Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 (REVISI)

Seulgi terus menarik Soojung hingga masuk ke dalam ruangan mereka.

"Seul lepaskan, kau ini kenapa sih?" tanya Soojung seraya melepas cengkeraman Seulgi.

Napas Seulgi memburu. Ia menarik dan menghembuskan napasnya perlahan.

"Maaf Jung," ujar Seulgi kemudian.

"Kau kenapa menarikku tadi?"

Kening Seulgi mengerut. "Seharusnya kau berterima kasih padaku karena menolongmu," ucapnya.

"Tapi kau tidak perlu menarikku seperti itu, lagipula aku juga sudah memaafkan Jongin. Kasihan kan dia tadi."

"Kenapa kau masih mengasihani Jongin sih, bukankah dia sudah mengingkari janjinya padamu."

"Iya tapi kan dia punya alasan sendiri, mungkin dibalik itu dia memang sedang ada pertemuan lain yang mendadak," ucap Soojung keukeuh membela Jongin dan itu semakin membuat Seulgi kesal.

"Pertemuan penting? Jadi menurutmu pergi ke mall dengan seorang wanita adalah pertemuan penting?"

Seketika Seulgi langsung menutup mulutnya saat tersadar ia telah mengatakan sesuatu yang tak seharusnya mulutnya katakan.

"Ma... maksudmu?" lirih Soojung.

Seulgi masih diam.

"Maksudmu apa Kang Seulgi!" Kini nada suara Soojung meninggi.

Seulgi menghela napas panjang. "Maaf Jung, seharusnya bukan aku yang mengatakan ini. Yang jelas kemarin aku bertemu dengan Jongin dia tidak sendirian, melainkan dengan seorang wanita dan anak laki-laki."

Soojung terpaku, lidahnya terasa kelu. Pikirannya berkecamuk, ia menerawang jauh. Ia benar-benar tak tahu harus berkata apa.

"Jung," panggil Seulgi.

"Bisakah kau tinggalkan aku sendiri, aku butuh waktu."

Seulgi mengangguk pelan kemudian melangkah keluar ruangan. Soojung duduk termangu di tempatnya. Ia hanya memandang kosong depannya. Beberapa kali hembusan napas terdengar. Soojung memijat pelan pelipisnya guna menghilangkan sedikit rasa pusing yang dideranya.

Ia teringat beberapa hari lalu saat ia dan Jongin bertelepon. Ia mendengar suara anak kecil yang menyerukan ayahnya dan setelah itu pula Jongin buru-buru memutuskan panggilannya.

"Sepertinya hubungan kita penuh dengan kerahasiaan," gumam Soojung pelan.

***

Jongin baru saja sampai di kantornya. Banyak karyawan yang memandangnya heran, ini memang sudah pukul sembilan pagi dan itu artinya Jongin sudah telat satu jam lamanya. Padahal Jongin dikenal orang yang tepat waktu.

"Masih ingat kerja rupanya," tegur Sehun.

Jongin diam, ia hanya menundukkan kepalanya.

"Hei aku bicara denganmu Bung. Kau tau ini sudah pukul berapa. Kau harus menjadi atasan yang memberikan contoh baik bagi bawahanmu," tegur Sehun lagi.

Dan lagi-lagi Jongin tak menjawab ia memilih duduk di kursinya tanpa menghiraukan Sehun.

"Astaga Jongin, kau dengarkan aku tidak?" ujar Sehun kesal.

"He'em."

Hanya gumaman yang didapatkan Sehun dan itu membuat Sehun jadi jengkel.

"Aku lelah bicara denganmu, dasar manusia batu."

Seakan tak peduli dengan umpatan Sehun, Jongin lebih memedulikan beberapa berkas menggunung yang ada di mejanya.

Sehun menggeram kesal melihat Jongin. "Kuperingatkan padamu, kau harus bisa profesional Jong. Kesampingkan masalah pribadimu."

Jongin terdiam, benar juga apa kata Sehun, ia tidak boleh lengah. Apalagi ini sudah menyangkut pekerjaan. Jongin harus profesional.

"Pukul sepuluh nanti kau ada pertemuan dengan Tuan Lee Hong Min," ucap Sehun mengingatkan.

Jongin hanya diam, dia sebenarnya mendengar apa kata Sehun, tapi ia terlalu malas untuk menjawab.

Sehun menghela napas kasar, jika sudah begini Jongin tidak mau bicara lagi. Kalau sudah badmood, Jongin pasti akan diam seribu bahasa. Sehun mengendikkan bahu tak peduli, kemudian berlalu dari ruangan Jongin.

Jongin menatap ponselnya, ia melihat pesan yang ia kirimkan pada Soojung kemarin. Pesannya sudah dibaca, tapi tidak ada balasan dari Soojung.

"Apa yang harus kulakukan, apa aku harus ungkapkan yang sebenarnya pada Soojung," gumam Jongin pada dirinya sendiri.

***

Sudah dari tadi Soojung mendiamkan Seulgi. Seulgi diselimuti rasa bersalah yang begitu besar. Jika saja mulutnya tidak bicara sembarangan seperti tadi mungkin saja Soojung tidak akan seperti ini padanya.

"Jung, kau masih marah?" tanya Seulgi hati-hati.

Soojung mengalihkan tatapannya pada Seulgi. "Marah kenapa?" Soojung balik bertanya.

Seulgi semakin bingung, jika tidak marah kenapa Soojung diam saja dari tadi.

"Kau hanya diam dari tadi, aku kira kau marah."

Soojung menghela napas panjang. "Aku tidak marah, hanya butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri."

Seulgi bergeming. "Aku tidak bermaksud membuatmu bingung dengan apa yang aku katakan tadi. Jujur aku pun tak menyangka dengan apa yang aku lihat kemarin. Kukira Jongin adalah pria yang--"

"Seul," sela Soojung.

"Maafkan aku Jung, aku kecewa dengan Jongin. Aku menyayangimu Jung, aku tak mau jika kau bersama dengan orang yang salah."

Ucapan Seulgi membuat hatinya berdenyut, sudah lama hatinya tertutup. Sejak perceraian dua tahun silam membuat Soojung enggan untuk benar-benar membuka hatinya kembali. Memang beberapa kali ia menjalin hubungan sebelumnya, tapi ia tak pernah benar-benar membuka hatinya. Namun, entah mengapa ia merasa Jongin ini berbeda. Dia berhasil membuat hati Soojung berdebar, membuat Soojung kembali merasakan kenyamanan.

"Kau mencintainya Jung?" tanya Seulgi.

Soojung menghembuskan napas panjang. "Aku tak tahu, tapi aku merasa nyaman jika didekatnya."

"Aku masih belum bisa membuka hatiku lebih dalam lagi. Aku belum siap," lanjut Soojung.

"Jangan paksakan dirimu, ikuti kata hatimu, tapi jangan sampai kau salah memilih Jung," kata Seulgi mengingatkan.

Seulgi memeluk Soojung, Soojung pun membalasnya. "Terima Kasih Seul, kau sudah menghiburku."

***

Jongin berjalan lunglai memasuki kediaman keluarga Kim. Dia melonggarkan dasinya yang sedari tadi serasa mencekik lehernya. Jasnya sudah tersampir di lengannya dan kini hanya menyisakan kemeja putih dengan lengan yang tergulung sampai siku serta rambutnya yang kini sudah acak-acakan.

"Appa.... " suara cempreng khas anak-anak menghampiri pendengaran Jongin.

Asher berlari mendekat ke arah Jongin. Melihatnya seperti itu membuat Jongin menyunggingkan senyuman kecil. Asher mengangkat kedua tangannya ke udara mengisyaratkan agar Jongin menggendongnya, Jongin pun segera menggendong putranya itu.

"Asher senang Appa sudah pulang," kata Asher riang.

"Jadi dari tadi Asher menunggu Appa?"

Asher mengangguk.

"Ini sudah malam kenapa belum tidur?" tanya Jongin.

"Asher ingin menunggu Appa, soalnya Asher mau cerita."

"Tapi ini kan sudah malam Asher harus segera tidur supaya besok tidak bangun terlambat."

"Tapi Asher belum mengantuk Appa."

"Appa akan menidurkan Asher."

Asher cemberut, ia tidak mau tidur dulu. Dia belum mengantuk. Asher memberontak tidak mau diajak tidur.

"Astaga Asher tenanglah," ucap Jongin kewalahan.

"Asher tidak mau tidur dulu Appa."

"Ini sudah malam, Asher besok harus sekolah."

"Tapi Asher belum meng--"

"Asher!!!"

Asher langsung diam, dia tidak mengira jika Appa-nya akan membentaknya seperti itu. Jongin pun juga terdiam, ia pun tak sadar sudah membentak Asher seperti itu. Dengan paksa Asher turun dari gendongan Jongin dan langsung berlari memasuki kamarnya.

"Asher... Asher... " panggil Jongin. Namun, Asher tetap berlari dan langsung membanting pintu kamarnya.

Jongin mengusak rambutnya frustasi, ia lelah.

"Ada apa ini?" Nyonya Kim menghampiri Jongin.

Jongin diam tak menjawab.

"Jongin, jawab Eomma. Ada apa?"

"Asher marah padaku Eomma."

"Bagaimana bisa?"

"Aku menyuruhnya untuk tidur karena ini sudah malam, besok dia harus sekolah. Bagaimana jika dia bangun kesiangan."

Nyonya Kim menghembuskan napas panjang. "Jadi itu masalahnya. Jongin, Asher sudah menunggumu sejak tadi. Eomma sudah menyuruhnya untuk tidur tapi dia bersikeras menunggumu karena dia ingin bercerita sesuatu padamu."

Jongin mengernyitkan dahinya samar. "Lagipula cerita apa sih, besok kan juga bisa, Eomma."

"Eomma juga tidak tahu, Asher bilang jika ia hanya akan bercerita padamu saja."

Jongin memejamkan matanya sejenak. Ia tahu bahwa perlakuannya tadi cukup keterlaluan. Asher sengaja menunggunya, tapi Jongin malah membantak putranya seperti itu. Jongin sadar jika ia sering tak memerhatikan tumbuh kembang putranya itu. Jongin memang tak becus merawat Asher.

"Sekarang temui dia, tenangkan dia Jongin," ujar nyonya Kim.

Jongin mengangguk dan segera melangkahkan kakinya menuju kamar Asher. Dia membuka pintu kamar putranya itu perlahan.

"Hiks... Hiks... "

Hati Jongin teriris mendengar tangisan Asher. Apa sebegitu keras bentakannya tadi. Jongin mendekati ranjang Asher dan duduk di pinggirannya. Jongin mengelus rambut hitam putranya itu dengan lembut.

"Asher."

Asher tak bergeming, ia tidur membelakangi Jongin dengan selimut menutupinya.

"Maafkan Appa sayang, Appa tak bermaksud membentakmu tadi."

Jongin menghela napasnya. "Asher-ah, Appa benar-benar minta maaf karena membentak Asher tadi. Appa hanya lelah karena bekerja jadi Appa lepas kendali."

"Asher..."

Asher tetap diam tak ingin membalikkan badannya menghadap Jongin.

"Bukannya tadi Asher mau cerita, Appa akan mendengarkan cerita Asher."

Perlahan Asher membalikkan badannya menghadap Jongin. Asher sesegukan, matanya bengap dan hidungnya merah. Jongin pun segera memeluk putranya.

"Maafkan Appa ya Sayang, Appa benar-benar tak berniat membentakmu tadi."

"A... Asher ta...takut ji...jika Appa membentak Asher."

Jongin tertegun, bentakannya sudah membuat psikis Asher terguncang.

"Iya, Appa tidak akan membentak Asher lagi, maafkan Appa ya Sayang," ucap Jongin menenangkan Asher.

Dirasa Asher sudah tenang Jongin melepaskan pelukannya dan mengusap air mata putra semata wayangnya itu.

"Asher harus jadi laki-laki tangguh, Asher tidak boleh cengeng ya," kata Jongin.

Asher mengangguk.

"Sekarang Asher mau cerita apa, Appa akan mendengarkan."

"Dua minggu lagi, Asher ada penampilan drama di sekolah dan Asher jadi peran utamanya Appa." Asher sudah kembali ceria lagi. Ia bercerita dengan begitu antusiasnya.

Jongin tersenyum. "Benarkah? Wah anak Appa hebat, bisa jadi artis nanti."

Asher tersenyum penuh arti. "Asher harap Appa, Halmonie, dan Imo bisa datang."

"Tentu saja Sayang, Appa usahakan akan datang untuk melihat Asher," Asher menoel hidung Asher.

Asher memeluk Jongin dengan erat. "Asher sayang Appa."

Jongin tersenyum dan membalas pelukan Asher.

"Appa juga sangat-sangat menyayangimu."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aw... Aw... Ada yang nungguin cerita ini? Makasih banyak untuk para reader yang udah meluangkan waktu untuk membaca cerita abal-abal saya. Maafkan saya ya kalo misalnya cerita ini kurang berkenan di hati kalian, semoga ke depannya makin baik tulisan saya😁

With Love

missookaa😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro