33 (REVISI)
Joonmyeon sudah tiba di apartemen Irene sejak tadi pagi. Pria itu tak bisa tidak khawatir saat melihat kondisi Irene yang semakin berantakan daripada kemarin malam. Joonmyeon tahu jika bengkak di mata Irene adalah akibat dia kebanyakan menangis. Tanpa perlu bertanya lagi, Joonmyeon sudah sangat tahu jika itu semua gara-gara kejadian kemarin saat di acara ulang tahun Asher.
Melihat keadaan Irene yang seperti ini membuat perasaan bersalah kembali meliputi diri Joonmyeon. Namun, apa yang dilakukan Joonmyeon kemarin adalah bentuk usahanya membantu Irene untuk bertemu dengan putranya. Tapi ternyata respon Jongin benar-benar diluar dugaan, pria itu marah besar hingga membuat Irene menangis tak henti-henti.
"Kau baik-baik saja."
"Kau sudah lihat jelas Oppa, jika aku tidak baik-baik saja."
"Maafkan aku Irene-ah," ungkap Joonmyeon. "Ini semua karena yang memaksamu untuk ikut kemarin. Aku sama sekali tak pernah menduga jika respon Jongin seperti itu. Maafkan aku."
"Tidak apa Oppa, seharusnya aku juga berterima kasih padamu karena ajakanmu itu aku bisa memeluk putraku, meskipun itu untuk yang terakhir kalinya," ujarnya sendu.
Joonmyeon menangkup kedua pipi Irene dan mengelusnya pelan. "Jangan bicara seperti itu Irene-ah. Kau masih sangat bisa bertemu dengan Asher di lain waktu. Jangan bersedih lagi kumohon, kau wanita kuat Irene-ah. Aku yakin jika suatu saat nanti Jongin pasti akan memaafkanmu dan kau bisa memeluk Asher lagi untuk waktu yang lama."
Mendengar perkataan Joonmyeon membuat air mata Irene ingin kembali keluar. Dalam hati, Irene juga sangat mengharapkan itu semua akan terjadi. Semua kesalahannya di masa lalu memang sulit untuk dimaafkan, tapi Irene selalu berharap jika Tuhan berkenan memberinya kesempatan untuk memperbaiki semuanya.
"Terima kasih Oppa."
Joonmyeon tersenyum saat melihat Irene yang sudah bisa tersenyum lagi. Ia sangat bersyukur jika keadaan Irene sudah mulai membaik.
"Sekarang mari kita sarapan, kau belum mengisi perutmu dari kemarin."
Joonmyeon membuka bungkusan yang ia bawa tadi. Bungkusan itu berisi dua buah sandwich untuk sarapan mereka berdua. Irene menerima sebungkus sandwich yang diberikan oleh Joonmyeon.
"Tidak apa-apa kan jika kita sarapan sandwich seperti ini."
"Kenapa memangnya?"
"Kau tidak sedang diet 'kan?"
Irene terkekeh. "Sekali-sekali tidak apa-apa."
Joonmyeon tersenyum lega. "Makanlah."
Irene mengangguk, lalu menyantap sandwich-nya dengan perlahan. Keduanya menikmati sarapan sandwich-nya dengan tenang.
"Lusa aku akan kembali ke Paris," celetuk Irene.
Joonmyeon bergeming. Embusan napas keluar perlahan dari hidungnya. Sejujurnya ia masih belum rela Irene kembali ke Paris. Namun, ia tidak punya alasan lagi menahan Irene tetap di Korea untuk waktu yang lama.
"Pukul berapa kau akan berangkat?"
"Jadwal penerbanganku malam."
"Beritahu aku jika kau akan berangkat, aku akan mengantarmu."
Irene menggeleng. "Tidak usah Oppa, aku akan berangkat dengan manajer saja."
"Tidak-tidak, aku juga ingin mengantarmu."
Irene hanya bisa mengembuskan napas, lalu kembali menyantap sandwich-nya.
"Aku pasti akan merindukanmu Irene-ah."
***
Jongin memandangi berkas-berkas di depannya dengan pandangan kosong. Sejak pagi fokusnya hilang entah kemana. Ini semua karena Asher sama sekali tidak mau berbicara dengannya bahkan anak itu enggan diantar Jongin ke sekolah.
Jongin tahu jika ini buntut dari kejadian kemarin. Apalagi perihal Asher yang sudah mengetahui siapa ibu kandungnya. Jongin sendiri masih belum bisa menjelaskan semua pada Asher karena dia menunggu waktu yang pas.
"Hei!"
Jongin langsung tersadar dari lamunannya saat suara Sehun yang tiba-tiba menginterupsinya. Pria itu hanya bisa menghela napas panjang saat melihat Sehun dengan cengiran tidak bersalahnya.
"Kau mengagetkanku Hun."
"Berkas-berkas itu tidak akan selesai jika kau hanya memandanginya."
Sehun mengulurkan sebuah cup kopi pada Jongin. Jongin tersenyum kecil dan menerima kopi pemberian Sehun.
Sehun menduduki kursi di depan Jongin, lalu menyesap kopinya pelan.
"Apa yang sedang kau pikirkan, huh? Dari pagi kau kelihatan begitu clueless?"
Jongin mengembuskan napas lelah. Ingatannya kembali pada beberapa jam ke belakang saat putranya tidak menghiraukan setiap omongannya dan bersikap tak acuh padanya.
"Asher sama sekali tidak mau bicara padaku."
"Kenapa?"
"Karena ... dia sudah tahu jika Irene adalah ibu kandungnya."
Hampir saja Sehun menyemburkan kopinya ke wajah Jongin. Namun, tidak jadi. Pria itu kemudian meletakkan cup kopinya di meja dan mendekatkan diri pada Jongin.
"Kau bilang apa?"
"Asher sudah tahu jika Irene ibu kandungnya," jawab Jongin datar.
"Bagaimana bisa?"
"Sebelum pergi, Asher dan Soojung sempat mendengar perdebatanku dengan Joonmyeon Hyung dan Irene."
"Lalu?"
"Ya sudah Asher enggan berbicara padaku sejak pagi tadi."
"Kau belum mengatakan apapun pada anakmu?"
Jongin menggeleng.
"Astaga kau harus sesegera mungkin menjelaskan lebih lanjut pada anakmu."
Jongin kembali menghela napas, lalu menyesap kopinya. "Aku sedang mencari waktu yang tepat untuk menjelaskannya."
"Kapan... kapan Jong? Jika bukan sekarang kau mau menunggu sampai kapan? Anakmu masih kecil dia butuh penjelasan. Jangan hanya diam!"
Jongin sedikit tersentak mendengar Sehun yang meninggikan suaranya.
"Maaf, kelepasan."
"It's okay, aku tahu jika kau khawatir."
"Kau benar-benar harus meluruskan semuanya Jong. Sebelum Asher berspekulasi macam-macam. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara kalian. Meskipun Asher masih kecil dia pasti sudah sedikit paham dengan apa yang terjadi padamu."
Jongin mengangguk. "Terima kasih, Sehun-ah."
Sehun bangkit dari duduknya, lalu menepuk bahu Jongin pelan. "Kau pasti bisa melalui ini semua, Bung!"
Jongin tersenyum kecil.
"Kalau begitu aku lanjut kerja lagi. Kau juga, fokus!"
Jongin terkekeh pelan, lalu mengangguk. Sebelum Sehun keluar dari ruangannya, Jongin sempat memanggil pria itu.
"Sehun-ah."
Sehun berbalik. "Apa?"
Jongin mengangkat cup kosong bekas kopinya tadi. "Buangkan sekalian."
Sehun mendengus. Ia kembali mendekati Jongin dan mengambil cup milik pria itu.
"Sedih boleh, malas jangan, huh!"
Jongin hanya tertawa mendengar gerutuan Sehun.
***
Jongin membuka pintu kamar Asher dengan perlahan. Ia melihat Asher sudah bergelung di dalam selimutnya. Jongin mengembuskan napas pelan, lalu berjalan mendekat ke ranjang putranya.
Ia bergeming sejenak. Ia mendudukkan dirinya di samping Asher dengan gerakan pelan. Jongin mengusap kening Asher dengan lembut. Senyuman kecil tercipta di bibirnya. Namun, itu tidak bertahan lama. Tatapan Jongin berubah sendu ketika mengingat sikap Asher yang seakan menjauhinya. Ia tidak ingin terus-terusan seperti ini. Ia tidak mau dijauhi oleh putranya sendiri. Namun, ia juga masih belum bisa menjelaskan yang sebenar-benarnya pada Asher.
"Maafkan Appa, Sayang," gumam Jongin lirih.
'Drrtt... drrrtt...'
Jongin segera membuka ponselnya. Dahinya mengerut saat melihat ada pesan dari Joonmyeon.
'Bisakah kita bertemu? Ada hal yang ingin kukatakan padamu'
Jongin bergeming sejenak. Ia sedikit menimbang-nimbang pesan yang ada dikirimkan Joonmyeon. Belum sempat membalas, pesan baru dari Joonmyeon kembali masuk.
'Kumohon'
Jongin mengembuskan napasnya panjang, lalu beranjak dari kamar Asher.
Tanpa Jongin sadari, Asher sama sekali tidak tidur. Setiap perlakuan Jongin, Asher tahu. Anak itu pun mengusap matanya pelan mencoba menghilangkan air mata yang tiba-tiba keluar dari kelopak matanya.
"Appa jahat!" Lirihnya.
Jongin melajukan mobilnya menuju cafe yang akan menjadi tempat pertemuannya dengan Joonmyeon. Sejujurnya, Jongin masih malas untuk bertemu dengan sepupunya itu. Namun, Jongin tidak bisa membiarkan permintaan Hyung-nya begitu saja karena sebenarnya ini bukanlah masalahnya dengan Joonmyeon, melainkan ini adalah masalahnya dengan Irene.
Setelah sampai di cafe yang dituju. Jongin pun langsung menghentikan mobilnya dan segera masuk ke dalam cafe. Suasana cafe itu tidak terlalu ramai, sehingga Jongin dengan cepat menemukan Joonmyeon yang duduk tak jauh dari pintu masuk.
"Hyung."
Joonmyeon mendongak menatap Jongin yang baru saja tiba. Dia menyunggingkan senyuman lega. Akhirnya Jongin benar-benar datang menemuinya.
"Akhirnya kau datang juga Jong."
Jongin segera mengambil duduk di depan Joonmyeon.
"Pesanlah minuman atau makanan terlebih dahulu."
Jongin menggeleng. "Tidak perlu. Aku disini tidak bisa lama-lama. Lebih baik kau katakan saja apa yang ingin kau sampaikan padaku."
Joonmyeon mengembuskan napasnya kecewa. Dari nada suaranya saja, Joonmyeon sudah tahu jika Jongin masih marah padanya bahkan tak mau berlama-lama bicara dengannya.
"Baiklah."
Jongin lebih memilih mengalihkan perhatiaannya pada ponsel daripada menatap Joonmyeon. Dia masih merasa kesal pada sepupunya itu.
"Lusa Irene akan kembali ke Paris."
Jongin mendengus. Batinnya terusik. Untuk apa Joonmyeon mengatakan itu padanya.
"Hanya itu yang mau kau katakan? Baiklah aku pergi sekarang.".
Saat hendak beranjak. Joonmyeon langsung menahan lengan Jongin.
"Aku belum selesai Jong!"
"Jika kau hanya akan membahas Irene denganku lebih baik aku pergi dari sini."
Joonmyeon melepaskan cekalan tangannya pada tangan Jongin. Pria itu menghela napasnya lelah. Jongin benar-benar sulit diajak diskusi mengenai Irene. Kebencian pria itu benar-benar sudah menumpuk untuk mantan istrinya itu.
"Bisakah kita bicara sebentar tanpa ada ketegangan."
"Aku tidak yakin jika pembicaraan kita akan terbebas dari ketegangan jika Irene sebagai topik pembicaraannya."
"Sebenci itukah kau padanya?"
"Sangat," jawab Jongin dengan penuh penekanan.
"Irene yang sekarang berbeda dengan Irene di masa lalu. Kau harus sadar akan itu Jong."
"Asal kau tahu, Hyung, luka yang paling sulit disembuhkan adalah kekecewaan."
Joonmyeon bergeming. Ia melihat Jongin sendu. Ia tak tahu apa yang sudah dilakukan Irene pada sepupunya itu di masa lalu. Namun, melihat bagaimana tatapan kecewa dan marah dari Jongin membuat Joonmyeon sadar bahwa apa yang sudah dilakukan Irene benar-benar melukai Jongin.
"Kau tidak tahu apa-apa mengenai aku dan Irene, Hyung. Jadi berhentilah membela wanita itu."
"Ya aku memang tidak tahu apa-apa, tapi aku tidak bisa melihat orang yang kusayangi terus menangis karena rasa bersalahnya," batin Joonmyeon.
Joonmyeon menatap Jongin dalam. "Berikan kesempatan Irene untuk bertemu dengan Asher, Jong."
Alis Jongin tertaut, lalu dia tertawa remeh.
"Sudah kubilang Hyung, jangan membela wanita itu."
Joonmyeon menggeleng. "Aku tidak membelanya." Joonmyeon memberi jeda. "Setiap kesalahan pasti ada kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik 'kan?"
Jongin bergeming.
"Aku tahu kekecewaanmu pada Irene masih sangatlah besar. Tapi, kau juga harus ingat bahwa tidak selamanya manusia akan bergelung pada kesalahannya. Tuhan saja tak segan memberi kesempatan manusia untuk berubah menjadi lebih baik. Tapi kenapa makhluk-Nya malah enggan untuk memberi kesempatan itu?"
Kini Jongin benar-benar serasa dipaku. Badannya tiba-tiba menjadi kaku dan sulit digerakkan. Ucapan Joonmyeon begitu menohoknya hingga ke bagian hati yang paling dalam.
"Berikan kesempatan itu pada Irene, Jong."
Kedua tangan Jongin mengepal erat. Ia benci berada di situasi seperti ini. Jongin merasa kalah telak. Tanpa menjawab permintaan Joonmyeon. Jongin pun segera beranjak dan meninggalkan sepupunya itu.
Joonmyeon hanya bisa menghela napasnya panjang melihat kepergian Jongin.
"Kuharap kau memikirkan itu Jong."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
With Love
missookaa😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro