup keras hingga menimbulkan bunyi ketukan yang keras. Lalu ia pergi meninggalkan Jongin yang masih terpaku di tempatnya.

Tak berselang lama dari kepergian Hyoyeon, kursi yang ditempati oleh wanita itu tadi kini terisi kembali. Kali ini bukan lagi Hyoyeon yang menempati, melainkan ibu Jongin. Nyonya Kim menatap putranya itu dalam diam. Tatapannya itu menyiratkan bagaimana tatapan kasih sayang untuk sang anak. Ingatannya kembali memutar ke belakang, mengingat bagaimana perjalanan serta prosesnya membesarkan kedua anaknya hingga saat ini. Banyak yang sudah dilewati. Sebagai seorang ibu tidak pernah ada doa jelek yang ditujukan untuk anak-anaknya. Begitu pula dengan Nyonya Kim, ia selalu berharap bahwa putra dan putrinya bahagia menjalani kehidupannya. Nyonya Kim selalu berharap Jongin dan Hyoyeon akan menemui kebahagiannya.

Jongin menatap ibunya. Tatapan mereka saling beradu dalam beberapa saat. Setua apapun usianya, Jongin pasti tak akan kuasa menahan air mata jika sudah bertatapan dengan ibunya. Apalagi ketika melihat wajah ibunya yang kini sudah mengeriput itu menandakan waktu telah berjalan begitu jauh.

"Eomma..."

Nyonya Kim tersenyum lembut.

"Apa yang harus aku lakukan?"

Nyonya Kim menggenggam kedua tangan Jongin, lalu mengelusnya pelan.

"Kecewamu jangan sampai menyakiti hati Asher."

Kening Jongin mengerut. "Maksud Eomma?"

Nyonya Kim hanya tersenyum sembari terus mengelusi tangan Jongin.

"Apa mempertemukan Asher dengan Irene adalah hal yang terbaik Eomma?"

"Eomma tahu bagaimana terpuruknya dirimu saat Irene pergi dulu. Bagaimana kerasnya kau berusaha bangkit, itu pasti tidaklah mudah. Eomma tidak mau melihatmu seperti di masa-masa buruk itu. Sudah cukup bagi Eomma melihat putra bungsu Eomma menanggung luka itu."

Jongin menatap mata Nyonya Kim lekat. Ini adalah kedua kalinya dia merasa begitu lemah di hadapan Nyonya Kim. Pertama saat Irene meninggalkannya dulu dan yang kedua adalah saat ini, yang mana alasannya tetap sama. Karena Irene.

"Bagaimana perasaan Eomma saat melihat Irene kembali lagi?"

"Benci."

Jongin sedikit tersentak mendengar jawaban Eomma-nya.

"Eomma...."

"Tapi Eomma sadar itu semua percuma. Karena membenci hanya akan membuat hatimu semakin sakit."

Jongin bergeming.

"Membenci hanya akan membuat dirimu diliputi rasa tidak tenang dan amarah. Bukannya lega kau hanya akan mendapatkan sengsara."

Benar. Batin Jongin turut membenarkan perkataan Eomma-nya. Perasaan benci hanya akan membuat hatinya sesak karena terlalu banyak menahan amarah.

"Jongin-ah...."

"Iya Eomma."

"Jangan buang-buang waktumu untuk membenci seseorang. Bisa jadi orang yang paling kau benci saat ini akan menjadi penolongmu di kemudian hari."

Mendengar penuturan Eomma-nya, Jongin menjadi lebih lega dan tahu langkah apa yang akan diambilnya kemudian.

***

Jongin masuk ke dalam kamar Asher dengan langkah perlahan. Ia melihat putranya itu tertidur dengan selimut yang melingkupi tubuhnya. Jongin duduk di pinggir ranjang dengan amat sangat pelan. Ia tak mau Asher terbangun akibat pergerakannya.

Selama beberapa saat ia menatap putranya itu dalam diam. Senyum Jongin tersungging saat melihat wajah Asher yang mengingatkan akan masa kecilnya. Jongin mengulurkan tangannya untuk mengelus surai sang anak, namun tangan itu menggantung sejenak. Perasaan kalut kembali menyelimuti Jongin.

Jika dipikir-pikir ia sudah terlalu jauh dari Asher. Banyak waktu yang ia lewatkan. Asher semakin bertumbuh dan berkembang. Kini ia sudah semakin mengerti ia bukan lagi anak kecil yang akan diam bila diberi permen ketika menangis.

Namun, sekarang sedikit demi sedikit masa lalu yang coba Jongin kubur menyeruak ke permukaan dan membuat Asher memiliki banyak pertanyaan untuknya. Jongin tak akan bisa menyembunyikan fakta yang sebenarnya pada sang anak. Lambat laun Asher pasti akan mendesaknya untuk memberitahu.

Jongin sedikit tersentak ketika merasakan ada pergerakan dari Asher. Posisi anak itu sekarang menghadap ke arahnya. Dan kemudian Asher membuka matanya perlahan. Anak itu terlihat kaget saat melihat sang ayah ada di depannya.

Jongin tersenyum kecil ke arah Asher. "Maafkan Appa ya karena membuat Asher terbangun."

"Untuk apa Appa kemari?"

Hati Jongin serasa tercubit ketika mendengarkan pertanyaan Asher dengan nada datarnya. Jongin tahu jika anaknya itu masih memendam kekecewaan padanya. Jongin mencoba untuk tersenyum. Ia mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut sang anak. 

"Appa rindu Asher. Asher tidak rindu Appa?"

Asher hanya diam.

Jongin mencoba untuk mengerti. Ia berusaha untuk tetap tenang agar Asher tak lagi menghindarinya.

"Appa tidur saja sana besok Appa harus berangkat pagi untuk bekerja," ujar Asher ketus.

Jongin kembali tersenyum. "Asher tidak suka ya ada Appa di sini? Padahal kan biasanya Asher suka tidak bisa tidur kalau tidak ada Appa?"

"Asher bisa tidur sendiri kok."

Jongin mengangguk. "Iya... iya Asher kan memang sudah besar."

Asher kembali menidurkan diri dengan posisi membelakangi Jongin. Anak itu sepertinya tak ingin berlama-lama bicara dengan sang ayah.

Jongin yang melihat sikap sang putra semakin terlihat nelangsa. Pria itu kembali mengelus surai Asher dengan lembut.

"Maafkan Appa karena masih belum bisa menjadi ayah yang baik untuk Asher ya, tapi Appa terus akan mencoba menjadi Appa yang hebat untuk Asher."

Asher bisa mendengar dengan jelas perkataan ayahnya itu. Anak itu berusaha keras untuk tidak menangis.

"Asher ingin bertemu Eomma?"

Ingin sekali Asher menjawab pertanyaan Appa-nya. Namun, apa yang dikatakannya itu memang benar ataukah hanya mencoba agar Asher mau berbicara saja.

"Asher-ah...."

Asher masih bergeming di tempatnya.

"Kalau Asher ingin bertemu Eomma, Appa akan pertemukan kalian berdua."

Kamudian Asher bangkit dari tidurnya dan berbalik menghadap Jongin sepenuhnya. Anak itu menatap ke arah sang ayah dengan tatapan dalam.

"Kenapa baru sekarang Appa?" Tanya Asher dengan suara lirih menahan tangis.

Jongin buru-buru membawa sang putra dalam pelukannya.

"Maafkan Appa Sayang. Ada alasan yang membuat Appa belum bisa mempertemukanmu dengan Eomma Sayang."

"Hiks... hiks... Appa jahat."

Jongin mencoba untuk tetap tenang. Rasa sakit dan kecewa akan Irene masih ada dalam hatinya. Sekarang ditambah lagi dengan ucapan Asher membuat hati Jongin rasanya sakit tak terima. Padahal ini semua susah payah ia lakukan untuk melindungi putranya. Namun, tetap saja Jongin tak bisa melakukan apapun selain diam dan menerimanya. Biarlah waktu yang akan menjawab semuanya dan Asher nantinya akan mengerti.

"Maafkan Appa Sayang."

Jongin mengelus dan menciumi rambut sang anak dengan sayang. Asher melepaskan pelukan Jongin. Anak itu segera mengusapi pipinya yang basah.

"Asher ingin bertemu dengan Eomma."

Jongin menghela napasnya pelan. Inilah saatnya Asher bertemu dengan ibunya. Meskipun berat sekali hati Jongin untuk mempertemukan mereka. Dan Jongin membenarkan kata ibunya bahwa jangan sampai kekecewaannya pada Irene di masa lalu menyakiti Asher. Karena tidak ada yang namanya mantan ibu maupun anak. Sejauh apapun mereka berpisah ikatan darah itu tak akan pernah bisa putus.


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sorry for any typos

So sorry ini udah bulan dan tahun berapa revisiannya belum kelar-kelar. Makasih banyak untuk kalian yang masih menunggu cerita ini. Luv yuu all peluk onlen semuanya

With Love

missookaa😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro