29 (REVISI)
Soojung dan Irene tak mampu menahan tawanya saat mendengar lelucon yang dilontarkan oleh Seulgi. Mereka bertiga kini tengah menghabiskan waktu makan siang bersama seperti janji mereka saat malam acara Seoul Fashion Week beberapa hari yang lalu. Obrolan mereka terhenti saat mendengar ponsel Seulgi berbunyi. Kemudian Seulgi pamit sebentar meninggalkan Soojung dan Irene untuk mengangkat teleponnya.
"Aku senang sekali bisa menghabiskan waktu bersama kalian," ujar Irene.
"Kapan-kapan kita bisa menghabiskan girl's time bersama lagi, mungkin kita bisa belanja bersama atau mungkin ke salon bersama."
"Ke spa juga atau kalau memungkinkan kita bisa liburan bersama."
Soojung dan Irene sama-sama tertawa.
"Aku tidak menyangka jika kita bisa dengan cepat beradaptasi dan dekat seperti ini."
Soojung tidak pernah berekspektasi tinggi untuk bisa bertemu model terkenal sekelas Irene ini sebelumnya bahkan sampai bisa dekat pun ia tidak pernah membayangkan itu. Tapi sekarang ia malah bisa berbincang santai layaknya sahabat karib dengan Irene.
"Benar, padahal aku pribadi yang sangat sulit beradaptasi dengan orang baru sebenarnya, tapi entah kenapa saat berkenalan denganmu dan Seulgi rasanya seperti kita sudah menjadi sahabat dalam waktu yang lama," ungkap Irene.
Soojung tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Tak berselang lama Seulgi pun kembali ke meja.
"Soojung-ah, Irene-ah sepertinya aku tidak bisa berlama-lama disini."
"Kenapa?" Tanya Irene.
"Eomma-ku tiba-tiba menelpon, dia memintaku untuk pulang ke rumah sekarang."
Soojung mengernyit. "Kenapa tiba-tiba ibumu minta kau pulang Seul? Tidak ada apa-apa 'kan?"
Seulgi menggeleng. "Jangan khawatir Jung, Eomma memintaku pulang karena memang keluarga besar sedang berkumpul jadinya aku disuruh untuk segera pulang."
"Oh ya sudah kalau begitu kukira ada apa-apa."
"Kau tenang saja tidak ada apa-apa."
"Ya sudah Seulgi-ya sebaiknya kau pulang sekarang jika memang ibumu sudah menunggumu pulang," ujar Irene.
"Maafkan aku karena tidak bisa bergabung dengan kalian lebih lama."
"It's okay Seul, pulanglah," jawab Soojung.
"Oh ya mobilnya akan kubawa Jung kau tidak apa-apa?"
"Tenang, pulangku nanti gampang. Oh ya kau nanti pulang ke apartemen atau menginap di rumah orang tuamu?"
"Aku akan pulang ke apartemen. Aku tidak bisa menginap di rumah kau tahu ibuku sangat cerewet dan aku sangat malas jika harus mendengar ocehannya."
Soojung dan Irene tertawa.
"Kau ini ada-ada saja Seul," ucap Soojung.
"Ya sudah kalau begitu aku pergi ya, bye."
Seulgi sempat bercipika-cipiki sebentar dengan Soojung dan Irene sebegai salam perpisahan. Kemudian wanita itu berjalan keluar kafe.
Kini tinggalah Soojung dan Irene yang masih sama-sama menikmati obrolan mereka. Mereka juga sempat beberapa kali berfoto bersama sebagai kenang-kenangan pasalnya Irene juga tidak akan lama di Korea. Tapi sayang seharusnya mereka berfoto saat masih ada Seulgi tadi.
"Apa kau tidak ingin lebih lama lagi disini?"
Irene mengangguk. "Sebenarnya aku ingin, tapi mau bagaimana lagi pekerjaanku di Paris sudah menunggu, mungkin kapan-kapan kita bisa bertemu lagi menghabiskan waktu dengan santai atau mungkin jika kau ada waktu kau bisa mengunjungiku di Paris."
"Aku juga sangat ingin kesana, bukan hanya Paris, tapi keliling Eropa."
"Ayo kita agendakan itu pasti akan sangat seru!"
Soojung terkekeh pelan melihat keantusiasan Irene. Perbincangan mereka terhenti ketika ponsel Soojung berbunyi. Soojung melihat di layar ponselnya nama Jongin terpampang.
Soojung melirik Irene sebentar meminta izin untuk mengangkat teleponnya terlebih dahulu. Irene hanya menganggukkan kepalanya pelan.
"Iya ada apa?"
"Kau sudah makan siang?"
"Iya ini aku sedang makan siang bersama temanku."
"Dengan rekan kerjamu itu?"
"Bukan dia, tapi temanku yang lain."
"Makan siang dimana memangnya?"
Soojung menutupi layar ponselnya sejenak, lalu bertanya pada Irene dimana mereka sekarang. "Ini kafe apa namanya?"
"Kamong kafe." Irene menjawab tanpa suara.
"Aku ada di Kamong kafe."
"Oh ya sudah aku susul kesana."
"Memangnya kau tahu ini dimana?"
"Kan ada GPS Sayang."
Soojung berdecak pelan. "Baiklah, tapi ini ada temanku kau tidak apa-apa memangnya?"
"Selama ada dirimu aku selalu baik-baik saja."
Soojung memutar bola matanya malas. Sebenarnya ia melakukan itu hanya untuk menutupi kegugupan atas rayuan Jongin saja.
"Baiklah kalau begitu aku tutup teleponnya hati-hati di jalan."
"Iya Sayang. Tunggu aku."
'Tut'
"Kekasihmu?" Tanya Irene setelah panggilan itu terputus.
Soojung hanya tersenyum tipis. Entah mengapa ia merasa sedikit gugup saat Irene menanyakan itu. Pertanyaan itu membuat perut Soojung bergejolak rasanya.
"Kau tidak apa-apa jika dia menyusul kesini?"
Irene meletakkan cangkirnya di meja. "It's okay, santai saja Jung."
Tak butuh waktu lama Jongin untuk sampai ke kafe yang dimaksud Soojung. Ia sendiri sudah pernah ke Kamong kafe bersama Noona-nya jadi ia pun tidak butuh waktu lama untuk mengetahui letak kafe itu.
Suara lonceng berbunyi sesaat ketika Jongin membuka pintu. Matanya pun langsung tertuju pada Soojung yang melambaikan tangannya. Jongin tersenyum kecil. Dengan tenang, Jongin pun segera menghampiri Soojung. Namun, baru saja beberapa langkah ia berjalan, Jongin tiba-tiba menghentikan langkahnya begitu saja.
Melihat Soojung melambaikan tangannya ke arah belakangnya membuat Irene membalikkan badannya karena penasaran. Netra Irene sontak membulat saat tahu siapa gerangan yang disapa oleh Soojung. Wanita itu pun langsung mengembalikan posisinya ke semula. Dan kini jantungnya berdetak begitu kencang.
"Jongin-ah... cepat kemari!"
Soojung melambaikan tangannya menyuruh Jongin untuk segera mendekat. Dengan langkah sedikit gamang, Jongin pun menghampiri meja Soojung. Soojung menyambut kedatangan pria itu dengan senang hati.
"Oh ya Jongin ini teman baruku dia Irene Bae kau pasti tahu 'kan," ujar Soojung. "Dia model terkenal loh," lanjutnya dengan membisikkannya pada Jongin.
Jongin dan Irene sama-sama bergeming keduanya tidak ada yang berniat bersuara terlebih dahulu. Hingga akhirnya Soojung sedikit menyenggol lengan Jongin. Jongin pun tersadar dan langsung mengulurkan tangannya pada Irene.
"Kim Jongin."
Irene melirik sebentar ke arah Jongin, lalu dengan sedikit ragu ia menerima uluran tangan pria itu.
"Irene Bae."
Soojung pun mengajak Jongin untuk duduk di sampingnya. Pria itu hanya pasrah ketika Soojung menarik lengannya dan langsung mendudukkannya. Memang raganya ada disini, namun pikirannya entah kemana. Sama saja dengan Jongin, Irene pun juga tak banyak bicara semenjak Jongin datang. Perasaannya kini begitu campur aduk. Bingung, canggung, dan takut.
"Oh ya kau mau pesan apa Jongin-ah?"
Jongin masih bergeming.
"Jongin-ah!"
"Eh iya?"
"Kau belum makan siang 'kan? Kau mau makan apa biar kupesankan."
"Aku... jadi tidak lapar sekarang."
"Loh kenapa? Kau belum makan 'kan?"
"Entah kenapa aku jadi langsung kenyang saat melihatmu."
"Astaga Jong, aku bukan makanan."
Irene semakin meremat roknya. Ia benar-benar tidak merasa nyaman sekarang. Apalagi saat melihat interaksi Soojung dan Jongin.
"Kau tunggu disini biar kupesankan dulu."
"Soojung-ah...."
Soojung tak menghiraukan panggilan Jongin. Dia langsung menuju kasir untuk memesan makanan. Dan kini menyisakan Jongin dan Irene yang tetap di meja. Mereka berdua masih saja diliputi keheningan sedari tadi. Apalagi sekarang tidak ada Soojung membuat suasana semakin sepi dan penuh ketegangan.
"Sejak kapan kau di Korea?" Suara Jongin menginterupsi.
Irene mendongak sebentar untuk menatap Jongin. Namun, ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia masih belum siap menatap Jongin, lagi.
"Seminggu yang lalu."
"Untuk apa kau kemari?"
"Pekerjaan," jawab Irene lugas.
Jongin mengepalkan tangannya kuat.
"Bagaimana rasanya menjadi model terkenal, menyenangkan bukan?" Tanya Jongin dengan nada sinis.
Irene hanya diam, ia tahu jika pertanyaan itu seolah ditujukan hanya untuk menyindirnya. Sungguh jika Irene bisa menghilang ia ingin menghilang sekarang. Dan sepertinya Dewi Fortuna tengah berpihak padanya karena Soojung sudah kembali ke meja mereka.
"Karena kau tadi hanya diam jadi aku memesankanmu burger tidak apa-apa 'kan?"
Soojung memberikan nampan berisi sebuah burger dan kola pada Jongin.
"No problem. Terima kasih."
Irene sedikit memicing saat melihat burger yang dipesankan Soojung untuk Jongin. "Bukankah kau alergi keju?" tanya Irene pada Jongin.
Soojung dan Jongin lantas menatap Irene. Irene tersadar jika apa yang baru saja dikatakannya sangat ambigu. Kini dirinya pun semakin tegang, bagaimana bisa ia tiba-tiba keceplosan mengatakan itu.
"Kau tidak suka keju Jongin-ah?"
"Siapa bilang? Aku suka-suka saja kok."
"Ah maafkan aku, aku tadi hanya asal bicara. Tanpa sengaja aku jadi teringat manajerku. Dia alergi keju soalnya." Di bawah meja Irene menggenggam kuat-kuat tangannya mencoba menyembunyikan rasa gugup dan ketakutannya. Ia tidak ingin Soojung berpikir macam-macam akan ucapannya tadi.
Soojung hanya mengangguk, sedangkan Jongin dengan santai menyantap burgernya.
"Bagaimana kalian bisa bertemu?" tanya Jongin disela makannya.
"Oh kami bertemu saat acara Seoul Fashion Week tempo lalu. Kau tahu Jong, Irene Bae ini adalah salah satu model idolaku. Dia adalah model yang sangat keren."
"Aku tidak seperti itu Soojung-ah," jawab Irene kikuk.
"Tidak, kau benar-benar menginspirasi Irene-ah. Kau telah meniti karir modelmu sejak usia muda sampai pada akhirnya kau bisa menggapai impianmu untuk menjadi model internasional."
"Itu semua berkat orang-orang terdekatku yang mendukung karirku. Tanpa mereka aku tidak bisa seperti sekarang Soojung-ah."
"Memang benar, lingkungan yang mendukung akan sangat baik untuk perkembangan potensi kita. Karena dukungan mereka kita bisa semakin berkembang sesuai dengan passion yang kita inginkan," ujar Soojung. "Maka dari itu aku sangat bersyukur memiliki orang tua dan kakak yang senantiasa mendukung impianku."
Jongin menghentikan makannya sejenak. "Ya tapi harus diingat juga jika ketika kita sudah sukses jangan sampai kita melupakan orang-orang yang pernah turut andil dalam kesuksesan kita. Kita tidak boleh egois hanya demi sebuah ambisi dan melupakan orang-orang yang sudah dengan tulus membantu serta mendukungmu."
Soojung dan Irene terkesiap mendengar penuturan Jongin. Terlebih lagi Irene, entah mengapa kata-kata Jongin itu seakan menyindir dirinya. Dan itu membuat Irene kembali diam tak berkutik.
Soojung tersenyum. "Kau benar Jongin-ah, kita memang tidak boleh egois hanya untuk kepentingan diri kita sendiri."
Jongin mengalihkan tatapannya ke arah Irene yang hanya menunduk sedari tadi. "Keegoisan hanya akan membawamu ke kebahagiaan yang sementara karena sisanya kau hanya akan diliputi rasa penyesalan." Ia sedikit menekankan kalimatnya.
Jongin lantas mengelus rambut Soojung dengan lembut sembari menatap wajah wanitanya itu dengan tatapan hangat. Semua itu tentu saja tidak luput dari perhatian Irene. Hal itu menimbulkan gejolak yang membuat hatinya tak karuan. Baik perkataan maupun tindakan Jongin yang secara tidak langsung seakan-akan membungkam dirinya.
"Ehm Soojung-ah, sepertinya aku harus kembali sekarang. Manajerku sudah menghubungi soalnya."
"Kenapa begitu cepat?"
"Kita sudah menghabiskan waktu satu jam lebih Soojung-ah."
"Oh benarkah wah tidak terasa ya."
"Aku harus pergi, pasalnya manajerku sudah hampir sampai."
"Begitu rupanya, aku akan mengantarmu ke depan Irene-ah."
"Tidak perlu Soojung-ah, kalian berdua disini saja. Aku pergi dulu, sampai jumpa."
Irene cepat-cepat meninggalkan Soojung dan Jongin. Ia mencoba untuk menahan gejolak serta air mata yang memaksa keluar dari kelopaknya. Hari ini benar-benar hari yang tak pernah Irene harapkan sebelumnya. Pertemuannya dengan Jongin tak pernah ada di list keinginannya selama ada di Korea. Inilah yang ia takutkan saat dirinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia takut bertemu Jongin dan membuka luka lama. Dan sekarang luka itu memang sudah kembali terbuka dan lebih sakit. Mendengar semua ucapan Jongin yang seakan-akan menyindir dirinya akan kelakuannya beberapa tahun ke belakang. Semua perasaan bersalah kembali mendera diri Irene.
"Maafkan aku... Maafkan aku Jongin."
Sehabis kepergian Irene, Soojung dan Jongin masih diam di tempatnya. Beberapa kali Soojung mengajak bicara Jongin. Namun, pria itu hanya bergeming.
"Jongin-ah...."
Jongin menoleh ke arah Soojung, lalu tersenyum. "Ada apa?"
"Seharusnya aku yang bertanya kau kenapa? Dari tadi aku mengajakmu bicara, tapi kau hanya diam."
"Tidak, tidak ada apa-apa."
Jongin mengelus lembut rambut Soojung. Ia mengamati wajah Soojung lamat-lamat. Soojung merasa sedikit gugup saat ditatap Jongin cukup lama.
"Don't stare at me like that, Jong!"
Jongin terkekeh pelan. "Kenapa memangnya? Kau gugup eh?"
Soojung memilih menyibukkan dirinya pada ponsel karena ia tidak ingin Jongin melihatnya yang tengah merona.
Jongin menggenggam tangan Soojung erat. Mau tak mau Soojung pun mengalihkan perhatiannya pada Jongin. Ia melihat pria itu tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Tatapannya begitu sendu dan menyiratkan sebuah rasa, kesedihan?
Jongin mendekatkan dirinya pada Soojung dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. "Aku mencintaimu Jung."
Soojung terpaku sejenak, ia merasa kaget dengan perlakuan tiba-tiba Jongin padanya.
"Jong...."
"Biarkan seperti ini dulu, sebentar saja."
Soojung hanya menurut, ia tak lagi bertanya. Ia pun mengelusi punggung Jongin dengan pelan. Soojung sedikit mengernyit saat merasakan napas Jongin semakin memberat dan suhu tubuh pria itu sedikit panas.
"Jong kau tidak apa-apa? Badanmu panas."
"Aku... pusing sekali."
"Kenapa bisa--" Soojung teringat ucapan Irene tadi yang tiba-tiba mengatakan Jongin alergi keju. Soojung melirik ke arah burger yang dimakan Jongin tadi sudah habis setengahnya. Apakah kondisi tubuh Jongin saat ini akibat dari alerginya?
"Apa kau benar-benar alergi keju Jong?"
Jongin hanya diam.
Soojung berubah menjadi panik, jika memang benar Jongin menderita alergi, Soojung harus cepat-cepat membawa Jongin ke dokter supaya ia segera dapat penanganan.
"Sekarang ayo kita ke rumah sakit."
Jongin menggeleng. "Aku tidak apa-apa," jawabnya dengan lirih.
"Tidak, kita harus ke rumah sakit sekarang."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hope you like it!
With Love
missookaa😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro