23 (REVISI)
Hyoyeon sudah tidak tahan untuk berlama-lama di cafe tadi. Wanita berambut pirang itu berjalan begitu cepat dengan tangan yang senantiasa menggandeng tangan Asher. Karena dirundung emosi, Hyoyeon sampai tak sadar jika keponakannya itu kesusahan mengikuti langkahnya.
"Imo... Imo... Jalannya pelan-pelan. Asher lelah."
Asher mencoba melepaskan genggaman Hyoyeon yang begitu erat di pergelangannya. Dari tadi anak itu sudah berusaha menghentikan Hyoyeon, namun itu semua sia-sia. Tentu saja karena postur tubuh dan kekuatan Asher yang tak sebanding dengan Hyoyeon.
Jae Hyuk yang dari tadi hanya diam lama-lama tidak tahan juga melihat Asher yang terlihat kelelahan dan kesakitan akibat genggaman erat Hyoyeon. Jae Hyuk pun mempercepat jalannya untuk menyamakan langkah Hyoyeon. Kemudian Jae Hyuk langsung meraih tangan kanan kekasihnya itu agar dia berhenti berjalan.
"Berhenti Hyo! Asher kelelahan karena kau terus menariknya seperti itu."
Hyoyeon terpaku sebentar, ia melirik ke arah Asher yang wajahnya hampir menangis dengan napas yang tersengal-sengal. Emosi Hyoyeon seakan menguap begitu saja saat melihat kondisi Asher saat ini. Dia tidak sadar jika emosinya tadi membuat keponakannya kelelahan dan kesakitan. Dengan cepat, Hyoyeon pun langsung berjongkok menyamakan tingginya dengan Asher.
"Maafkan Imo Sayang, kau pasti kelelahan," sesal Hyoyeon. Wanita itu mengelus dahi Asher yang basah akan keringat.
"Imo kenapa tarik-tarik Asher seperti itu? Tangan Asher sakit Imo," tanya Asher dengan nada paraunya.
"Maafkan Imo ya Sayang." Hyoyeon mengelus pergelangan tangan Asher dengan lembut agar anak itu merasa lebih tenang.
Jae Hyuk hanya dapat mengembuskan napasnya panjang melihat Hyoyeon yang merasa sangat bersalah akan apa yang sudah dia lakukan pada keponakannya.
Jae Hyuk menyentuh bahu Hyoyeon. "Sudah ya, sekarang kita pulang saja," ajaknya kemudian.
Akhirnya ketiganya pun kembali melanjutkan perjalanan untuk segera pulang. Dan kini Hyoyeon lebih memelankan langkahnya serta menggandeng tangan Asher dengan lembut. Dia tidak ingin menyakiti keponakannya lagi hanya karena emosi belaka.
Sekitar kurang lebih tiga puluh menit perjalanan. Akhirnya ketiganya pun sampai di kediaman keluarga Kim. Jae Hyuk melepas seatbelt-nya lalu melirik ke belakang sebentar, ia tersenyum kecil saat melihat Asher yang tengah tertidur pulas. Kemudian Jae Hyuk mengalihkan perhatiannya pada Hyoyeon yang masih bergeming dengan tatapan yang mengarah ke jendela.
"Hei."
Hyoyeon sedikit tersentak lalu berusaha mentralkan keadaannya kembali.
"Ada apa?" tanya Jae Hyuk.
Hyoyeon hanya menggeleng pelan.
Jae Hyuk yakin pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh kekasihnya itu. Pasalnya sepulangnya dari cafe tadi sikap Hyoyeon berubah menjadi pendiam dan lebih banyak melamun.
"Jangan berbohong, dari pulang tadi kau hanya diam saja. Apa ada masalah?"
Hyoyeon kembali menggeleng.
Jae Hyuk menghembuskan napas. "Sayang, kumohon jangan seperti ini."
Hyoyeon menatap Jae Hyuk sendu. "Maafkan aku Jae."
Jae Hyuk mengelus surai Hyoyeon lembut. "Kalau kau mau cerita aku siap menjadi telingamu."
Hyoyeon menatap Jae Hyuk cukup lama.
"Dia... Dia kembali Jae."
Jae Hyuk mengernyitkan dahinya. "Dia siapa?"
"Irene."
"Irene, siapa Irene?"
Hyoyeon bungkam.
"Irene siapa Sayang? Kau mengenalnya? Apa dia keluargamu?"
Hyoyeon menggeleng.
"Terus siapa?"
"Ibu Asher."
Jae Hyuk langsung terdiam.
"Dia istri Jongin?" tanyanya kemudian.
"Mantan."
Jae Hyuk mulai mengerti dengan duduk permasalahannya. Rupanya itu semua ada hubungannya dengan wanita yang bersama Asher saat di cafe tadi.
"Jika dia Ibu Asher kenapa anak itu tak mengenalinya?"
"Jongin bercerai dengan istrinya saat usia Asher masih satu tahun."
"Jadi Asher tak pernah tahu siapa Ibunya?"
Hyoyeon menggeleng.
Jae Hyuk kembali menatap Asher yang tengah tertidur pulas di jok belakang. Tiba-tiba perasaan iba menyelimuti hatinya.
"Aku tak habis pikir kenapa bisa wanita itu kembali lagi kesini. Aku tak akan membiarkan dia bertemu Asher dan Jongin lagi," ujar Hyoyeon.
"Jangan seperti itu Sayang. Meskipun begitu dia tetap ibu Asher. Asher juga patut tahu bagaimana rupa ibunya."
"Kau tidak tahu bagaimana hancurnya Jongin saat itu Jae. Aku menyayangi adik dan keponakanku. Aku tidak bisa begitu saja membiarkan seseorang yang telah menghancurkan kehidupan adikku tiba-tiba datang lagi untuk bertemu dengan Jongin maupun Asher. Tidak semudah itu Jae," jawab Hyoyeon dengan nada geramnya.
"Tapi kau jangan seperti itu juga Hyo, itu adalah masa lalu mungkin saja Irene sudah berubah."
Hyoyeon tersenyum remeh. "Irene bukan wanita baik seperti yang ada di pikiranmu Jae."
"Hyo, jangan egois seperti itu. Jangan coba-coba berusaha untuk memisahkan ibu dan anak. Walaupun mereka terpisah, tapi batin mereka tetap terpaut. Karena aku tahu bagaimana rasanya dipisahkan dengan ibu kandung sendiri."
Hyoyeon terdiam, ia langsung teringat tentang masa lalu Jae Hyuk yang sudah terpisah dengan sang ibu sejak masih kecil. Menyadari hal itu, Hyoyeon pun langsung memeluk Jae Hyuk dengan erat.
"Maafkan aku, bukannya aku berniat memisahkan mereka berdua, hanya saja aku belum siap melihat Jongin terluka lagi. Apalagi Asher, dia masih terlalu kecil untuk mengetahui fakta ini."
Jae Hyuk mengelus punggung Hyoyeon pelan. "Biarkan Jongin yang memutuskan semuanya. Kau hanya perlu mengawasinya Hyo."
Hyoyeon hanya diam dan semakin mengeratkan pelukannya.
Tanpa disadari Hyoyeon maupun Jae Hyuk, bocah kecil yang duduk di kursi belakang, Asher, telah mendengar semua perkataan bibi dan pamannya. Namun, Asher hanya diam dan tetap berpura-pura tidak tahu apa-apa. Air matanya menetes begitu saja.
"Eomma, hiks... hiks..." lirih Asher.
***
Soojung mengetukkan telunjuk kanannya di atas meja seraya menopang dagu dengan tangan kirinya. Setelah mendapat pencerahan dari Kakaknya kemarin, siang ini dia sudah bertekad untuk menemui Jongin. Dia tidak ingin terus-terusan dilanda kebimbangan akan hubungannya dengan pria itu. Dan opsi yang terbaik untuk saat ini adalah saling terbuka dan menjelaskan semua kebenaran yang ada.
Soojung melirik jam tangan di pergelangan tangan kanannya. Jarum jam sudah menunjuk pukul empat sore dan itu artinya sudah dua puluh menit lebih dia menunggu kedatangan Jongin. Soojung mengembuskan napasnya berkali-kali, matanya tak bisa lepas dari pintu restoran dan mengharapkan Jongin segera datang.
"Kemana dia?" gumam Soojung pelan.
Sementara itu di tempat lain Jongin baru saja keluar dari ruang meeting diikuti dengan tiga orang lainnya. Dia baru saja menyelesaikan pertemuannya dengan Mr. Kenzie. Sebelumnya Jongin sudah meminta Sehun untuk me-reschedule pertemuannya dengan Mr. Kenzie. Namun, Sehun tidak bisa membatalkan pertemuan itu begitu saja karena pertemuan dengan Mr. Kenzie cukup penting. Apalagi Mr. Kenzie memiliki andil besar dalam proyek baru perusahaan Jongin. Jadi akan lebih sulit lagi jika harus menunda dan kembali mencocokkan jadwal Mr. Kenzie yang super sibuk.
Dan selama meeting pikiran Jongin tidak bisa lepas dari Soojung. Siang tadi Soojung kembali menghubunginya setelah beberapa hari hilang kontak. Wanita itu mengajak Jongin untuk makan siang bersama, namun karena pertemuan ini Jongin terpaksa meminta Soojung untuk bertemu pukul setengah empat sore tadi. Namun, ternyata prediksi Jongin salah, meeting-nya kali ini cukup lama hingga memakan waktu dua jam lebih. Dan itu artinya Jongin benar-benar sangat terlambat untuk menemui Soojung.
"I'm so grateful with this project Mr. Kim, I hope this project brings the successfull for us."
"Thank you Mr. Kenzie I hope it too."
"How about we get some coffee first before we go home, Mr. Kim?"
Jongin tersenyum kikuk mendengar ajakan Mr. Kenzie untuk sejenak menikmati kopi bersama. Sejujurnya dia tidak masalah jika ajakan itu tidak ditujukan untuk saat ini. Namun, sekarang situasinya berbeda. Karena yang ada di pikiran Jongin sekarang hanyalah Soojung. Dan itu membuat perasaannya tidak karuan sedari tadi.
Sehun melirik Jongin yang terlihat tidak fokus dengan ajakan Mr. Kenzie. Jongin seperti seseorang yang kehilangan arah bahkan pandangannya pun kosong. Sebenarnya sedari meeting tadi Sehun sudah memperhatikan Jongin yang kurang bisa fokus dan kebanyakan hanya dirinyalah yang bicara mengenai proyek yang direncanakan.
"I'd like to apologize Mr. Kenzie, because Mr. Kim having another appointment after this."
Itu bukan Jongin yang menjawab, melainkan Sehun. Pria itu sangat tahu jika Jongin tidak bisa memenuhi ajakan Mr. Kenzie karena Sehun yakin jika pikiran Jongin sudah dipenuhi oleh kekasih hatinya saat ini.
Jongin mengangguk pelan. "Forgive me, Sir, as my secretary said, I do have another appointment after this. Maybe sometime we can spend more time leisurely. I'll ask my secretary to arrange the schedule, Sir," sambungnya.
Mr. Kenzie tersenyum maklum. "It's okay Mr. Kim. I'm very open if you invite me to have a leisurely talk next time. You can call my secretary for the schedule because I'll be in Korea for a week."
Jongin dan Sehun hanya mengangguk seraya tersenyum tipis pada Mr. Kenzie. Sejujurnya ada sedikit rasa tidak enak dalam benak Jongin karena sudah menolak ajakan Mr. Kenzie. Namun, jika tidak begitu Jongin akan semakin merasa bersalah pada Soojung. Benar-benar tidak menguntungkan berada di posisi Jongin sekarang.
Setelahnya Mr. Kenzie pun berpamitan untuk pulang. Jongin dan Sehun segera mempersilahkan Mr. Kenzie beserta sekretarisnya untuk pergi terlebih dahulu. Selepas kepergian Mr. Kenzie, Jongin kembali melirik jam di tangannya dengan terburu-buru.
"Astaga ini sudah sangat terlambat," gumam Jongin pelan. "Hun, Aku pergi dulu ya. Aku benar-benar terlambat menemui Soojung."
Tanpa menunggu jawaban Sehun, Jongin pun langsung melesat pergi begitu saja.
Sehun hanya bisa menggelengkan kepalanya heran melihat sahabatnya itu berlari kesetanan.
"Begitulah jika sudah dibutakan oleh cinta," decaknya pelan.
Sekarang kembali pada Soojung yang masih saja setia menunggu Jongin dari tadi. Wanita itu mengembuskan napasnya panjang, sudah hampir dua jam lamanya ia menunggu Jongin. Namun, sampai detik ini pria itu belum ada tanda-tanda akan kedatangannya.
Jujur saja, Soojung sudah sangat lelah menunggu Jongin yang belum juga datang. Tapi, Soojung tidak bisa meninggalkan restoran ini begitu saja karena dari awal tujuannya bertemu Jongin adalah untuk menyelesaikan masalah yang ada di antara keduanya sesegera mungkin.
Soojung menghela napas bosan. Wanita itu melirik jam tangannya lagi dan kini sudah menunjukkan pukul lima sore. Tanpa Soojung ketahui, sebenarnya Jongin baru saja sampai di restoran sushi tempat mereka janjian untuk bertemu. Pria itu terlihat buru-buru memasuki restoran. Mata elangnya berusaha mencari dimana keberadaan Soojung. Dan tak perlu waktu lama akhirnya Jongin pun menemukan keberadaan Soojung yang tengah duduk di sudut restoran. Jongin masih mencoba menetralkan napasnya yang masih tersengal akibat lari karena terburu-buru tadi. Ditambah lagi dengan jantungnya yang turut berdegup kencang membuat tubuh Jongin jadi semakin panas dingin.
Tak seperti tadi, kini Jongin lebih memelankan langkahnya untuk mendekati Soojung. Sembari menenangkan pikiran, dia juga sedikit membenahi penampilannya. Jongin tidak ingin terlihat gugup serta berantakan saat berhadapan dengan Soojung.
"Jung."
Soojung lantas menolehkan kepalanya saat suara Jongin datang menyapa. Wanita itu menyambut Jongin dengan senyuman singkat.
"Kau sudah datang, Jong? Duduklah." Soojung mempersilahkan Jongin untuk segera duduk di depannya. Jongin pun mengangguk kikuk lalu menarik kurs perlahan kemudian mendudukinya.
Soojung melirik sekilas ke arah Jongin. Jujur saja wanita itu sedikit gugup ketika berhadapan dengan Jongin, lagi. Semua rasa kesalnya menunggu Jongin dari tadi serasa menguap begitu saja saat melihat pria itu telah berada di depannya saat ini. Bukan hanya Soojung yang merasakan gugup, Jongin pun juga gugup setengah mati. Bahkan kini degupan jantungnya semakin bertalun begitu kerasnya.
Cukup lama tidak ada yang bicara. Keduanya masih sibuk menetralisir perasaan masing-masing.
Jongin menarik napasnya dalam-dalam. Dia tidak ingin terlalu lama saling mendiamkan satu sama lain seperti ini, dia pun berinisiatif untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu.
"Maaf telah membuatmu menunggu lama. Aku baru saja menyelesaikan meeting dengan investor dari Jepang. Aku tahu kau pasti merasa kesal karena sudah menunggu hampir dua jam lamanya, tapi sungguh aku tidak berniat membiarkanmu menunggu selama itu. Kukira meeting-nya akan berakhir cepat, tapi rupanya banyak hal yang harus dibahas sehingga membuat meeting itu menyita waktu lebih lama--"
Soojung hanya diam mendengarkan Jongin yang mulai menjelaskan setiap detil alasan kenapa dia bisa terlambat datang. Pria itu menjelaskannya panjang lebar tanpa jeda. Diam-diam Soojung menahan senyumnya melihat wajah Jongin yang terlihat begitu menyesal.
"--aku benar-benar minta maaf Jung. Aku--"
"Jong," potong Soojung cepat. Jongin pun lantas menghentikan ucapannya ketika Soojung menginterupsi.
"Iya?"
Soojung tersenyum kecil. "It's okay, jangan merasa bersalah seperti itu. Aku tidak apa-apa."
Perkataan Soojung tak serta merta membuat hati Jongin menenang. Meskipun Soojung berkata tidak apa-apa, tapi Jongin tetap saja merasa sangat bersalah pada wanita itu.
"Aku merasa begitu buruk Jung karena tidak bisa menepati janjiku."
"Aku memaklumi itu Jong, tapi kuharap lain kali kalau kau ada janji dengan orang lain kabari dulu mereka jika kau datang terlambat."
Jongin jadi merasa semakin bersalah sekaligus malu karena ucapan Soojung yang seakan menyindirnya. Namun, pria itu tak merasa sakit hati karena itu memang kesalahannya yang tidak sempat mengabari Soojung lagi jika dia masih ada meeting.
"Maaf ya."
Soojung mengangguk seraya tersenyum kecil.
"Kau mau pesan minum dulu atau makanan mungkin?" tanya Soojung.
Jongin menggeleng. "Mungkin kita bisa langsung bicara saja." Pria itu tidak ingin membuat Soojung semakin lama menunggu jika dirinya harus pesan dulu.
"Baiklah kalau begitu. Pelayan."
Jongin mengernyit, kenapa Soojung malah memanggil pelayan.
"Jung."
Soojung melirik Jongin sekilas. Wanita itu menghiraukan Jongin dan terus menyebutkan pesanannya pada pelayan. Tak berselang lama pelayan itu meninggalkan mereka berdua.
"Kenapa kau malah pesan? Aku kan sudah bilang tidak usah."
"Lagipula itu bukan untukmu, tapi untuk aku pribadi."
Eh, jadi Jongin salah kira?
Soojung tertawa pelan. "Aku tahu kau pasti belum sempat mengisi perutmu lagi kan setelah meeting?"
Bahkan saat makan siang tadi, aku hanya mengisi perutku dengan latte, Jung. Batin Jongin.
"Aku kira itu akan menyita waktumu lebih lama, kau tidak apa-apa kan? Apa kau ada jadwal lain setelah ini?" tanya Jongin.
Soojung menggeleng. "Kau tenang saja aku sedang free hari ini."
Jongin dan Soojung saling melemparkan senyuman dan bersitatap sebentar. Sepertinya Soojung tak bisa mengulur waktu lagi untuk mengutarakan hal yang ingin segera dia sampaikan pada Jongin. Segala kegundahannya selama beberapa hari ini harus segera diatasi.
"Kau pasti tahu kan alasan aku memintamu untuk bertemu?" Soojung mulai mengalihkan topik pembicaraan.
Tanpa diberitahu pun Jongin sudah sangat paham ke arah mana pembicaraan mereka kali ini. Jongin juga sudah siap menjawab dan menjelaskan semuanya pada Soojung.
"Jujur... aku benar-benar terkejut saat pertemuanku dengamu dan Asher waktu itu. Aku tak menyangka jika dia adalah--" Soojung menarik napasnya panjang. "--putramu."
"Aku tidak tahu kenapa kau tidak memberitahuku dari awal mengenai keberadaan Asher di hidupmu. Kau pasti memiliki alasan akan hal itu bukan?"
Jongin mengangguk. Embusan napas besar keluar dari mulutnya. "Sejujurnya aku tidak pernah berniat untuk tidak memberitahumu mengenai Asher, tapi tentu saja aku tidak bisa langsung memberitahumu akan hal itu. Kau tahu kan, tidak mudah bagiku yang notabenenya seorang duda memulai sebuah hubungan lagi. Aku terlalu pengecut untuk memulai hubungan karena takut akan sebuah penolakan. Karena bisa dibilang aku mencari wanita yang bukan hanya mau denganku, tapi juga dengan putraku."
Soojung mendengarkan penjelasan Jongin dengan saksama tak ada yang ingin ia lewatkan.
"Hal itu tentu saja sulit karena menemukan seorang wanita yang rela menjadi ibu sambung tidaklah mudah. Itulah kenapa aku cukup kesulitan membuka hati pada wanita karena setiap kali ingin mencoba perasaan takut dan tidak percaya diri itu kembali hadir. Hingga sampai tujuh tahun lamanya pun aku masih betah menyendiri. Bahkan Kakakku sampai tak pernah lelah mengenalkanku pada teman-temannya. Hanya karena dia ingin aku segera memiliki pasangan lagi supaya ada yang bisa mengurusiku dan juga Asher." Jongin terkekeh seraya mengambil jeda sejenak.
"Saat pertama kali aku bertemu denganmu rasanya ada yang berbeda. Entah mengapa berada di dekatmu aku merasa nyaman. Seiring berjalannya waktu rasa sayang itu perlahan hadir dan berhasil menghangatkan hatiku yang sudah lama beku, Jung," lanjut Jongin.
Hati Soojung berdesir pelan ketika mendengar ungkapan Jongin baru saja. Soojung berusaha mengalihkan pandangannya dari Jongin, dia tak ingin laki-laki itu tahu jika dirinya tersipu.
"Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk mencoba menjalin hubungan denganmu. Tapi, ternyata langkah yang kuambil salah, aku tidak mengenalkanmu dengan Asher terlebih dahulu dan membuatmu salah paham seperti sekarang. Setelah pertemuan kita waktu itu aku tidak bisa berhenti berpikir apakah setelah kau tahu semuanya kau mau menerimaku kembali atau kau malah akan pergi meninggalkanku. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu selalu mengusik benakku Jung."
Jongin mengembuskan napasnya panjang. Sekian banyak penjelasan akhirnya dapat ia sampaikan dengan lancar pada Soojung. Kini perasaannya puas, namun disamping itu juga ada sedikit rasa takut akan bagaimana reaksi Soojung selanjutnya.
Soojung masih bergeming di tempatnya.
Hal itu membuat Jongin semakin ketar ketir dengan apa yang akan dikatakan Soojung.
"Jong."
"Iya?"
Soojung menghela napasnya panjang. "Terima kasih telah menjelaskan semuanya padaku. Dan sekarang giliranku yang bercerita, supaya kita bisa sama-sama tahu satu sama lain."
Jongin mengangguk. "Tentu."
Soojung menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Aku sama sepertimu."
"Maksudnya?"
"Aku juga pernah berumah tangga sebelumnya," ucap Soojung. "Aku seorang janda."
Keduanya terdiam.
Soojung mengernyit heran saat melihat ekspresi Jongin yang tetap tenang dan terlihat biasa saja.
"Kau tidak... terkejut?"
Jongin menyatukan kedua alisnya. "Maksudmu terkejut karena mengetahui bahwa kau adalah seorang janda?"
Soojung mengangguk pelan.
"Lagipula untuk apa aku terkejut?"
"Ya... mungkin saja kau merasa... tidak nyaman dengan statusku."
Jongin terkekeh pelan. "Kau lupa jika aku adalah seorang duda?" tanya Jongin. "Yang kupikirkan saat ini bukanlah status Jung. Status tidak terlalu penting bagiku selama bisa menyayangi Asher aku akan pertimbangkan."
Soojung kembali bergeming.
Dengan perlahan Jongin menangkup tangan Soojung. Pria itu tak lupa menyunggingkan senyum manisnya. Jongin memberanikan diri untuk menyentuh tangan Soojung karena dia ingin meyakinkan wanita itu akan keseriusannya.
"Aku ingin menjalin hubungan yang serius denganmu Jung."
Soojung menatap mata Jongin lama. Dia mencoba mencari titik kebohongan dalam mata pria itu. Namun, Soojung tak menemukan itu dalam tatapan Jongin. Mata elangnya menatap tegas dan lembut dalam waktu yang bersamaan. Hal itu membuat hati Soojung semakin berdesir tak karuan.
"Kita sudah pernah sama-sama merasakan kegagalan dalam rumah tangga Jung. Dan kini aku ingin kita sama-sama merasakan kebahagiaan bersama. Berbahagia di masa depan untuk waktu yang lama."
"Mari kita belajar dan berjalan bersama Jung."
Jongin benar-benar tak terduga. Pria itu berhasil membuat Soojung tak dapat berkutik. Namun, permintaan Jongin tak serta merta membuat Soojung mengiyakan itu. Sebenarnya masih ada banyak hal yang menjadi beban pikiran Soojung. Salah satunya adalah trauma akibat pernikahannya yang sebelumnya. Pernikahan terdahulunya itu membuat Soojung sedikit skeptis terhadap hubungan yang serius hingga sekarang.
Tetapi setelah mengenal Jongin perlahan-lahan pemikirannya itu sedikit memudar. Kehadiran Jongin seakan membawa angin segar dalam kehidupan asmaranya. Soojung tidak pernah mengira kemanakah hatinya akan berlabuh. Apakah pada Jongin atau yang lainnya. Meskipun perasaannya pada Jongin belum terlalu kuat, Soojung tidak bisa memungkiri jika hatinya sudah mulai terpaut pada pria itu. Kehadiran Jongin telah mengisi kekosongan dalam hatinya selama ini.
Mungkin mencoba suatu hal yang baru untuk kehidupan yang lebih baik adalah sesuatu yang tak salah.
"Baiklah mari kita menjalaninya bersama-sama."
Jongin tersenyum tulus lalu mencium tangan Soojung lembut.
"Terima kasih."
"Semoga ini keputusan yang baik," batin Soojung.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ini bab revisian terpanjang 3000 kata wawww. Hampir isi chapter ini aku rombak semua yang awalnya masih acak adul banget bahasanya. Tapi untuk garis besarnya tetep sama kayak chapter sebelum revisian cuma ya dg bahasa dan kata2 yg lebih manusiawi aja haha. Untuk ini aku bikin lebih ehem biar ngena gitu feel-nya. Gimana ngena nggak? Nggak ya wkwk
Hope you like that *ngga usah nyanyi
Happy sunday eferibadeehh😘
With Love
missookaa😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro