34 (REVISI)
Setelah mendapat pesan dari Jongin bahwa pria itu ada di depan apartemennya. Soojung pun segera mencepol rambutnya asal-asalan, lalu mengambil cardigan yang ada. Wanita itu terlihat buru-buru, sampai-sampai membuat Seulgi kebingungan.
"Hei kau mau kemana?" Tanya Seulgi.
"Ke bawah."
"Ada apa?"
"Ada Jongin."
Seulgi menghela napas pelan, lalu ia kembali fokus pada laptopnya. Ia kira apa tadi, rupanya ada Jongin. Makanya Soojung begitu buru-buru.
Setelah dirasa cukup rapih, Soojung pun segera meninggalkan unit apartemennya.
"Aku pergi dulu, Seul."
"Hmm...."
Soojung sampai di depan apartemennya beberapa saat kemudian. Matanya pun langsung tertuju pada mobil berwarna hitam milik Jongin. Langsung saja ia menuju kesana.
Jongin sedikit tersentak saat tahu Soojung sudah masuk ke dalam mobilnya.
"Hai," sapa Soojung.
"Ehem... hai juga."
Soojung melirik sekilas ke arah Jongin yang kini tengah mengamatinya dengan serius. Soojung jadi sedikit risih ketika dipandang seperti itu oleh Jongin. Soojung pun meneliti penampilannya sendiri. Menurutnya tidak ada yang aneh. Ya meskipun ini adalah tampilan paling simpelnya, tapi bukan berarti Soojung tidak memperhatikan penampilannya.
"Apa ada yang salah denganku?"
Jongin menggeleng.
"Lalu kenapa kau menatapku begitu?
"Memangnya tidak boleh?
"Ya, tapi tatapanmu membuatku berpikir yang aneh-aneh."
"Aneh-aneh bagaimana?"
Soojung mendengus pelan. Ia jadi geram sendiri karena Jongin selalu membalikkan pertanyaan padanya.
"Ya kukira kau menatapku karena penampilanku yang ... ya sedikit berbeda dari biasanya."
"Aku tidak begitu."
"Ya tapi kau menatapku terus, jadi aku berpikir seperti itu."
"Tapi aku tidak."
"Cukup Jong jika diteruskan perdebatan akan menjadi panjang dan tak berakhir."
Tawa Jongin menguar keras. Suasana hatinya mendadak membaik ketika melihat wajah kesal milik Soojung. Padahal dari tadi dia sedang dilanda perasaan gundah gulana.
"Sudah jangan tertawa."
Bukannya berhenti, Jongin malah tertawa terpingkal-pingkal.
"Astaga kubilang hentikan jangan tertawa terus."
Jongin mencubit pipi Soojung. "Kau sangat menggemaskan."
Soojung memberikan lirikan tajamnya pada Jongin. Namun, hal itu tidak menghentikan Jongin untuk terus menertawai Soojung. Akhirnya Soojung memukul lengan Jongin cukup keras hingga membuat pria itu mengaduh kesakitan.
"Kau tidak jadi menggemaskan, tapi mengerikan," gerutu Jongin.
Soojung bersedekap sembari menjulurkan lidahnya berniat meledek Jongin.
"Biar saja!"
Bukannya membalas ledekan Soojung. Jongin lebih memilih memberikan senyuman manisnya pada wanita itu, lalu mengelus puncak rambut Soojung dengan lembut.
Soojung yang mendapat perlakuan manis itu jadi sedikit bingung. Tadi dibuat kesal sekarang malah dibuat berbunga-bunga. Apa sebenarnya mau Jongin ini?
"Sebenarnya ada apa? Kenapa tiba-tiba kesini?"
"Rindu."
Soojung mendengus. "Padahal setiap hari kita saling bertukar pesan."
"Beda, bertukar pesan tidak bisa mengobati rasa rindu. Yang bisa mengobati rasa rindu hanya dengan bertemu."
Soojung tertawa kecil. "Astaga...."
Jongin tersenyum melihat tawa Soojung. Menemui Soojung disaat hatinya gundah memang pilihan yang tepat. Hanya dengan memandang wajah wanita itu saja sudah membuat hatinya menghangat.
Tawa Soojung terhenti saat lagi-lagi Jongin menatapnya intens. Tatapan pria itu terlihat tajam, namun sendu.
"Kenapa?"
"Boleh aku memelukmu?"
Soojung sedikit mengerjap, lalu mengangguk.
"Tentu saja."
Jongin pun langsung meraih Soojung dalam pelukannya. Ia menyerukkan wajahnya ke leher Soojung. Lama kelamaan pelukan itu semakin mengerat. Soojung juga merasakan napas Jongin yang kian memberat. Soojung mencoba mengelus punggung Jongin dengan lembut, hendak memberinya ketenangan lewat elusannya.
Cukup lama mereka berada di posisi seperti itu. Akhirnya Jongin pun melepaskan pelukannya.
Soojung melihat dengan jelas bagaimana ekspresi wajah Jongin yang terlihat begitu ... lelah? Wajahnya terlihat suntuk, tatapannya layu dan sendu. Soojung pun mengulurkan tangannya mengusap pipi Jongin lembut. Jongin memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan Soojung yang menenangkan.
"Everything's okay?"
Jongin membuka matanya, lalu menggeleng pelan.
Embusan napas besar keluar dari mulut Jongin. "Aku masih belum memberitahukan apapun pada Asher."
"Why?"
"I'm not ready yet."
Soojung hendak menarik tangannya dari pipi Jongin. Namun, pria itu menahannya. Dia menangkup tangan Soojung agar tetap berada di pipinya.
Soojung pun tidak menolak. Ia malah menggunakan tangannya yang lain untuk menggenggam tangan Jongin, kemudian mengelusnya pelan.
"Kau kurang istirahat sepertinya."
Jongin mengangguk.
"Kau harus pulang Jongin-ah. Istirahatlah."
"Aku sudah pulang sekarang."
Hati Soojung sedikit berdesir saat Jongin mengatakan itu. Astaga pria ini benar-benar, batin Soojung.
"Pulang ke rumah Jongin."
"Kau adalah rumahku."
Jongin tersenyum kecil saat melihat pipi putih Soojung bersemu merah. Ia pun mengulurkan tangannya untuk mengelus pipi wanitanya itu.
"Padahal aku tidak mematikan AC mobil, tapi kenapa pipimu malah memerah? Kau kepanasan?"
Soojung sontak menepuk lengan Jongin tidak keras. Ia tahu jika Jongin sengaja menggodanya dan kini pria itu malah tertawa puas.
"Kau benar-benar membantu menaikkan mood-ku Jung."
"Padahal aku tidak melakukan apapun."
Jongin hanya tersenyum sembari memainkan jari-jari Soojung.
Sejujurnya Jongin ingin mengungkapkan keresahan hatinya pada Soojung. Namun, ia tidak siap jika Soojung juga menyuruhnya untuk mempertemukan Asher dengan Irene seperti permintaan Joonmyeon tadi.
"Ada apa?"
Jongin menatap Soojung dalam.
"Aku ... bingung."
"Bingung kenapa?"
Jongin mengembuskan napasnya panjang. "Menurutmu apa aku harus mempertemukan Asher dengan Irene?" Jongin memberi jeda. "Lusa dia akan kembali ke Paris."
Soojung bergeming sejenak, lalu mengusap lengan Jongin lembut.
"Kalau menurutmu sendiri bagaimana?"
"I'm not ready yet."
"Kalau kau bilang tidak siap terus, sampai kapanpun kau tidak akan siap."
"Tapi keadaannya memang seperti itu. Rasa kecewaku pada Irene masih besar," jawab Jongin sedikit frustasi.
"Cepat atau lambat kau tetap akan memaafkannya. Kau memang kecewa, tapi tidak benar-benar membencinya."
Ucapan Soojung membuat Jongin terpekur. Ia mengembuskan napasnya panjang, lalu mencoba untuk tersenyum.
"Apa aku bisa memaafkannya?"
Soojung mengangguk.
"Jadi menurutmu mempertemukan Irene dengan Asher adalah pilihan yang baik?"
Soojung tersenyum. "Itu semua adalah keputusanmu, tapi yang jelas aku tidak ingin kau menyesal di kemudian hari."
***
Soojung dan Seulgi dibuat terkejut saat pintu ruangannya terbuka lebar.
"Astaga Mina-ya! Kau kan bisa ketuk pintu dulu bukannya tiba-tiba masuk seperti itu!" Itu suara Seulgi yang tengah memprotes Mina karena membuka pintu secara tiba-tiba.
Mina menggaruk tengkuknya sembari meringis kecil. "Maafkan saya, Nona," ucapnya lirih.
"Ada apa?"
Mina menatap Soojung dengan mata berbinar.
"Saya membawa kabar gembira Nona. Pasti anda berdua akan terkejut dan tidak percaya."
Kening Soojung mengerut samar. "Kabar apa memangnya?"
"Nona Irene Bae ada di sini sekarang!" Jawab Mina antusias.
"Irene?" Gumam Soojung.
"Iya Nona, Irene Bae si model terkenal itu."
Soojung melirik ke arah Seulgi sekilas. Keduanya saling bertatapan sejenak seolah saling berbicara melalui tatapan.
Soojung berdehem kecil. "Kalau begitu persilahkan dia masuk," ucapnya pada Mina.
Mina mengangguk semangat. "Baik Nona."
Setelah Mina keluar, Seulgi pun langsung menghampiri meja Soojung.
"Untuk apa Irene kemari?"
Soojung mengendikkan bahunya. "Tidak tahu."
Tak berselang lama pintu ruangan Soojung kembali terbuka. Di sana ada Irene yang tengah tersenyum hangat ke arah Soojung dan Seulgi.
"Hai...."
"Hai juga Irene, silakan masuk," sapa Seulgi dengan ramah. Seulgi pun mengajak Irene untuk masuk dan duduk di kursi depan meja Soojung.
"Ini aku bawakan untuk kalian."
Irene meletakkan hot cup holder yang berisikan tiga cup kopi di meja Soojung.
"Terima kasih ya, seharusnya kau tidak perlu repot-repot seperti ini Irene-ah," ucap Soojung.
Irene menggeleng sembari mengibaskan tangannya. "Sama sekali tidak merepotkan kok. Oh ya, maaf ya jika aku kemari tanpa pemberitahuan dulu."
Seulgi menyahut, "Tidak masalah Irene-ah, kami tidak sedang sibuk kok."
"Terima kasih, Seulgi-ya."
Soojung melirik ke arah Seulgi sejenak, sahabatnya itu pun menatapnya balik. Lagi-lagi mereka saling bersitatap untuk mengomunikasikan apa yang ada dalam pikiran mereka tanpa harus berbicara. Hal tersebut pun tak luput dari perhatian Irene. Wanita itu menatap kedua sahabat tersebut dengan tatapan penuh tanya. Kenapa mereka hanya diam dan saling bertatapan seperti itu?
"Soojung-ah, Seulgi-ya, ada apa?"
Soojung dan Seulgi pun langsung tersadar dan langsung memutus tatapan mereka. Keduanya pun hanya tersenyum kikuk.
"Tidak ada apa-apa kok Irene-ah," jawab Soojung.
"Omong-omong ada apa gerangan kau mendatangi butik kami?" tanya Seulgi kemudian.
Irene tersenyum. "Aku memang ingin mengunjungi kalian sebelum aku kembali ke Paris besok."
"Besok? Kenapa cepat sekali? Kau tidak ingin lebih lama lagi ada disini?"
Lagi-lagi Irene menyunggingkan senyuman. "Inginnya seperti itu, tapi tetap saja tidak bisa lama-lama pekerjaanku sudah menanti."
Soojung hanya diam ketika Irene dan Seulgi kembali melanjutkan obrolannya. Kini pikirannya tidak bisa fokus mendengarkan apa yang diobrolkam Seulgi dan Irene. Karena yang ada di pikirannya saat ini ialah ucapan Jongin semalam. Entah kenapa tiba-tiba ia teringat itu. Jika saja Jongin memutuskan untuk tidak mempertemukan Asher dan Irene itu pasti akan mengecewakan hati Asher lagi. Semoga saja Jongin memilih keputusan yang tepat.
"Soojung-ah, kau kenapa? Sakit?"
Soojung lantas menggeleng saat pertanyaan Irene memasuki indera pendengarannya.
"Tidak kok, aku baik-baik saja."
Irene hanya mengangguk. Kemudian ketiganya pun hening. Seulgi merasa sedikit canggung dengan keadaan seperti ini. Ia pun berpamitan pada Soojung dan Irene untuk ke kamar mandi. Namun, sebenarnya bukan itu alasannya pergi, tapi karena ia ingin memberikan waktu yang leluasa untuk Soojung dan Irene berbicara. Sebab, secara tidak kasat mata Irene sepertinya ingin mengungkapkan sesuatu pada Soojung.
Setelah Seulgi pergi pun suasana tetap tidak berubah. Soojung dan Irene hanya diam menikmati kopinya masing-masing.
"Kau tidak ingin bertanya apapun?" tanya Irene sebagai permulaan pembicaraan.
Soojung menatap Irene yang kini tengah fokus memainkan cup kopinya. Soojung mengerti ke mana pembicaraan mereka kini. Namun, sebenarnya ia tak ingin menanyakan apapun karena ia pun sudah mengetahui kebenarannya.
"I already know." Soojung sedikit memberi jeda. "Bahkan Asher pun juga sudah tahu."
Irene mendelik. "Apa?" lirihnya.
"Asher sudah tahu kebenarannya jika kau adalah ibunya."
Irene menutupi mulutnya tak percaya. "Bagaimana bisa?"
"Maafkan aku karena tidak buru-buru mengajak Asher pergi, sehingga ia tidak sengaja mendengar kebenaran tentang kau adalah ibunya."
Irene menunduk dalam. Soojung yang melihat itu hanya bisa diam. Dia juga tidak tahu harus berbuat apa.
Irene mendongakkan kepalanya perlahan. Kini Soojung bisa melihat mata Irene yang memerah karena menahan tangis.
"Bagaimana ... responnya?"
"Dia hanya bisa menangis."
Irene langsung menutupi wajah dengan kedua tangannya. Suara tangisan pun mulai terdengar. Melihat itu Soojung pun beranjak dari duduknya dan mendekati Irene. Kemudian ia mengelus bahu Irene pelan.
"Aku ... Aku ... Ibu yang buruk, Soojung-ah."
Soojung memang tidak mengetahui pasti sebab berakhirnya hubungan Jongin dan Irene di masa lalu. Namun, yang ia tahu kepergian Irene sangat membuat Jongin terpukul. Keegoisan Irene di masa lalu telah menyebabkan luka mendalam bagi Jongin dan keluarganya, tak terkecuali Asher. Dari cerita Jongin, mereka berpisah ketika Asher masih berusia satu tahun. Tentu saja untuk anak seusia itu tak akan mengerti apapun mengenai peliknya masalah orang tuanya.
Namun, Soojung tak bisa menghakimi Irene begitu saja. Yang ia lihat sekarang bukanlah sosok Irene yang egois, melainkan sosok Irene yang rapuh. Keegoisannya di masa lalu membuat perasaan bersalah makin meluas dalam diri Irene.
"Asher pasti sangat membenciku Soojung-ah. Dia pasti benci bila mengetahui aku adalah ibunya yang sudah meninggalkannya begitu saja."
Soojung hanya diam. Bukan ia tak ingin menyahuti, tapi ia ingin memberikan waktu pada Irene untuk mengungkapkan segala keluh kesahnya.
"Dia masih sangat kecil saat aku pergi dan kini tiba-tiba aku kembali. Dia pasti tidak mengenalku Jung. Aku benar-benar ibu yang buruk."
Tangisan Irene semakin terdengar pilu. Soojung tak berhenti untuk terus mengelusi bahu Irene mencoba untuk menenangkan wanita itu. Siang ini ruangannya diisi dengan tangisan Irene. Soojung tak pantas membenci Irene. Meskipun di cerita masa lalu Irene memang bersalah. Namun, di masa kini Irene hanyalah seseorang yang berusaha untuk menebus segala kesalahannya. Kesalahan di masa lalu tidak bisa menjadi tolok ukur untuk membenci seseorang. Karena dengan berjalannya waktu setiap orang pasti akan berubah. Begitu pula dengan Irene, dia masih bisa mendapat kesempatan untuk dimaafkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sorry for any typos
With Love
missookaa😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro