Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BB 20 - Kanaya

Bab 20

Belum cukup Agnes---yang baru kutahu adalah adik Boyd---memergoki kami dengan keterkejutan yang tidak ditutup-tutupi, sekarang tante Susi, Reva, Lisna dan...Benget, juga menatap kami dengan mata terbelalak. Boyd memang sudah tidak menciumku lagi, tapi tangannya masih berada di pingganggku. Tidak ada satu orangpun yang cukup bodoh yang tidak mengerti isyarat itu.

Apa yang bisa kulakukan untuk mencegah situasi memalukan ini berlanjut lebih lama lagi? 

Memukulnya? Oh, badannya yang besar itu takkan merasakan sakit, mungkin tanganku yang perih karenanya.

Memelototinya? Itulah yang kulakukan sedari tadi---sebelum sepasukan orang keluar dari rumah tentu saja---tapi apa yang terjadi? Dia mengerling dan tersenyum. Dia sama sekali tidak terpengaruh akan tatapan tajamku. Meringis kecilpun tidak. Sedangkan membebaskan diri darinya seolah melakukan pekerjaan sia-sia, tak ada gunanya. Dia menahanku dengan lengannya yang besar.

"Kau suka situasinya jadi seperti ini, kan?" Aku berbisik, atau lebih tepatnya mendesis. "Membuat dirimu jadi bahan tontonan semua orang. Tapi aku tidak suka kau mengikutsertakan aku di dalamnya.''

"Kau membalas ciumanku, Ay!" Senyumannya bahkan lebih lebar lagi, memperlihatkan giginya yang putih dan rapi. Aku sudah akan mendesis lagi, tapi Boyd menolehkan wajahnya kepada orang-orang yang menonton. "Kuharap kami tidak berlebihan," katanya perlahan. "Aku tidak tahu pacarku jadi periasmu, Tante."

Tante Susi menepuk tangannya tiga kali, cengirannya nyaris menutupi seluruh wajahnya yang bulat dan merah. "Kalian tidak serasi! Yang satu terlalu baik terhadap yang lain."

Aku tidak mengerti apa yang baru saja dikatakannya. Mungkin yang dia maksud aku tidak pantas bersanding dengan Boyd? Aku memang bukan berasal dari keluarga berada ataupun...tidak. aku menggeleng, menyingkirkan pikiran buruk dari dalam kepalaku. Tante Susi tidak tahu masa laluku.

"Tentunya aku yang menjadi si orang buruk?" Kudengar Boyd bertanya dengan nada ditarik-tarik, mengerling jahil pada tante Susi. Tidak bisakah dia bersikap serius? Dia menganggap ini lelucon. Oh, aku bisa melihat kebahagiaan nyata di wajah tampannya. Apa yang membuatnya begitu? Ketahuan mencium wanita di dengan tak seronok, tak sedikitpun bisa dikatakan bagus. Itu sangat tidak sopan.

Tapi...hati kecilku merasa senang dengan ciumannya. Itu adalah kenyataan yang tidak akan kukatakan pada Boyd. Dirinya akan menyombongkan keahliannya mencium, yang menurutku memang sangat meresahkan.

"Kau sangat tahu diri, sayang," ujar tante Susi, membuatku terkejut. "Kanaya gadis yang cantik, menawan, dan sopan." Oh, seandainya dia tahu aku bukan gadis lagi. "Sedangkan kau? Memang sopan, tampan dan menawan, tapi suka berkelahi." Tante Susi menghampiri kami, sama sekali tidak kesulitan dengan sepatu hak tingginya. Dia menepuk pipiku pelan lalu menambahkan. "Coba pikirkan lagi, Kay. Boyd bukan tipe laki-laki yang bisa berkomitmen, dia playboy." Ketika kupikir dia akan berlalu---karena terlihat berjalan sedikit---namun dia berbisik di telingaku. "Putraku masih lebih baik. Tentu saja aku menyayangi Boyd, Kay. Tapi gadis lembut sepertimu tidak akan sanggup menghadapi tempramennya yang seringkali tidak menentu."

Tante Susi tidak sepenuhnya berbisik, Boyd masih bisa mendengarnya. Boyd berdehem. "Aku tidak tuli, Tante."

Tante Susi menarik kepalanya. "Oh, tentu saja, keponakanku sayang. Memang itu tujuanku. Sekarang setelah drama---yang kuakui cukup mengejutkan ini, bisakah kita berangkat sekarang? Aku tidak mau tiba di Siantar terlalu larut."

"Tapi aku belum menyediakan pakaian yang akan kupakai besok!" Pada akhirnya Boyd melepaskanku, tangannya menyisir rambutnya. Membuat otot lengannya terbentuk di kaosnya ketika dia mengangkat tangan.

Ingatan akan belaiannya yang lembut---itu dilakukannya menggunakan tangan besar itu---aku sedikit tidak percaya. Di balik sisi kasar dan kerasnya, Boyd menyimpan sisi lembut yang mengejutkan. Bisa keluar jika diperlukan. Dan hasilnya sungguh...membuatku merona. Dia ahli membuatku memerah.

"Aku sudah menyiapkannya untukmu," ujar tante Susi. "Kau lihat! Betapa perhatiannya aku? Kau hanya perlu memastikan ada di sana, masalah pakaian dan tetek bengeknya sudah diurus. Lisna dan Agnes ikut membantu, berterimakasihlah pada mereka juga. Kami tahu kau tidak akan mengingat masalah seperti itu."

Setelah kalimat tante Susi yang lumayan panjang menurutku, Boyd mengangguk lalu berterimakasih. "Aku menghargai apa yang kalian lakukan. Aku memang tidak mengingatnya sama sekali."

Aku ragu ada yang diingatnya selain berkelahi. Aku ingin mendengus, namun urung. Apa penilaian semua orang yang ada di sini jika aku melakukan itu.

Karena sekarang tangan Boyd tidak lagi menyentuh tubuhku, aku bisa berpikir lebih jernih. Betapa hebat pengaruh sentuhannya padaku. Aku mendapati banyak mata menatap ke arah aku dan Boyd. Benget---yang kini baru kusadari adalah laki-laki yang menyebalkan di pusat perbelanjaan beberapa minggu lalu---tersenyum padaku. Sekarang dia sepertinya juga mengingatku. Aku ingin sekali tertawa, apa yang terjadi sekarang sangat lucu.

Setelah beberapa saat yang kupikir akan berlangsung selamanya, kami semua akhirnya bersiap-siap pergi. Karena memang yang kami tunggu hanya tinggal Boyd, yang mana sebelumnya aku tidak tahu kalau Boyd adalah bagian dari keluarga ini. Seandainya aku tidak terlalu sibuk mengabaikan semua panggilan dan pesan-pesannya yang masuk dengan banyak sekali sungut-sungutan, aku pasti sudah menyadari siapa laki-laki yang membuat tante Susi mondar-mandir dengan telepon di tangannya.

Aku mendesah lega saat kumpulan orang-orang itu bubar, mengikuti instruksi tante Lusi. Barang-barang di masukkan ke bagasi, semua pakaian, sepatu dan semua barang-barang sejenisnya dipastikan tidak ada yang ketinggalan.

Tidak ada yang protes saat Boyd mengatur agar aku semobil dengannya. Mereka semua tersenyum kecil menanggapi hal tersebut. Lisna dan Agnes seringkali kudapati saling berbisik sambil menatap aku dan Boyd. Sudah jelas siapa yang mereka bicarakan.

Reny ikut bersama kami karena di mobil Benget sudah terlalu banyak penumpang. Sebenarnya Agnes dan Lisna ingin semobil dengan kami, tapi Boyd menolak. Dengan bibir cemberut kedua gadis itu kembali ke mobil Benget.

"Aku tidak percaya aku dipaksa pergi dengan tanpa mengganti pakaian lebih dulu." Boyd melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, mengikuti mobil Benget yang dia biarkan berada di depan. Aku duduk di sebelahnya dan Reny di belakang.

Karena masih kesal padanya, tadi aku hendak duduk di belakang. Tapi Boyd mencekal tanganku, tanpa mengatakan apapun dia mendorong punggunggu ke kursi depan.

"Kalau kau mengharapkan itu mestinya kau tiba lebih cepat. Kami menunggu lama, tante Susi meneleponmu tapi tidak kau angkat. Dan sekarang kau mengeluh? Coba pikir lagi siapa yang salah di sini."

"Ck," Boyd mengusap-usap rambutnya. Rambutnya jadi berantakan. Aku setengah mati menahan dorongan mengulurkan tangan untuk menyentuh surai gelap itu dan merapikannya."Aku cuma mengucapkan kalimat pendek tapi kau menjawabnya dengan rentetan repetan sepanjang jalur kereta api." Sekarang dia tampak jengkel.

Aku mengabaikannya, masih kesal karena luka di perutnya. Aku menatap sekilas ke belakang. Reny menggunakan earphone di telinganya dan tidak membuka mata. Syukurlah, dia tidak perlu mendengar pertengkaran konyol ini. Sudah terlalu banyak drama dalam waktu yang sangat singkat.

"Kau masih marah?" Kurasakan tangannya menyentuh tanganku yang kuletakkan di pangkuan. Ingin aku menepisnya, tapi hangat tangannya membuatku nyaman. Akhirnya aku membiarkan dia mengusap punggung tanganku. "Seharusnya aku yang marah."

Aku menoleh padanya. "Kenapa kau yang harus marah?"

"Kau akan pergi ke Siantar tapi kau tidak memberitahuku. Aku tadi pergi ke rumahku; pintumu digembok. Aku meneleponmu, mengirim pesan, tapi tak ada satupun yang kau balas. Sekarang kita sama-sama marah, berarti kita harus sama-sama memaafkan." Dia mengaku marah, namun senyum di wajahnya tidak mengatakan hal yang sama.

"Kau yang membuat aku lupa memberitahumu. Kau membuatku kesal, Boyd. Dan...aku tidak mendengar ponselku berbunyi." Yang terakhir adalah kebohongan besar. Tapi masa bodoh, semua wanita yang sedang merajuk bisa melakukan itu.

Apakah itu yang sedang kulakukan sekarang? Merajuk? Ya Tuhan, aku sendiri mengakui betapa kekanakan sifat itu.

"Aku tahu; tapi tidak baik marah lama-lama. Aku sudah minta maaf, Ay."

Aku menghela napas. "Bisa aku menyalakan musik?"

"Kenapa?" Dia menatapku. "Kau tidak mau menemaniku bicara?"

"Lagu lebih enak didengar daripada suaraku."

"Tapi aku lebih menyukai suaramu." Boyd menatap jalanan dengan serius.

''Aku sedang tidak ingin bicara, Boyd."

Boyd berhenti di lampu merah, kepalanya berpaling padaku. "Ck, kau masih marah, Ay? Berhentilah menyiksaku seperti ini."

Dia bilang aku menyiksanya. Dialah yang menyiksaku dengan banyaknya rahasia yang dia punya. Dia sama sekali tak berniat memberitahuku yang sejujurnya penyebab luka di perutnya itu. Aku hanya mencemaskannya, aku tidak ingin memberi rasa tersiksa padanya.

"Aku minta maaf kalau mencemaskanmu membuatmu tersiksa," gumamku pelan, terlalu bingung dengan hubungan yang kami jalani. Beberapa jam tadi kami mengumumkan ikatan ini, tapi seolah tak ada kemajuan sedikitpun. Dia masih terasa jauh dariku.

"Ya Tuhan," Boyd mengerang. "Lebih baik tadi aku membiarkan Agnes dan Lisna di mobilku, mereka pasti tidak membuatku frustasi."

"Bagaimana kalau ada luka sayat di bahuku, atau kakiku, atau di manapun dari bagian tubuhku. Aku tidak memberitahumu penyebabnya, bagaimana perasaanmu?"

"Itu tidak sama, Ay."

"Apa bedanya?"

"Pokoknya tidak sama. Aku laki-laki dan kau perempuan."

"Kau merendahkan kaumku?" Kuharap dia melihat jelas tatapan tajamku, dia membuatku lebih kesal lagi.

"Perempuan untuk dilindungi, sementara laki-laki melindungi. Wajar kalau aku terluka, tapi kau? Berdoa saja kau tidak mengalaminya, setidaknya tidak dari manusia.''

Nada suaranya membuatku ngeri, begitu tajam dan pasti. "Apa yang akan kau lakukan jika ada orang yang melukaiku?" Aku berhasil berbisik. Aku teringat Brad. Ya Tuhan, tidak. Aku tidak ingin membayangkannya.

"Kau takkan ingin mendengar apa yang akan kulakukan pada orang itu." Boyd kembali melajukan mobilnya saat lampu lalu lintas berubah hijau. Sebisa mungkin dia tetap berada di belakang mobil Benget.

Setelahnya suasana di dalam mobil. Boyd sudah menarik tangannya dariku, memegang setir dengan kedua tangannya dan memandang jauh ke depan melewati kaca mobil.

Aku menyadari perubahan suasana hatinya, dia menjadi murung entah karena apa. Aku menatapnya, sengaja berlama-lama di wajahnya yang kaku. Aku menunggu dia berpaling padaku, tapi dia terus menatap ke depan. Menoleh sekilaspun tidak.

"Boyd?" Aku berkata, pelan.

"Hhmm!" Dia menyalip satu mobil di depan kami, dia tidak menoleh.''

"Kau marah?" Aku bertanya, menyentuh bahunya.

Boyd menghela napas, tanganku yang berada di bahunya digenggamnya, membawanya ke bibirnya dan memberikan ciuman di punggung tanganku. Sesudahnya dia tidak melepaskan tangannku. Dia meletakkannya di pahanya yang terbalut celana jeans.

"Tidurlah," ujarnya. "Perjalanan masih jauh, besok pagi kau harus bekerja."

"Tadi kau bilang ingin mendengar suaraku."

"Tidak perlu kalau yang kau lakukan hanya marah padaku. Percayalah! Dengan kau tidak mengangkat satupun panggilanku itu sudah lebih dari mampu membuat suasana hatiku buruk. Kau berhasil."

"Kau benar-benar ingin aku tidur?"

"Hhhmm."

Seperti yang dia minta, aku menyandarkan kepalaku di punggung kursi. Memejamkan mataku, berharap bisa tidur seperti Reny. Serius, aku sudah mencoba dengan sungguh-sungguh. Tapi kelihatannya mataku punya keinginan lain.

"Tidak bisa tidur?" Kudengar Boyd bertanya, kemudian kurasakan usapan di puncak kepalaku. Begitu lembut dan menenangkan. Setelah itu, mataku menjadi berat saat aku ingin membukanya. Samar-samar aku mendengar Boyd bicara, tapi alam mimpi mulai menjemputku. Hingga pada akhirnya hanya kegelapan dan kenyamanan yang kurasakan.






Tbc...


Ada yang udah nggak sabar nunggu bang Boyd???😃😃

Seperti janjiku sebelumnya, bakal up date kalau komennya nyampe 100. Dan kalian kasih lebih!! Yeeaaayyyy😂😂

Makanya aku up date sekarang, lebih cepat dari rencanaku sebelumnya.

Untuk part selanjutnya tiba giliran pov bang Boyd, ada yang pengin diapeli nanti malam??

Bisa. Bisa. Bisa.

Tapi komennya harus tambah ya, karena bakal double up date, bukan sekedar cepat up date😉😉😉😉

Butuh min. 300 komen untuk double up date!!! Kira-kira sampai nggak, ya??😋😂

Tapi kalau bisa komen yang menarik ya, atau setidaknya nggak nulis satu huruf di setiap satu komentar. Itu namanya spam parah. Hahaha😂😂😂

Oke,..
Semoga suka part ini ya...

Walaupun entah kenapa aku punya feeling kalau kalian lebih suka pov-nya Boyd.

Bener nggak sih???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro