Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 5

From : Sasuke

Maaf merepotkanmu selama beberapa minggu ke depan. Bersabarlah menghadapi anikiku.

Kalau kau tidak tahan, tidak usah menginap juga tidak masalah. Tolong kabari aku mengenai keadaan di rumah setiap malam. Dan segera hubungi aku kalau terjadi sesuatu.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sakura tersenyum tipis saat membaca pesan dari Sasuke sebelum mengetikkan balasan. Lelaki itu bukanlah tipe yang suka mengetik pesan panjang lebar. Namun kali ini adalah pengecualian.

Rasanya sungguh sulit membayangkan lelaki seperti Sasuke sebagai orang yang sangat berorientasi pada keluarga. Lelaki itu terkesan dingin dan tak peduli pada apapun selain dirinya sendiri. Bahkan Sakura juga berpikir begitu hingga lelaki itu memutuskan meninggalkan studinya demi keluarganya dan kembali ke Jepang.

Malam ini Sakura telah menginap di rumah Sasuke meski lelaki itu baru akan berangkat ke Korea Selatan besok pagi. Korea Selatan adalah negara pertama yang akan dikunjungi sebagai bagian dari world tour sebelum mengunjungi beberapa negara lainnya di benua Asia, Amerika dan Eropa.

Sasuke dan rekan-rekannya memutuskan untuk menginap di rumah Naruto malam ini. Baru-baru ini Naruto kembali ke mansion keluarganya dan tempat itu yang paling memungkinkan untuk menampung seluruh anggota band yang memutuskan berada di tempat yang sama untuk mempermudah diskusi menjelang konser.

Jam telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam dan Sakura masih duduk di depan televisi meski tak ada satupun acara televisi yang menarik perhatiannya. Ia merasa canggung menginap di rumah Sasuke tanpa keberadaan lelaki itu sendiri meski ia begitu mengenal keluarga Sasuke.

Terdengar suara seseorang yang berjalan mendekat dan Sakura segera menoleh. Ia berpikir kalau ia akan mendapati Itachi, namun ia malah menemukan Mikoto yang kini duduk di sampingnya dan tersenyum padanya.

Sakura menatap Mikoto lekat-lekat. Wajah wanita itu tetap terlihat awet muda meski tubuhnya jauh lebih kurus dan wajahnya tak secerah biasanya. Sakura seolah melihat Sasuke dalam wujud wanita paruh baya setiap kali ia menatap wanita itu. Wajah wanita itu benar-benar mirip dengan Sasuke ketika wajah Itachi malah lebih mirip dengan sang ayah ketimbang ibunya.

"Nanti malam kau tidur saja di kamarku. Aku sudah membersihkan kamar dan mengganti seprainya. Aku juga sudah menyemprotkan disinfektan di kamar."

Sakura merasa tidak enak karena ibu Sasuke sampai harus meminjamkan kamar untuknya meski ia tidak keberatan tidur dimanapun selama ia tidak diharuskan untuk tidur di kamar mandi. Terlebih lagi, ibu Sasuke sedang sakit dan tidak seharusnya terlalu lelah.

"Aduh, jangan repot-repot. Nanti oba-san tidur dimana, dong? Aku tidak keberatan tidur dimanapun, kok."

Mikoto tersenyum, "Sebaliknya malah kami yang merepotkanmu. Sebetulnya aku tidak masalah berdua saja di rumah dengan Itachi. Tapi Sasuke malah memintamu untuk tinggal disini sementara. Maaf ya sudah merepotkanmu."

Sakura mengerti mengapa Sasuke sampai meminta bantuannya. Mikoto perlu pergi ke rumah sakit untuk dialysis setiap minggu dan seandainya tidak ada Sasuke, pasti wanita itu akan kesulitan harus pergi ke rumah sakit dan menjaga Itachi di rumah. Bisa saja lelaki itu malah melakukan hal yang membahayakan jika dibiarkan sendirian di rumah.

"Tidak merepotkan sama sekali, kok. Lagipula aku juga khawatir kalau oba-san berdua saja di rumah bersama Itachi-nii. Kalau ada aku, setidaknya aku bisa sedikit membantu bibi sekaligus membantu Sasuke agar bisa melakukan konser tanpa khawatir."

Mikoto merasa semakin bersalah pada putra bungsunya. Sebagai seorang ibu, ia tak bisa melakukan apapun dan malah menambah beban Sasuke, baik secara finansial maupun emosional. Semakin dipikirkan, ia semakin menyesal karena menuruti suaminya memiliki penghasilan selain uang dari suami. Kini di masa tuanya ia hidup berdasarkan belas kasihan teman-teman lamanya dan uang yang didapat dari kerja keras Sasuke.

"Tidak masalah. Lagipula aku tidak ingin terus membebani orang-orang disekelilingku, khususnya Sasuke."

Raut wajah Mikoto tak secerah biasanya. Ia menangkap secercah kesedihan dan kekhawatiran dalam tatapan wanita itu.

Sakura merasa sedih melihat Mikoto dalam keadaan seperti ini. Padahal dulu ia begitu mengagumi wanita itu dan berharap agar ia bisa menukar ibunya dengan ibu Sasuke yang sangat cantik, anggun dan ramah. Meski bersahabat, Sakura menganggap ibunya dan ibu Sasuke bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan. Ibunya sangat cerewet, galak dan selalu mengeluhkan sikapnya. Kalau boleh jujur, wajah ibu Sasuke juga lebih cantik dan awet muda dibanding ibunya sendiri.

"Aku yakin Sasuke tidak merasa begitu. Aku tak pernah sekalipun mendengarnya mengeluh mengenai apapun."

Mikoto terdiam sesaat. Sasuke memang bukanlah tipe orang yang suka mengeluh. Ketimbang mengeluh, Sasuke lebih memilih untuk memikirkan solusi atas masalah yang ia hadapi dan melaksanakan nya sesegera mungkin untuk mengatasi masalah. Namun ia tahu kalau terkadang Sasuke juga merasa frustasi dengan keadaannya. Ia pernah mendapati Sasuke yang duduk diam di sudut ruangan dengan wajah yang disembunyikan diantara kedua lututnya ketika ia terbangun di tengah malam ketika Sasuke baru memulai kariernya. Punggung Sasuke sesekali berguncang dan lelaki itu menangis karena tampaknya sudah tidak tahan lagi dengan segala bebannya. Sampai sekarang, hati Mikoto terasa teriris ketika melihatnya.

Mikoto tersenyum tipis dan ia menepuk lengan Sakura, "Sasuke memang bukan tipe orang yang suka mengeluh. Kau juga pasti sudah mengetahui sifatnya setelah berteman begitu lama dengannya."

Sakura tersenyum. Ia sudah berteman begitu lama hingga mengetahui sifat baik dan buruk Sasuke. Lelaki itu bukanlah orang yang sempurna secara keseluruhan meski fisiknya benar-benar menarik. Sifat lelaki itu cenderung dingin, khususnya pada orang yang baru dikenal. Selain itu kata-katanya kasar dan menyakitkan, juga bisa membuat orang lain salah paham. Namun lelaki itu orang yang peduli pada orang lain, meski orang yang tidak dikenal sekalipun.

"Kadang-kadang aku jadi khawatir pada Sasuke. Kalau terus begini, bagaimana dia akan memiliki kekasih dan menikah? Padahal kurasa dia memiliki banyak fans wanita dan seharusnya bisa mendapat kekasih dengan mudah."

Mikoto mengatakan ini karena ia sudah menganggap Sakura sebagai putrinya sendiri. Ia tidak memiliki anak perempuan dan terkadang ia mendambakan anak perempuan, karena itulah ia cenderung baik dan ramah pada anak perempuan teman-temannya.

"Kurasa Sasuke juga tidak memikirkan hal itu. Dia bahkan kurang nyaman dan tampak terganggu dengan para fans yang menganguminya secara berlebihan."

"Aduh. Dia bukan gay, kan?"

Ucapan Mikoto membuat tawa Sakura meledak seketika. Sebetulnya pertanyaan Mikoto ada benarnya, sih. Selama ia mengenal Sasuke, tak pernah sekalipun ia terlihat tertarik pada wanita manapun. Bahkan Naruto pernah bercerita kalau suatu kali dia mengajak Sasuke menonton film porno bersama dan wajah Sasuke langsung memerah ketika tahu kalau itu adalah film porno dan ia langsung meninggalkan ruangan. Ketika Kiba memutuskan merayakan keberhasilan konser dengan mengajak pergi ke rumah bordil bersama-sama, Sasuke langsung marah-marah dan menolak.

"Aku yakin dia normal. Mungkin saja dia tipe lelaki tsundere," ucap Sakura dengan maksud menenangkan Mikoto.

Ponsel Sakura mendadak bergetar dan ia mengecek ponselnya. Sebuah pesan baru dari Sasuke masuk ke ponselnya dan ia segera membacanya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

From : Sasuke

Bagaimana keadaan di rumah? Okaa-san dan aniki baik-baik saja?

Sakura tersenyum membaca pesan itu dan memperlihatkannya pada Mikoto, "Lihat, Sasuke menanyakan keadaan kalian walaupun dia baru akan berangkat besok. Kalau tidak ada aku, dia pasti tidak akan bisa konser dengan tenang karena mengkhawatirkan kalian."

Senyum Mikoto semakin melebar. Sasuke bukanlah tipe anak yang sering mengatakan 'aku menyayangimu' atau kalimat sejenisnya. Seingatnya ia belum pernah mendengar kata-kata itu dari Sasuke secara langsung, namun ia tahu kalau Sasuke menyayanginya tanpa mengungkapkannya dengan kata-kata.

Kata orang, anak laki-laki cenderung lebih cuek pada orang tua, berbeda dengan anak perempuan yang cenderung lebih peduli. Awalnya Mikoto sempat khawatir karena memiliki dua anak laki-laki dan berpikir kalau tak ada yang akan peduli padanya. Namun kekhawatirannya sama sekali tidak terbukti. Ia kini malah merasa beruntung memiliki dua anak laki-laki yang peduli padanya dengan cara mereka sendiri.

"Katakan padanya kalau kami baik-baik saja. Sekalipun terjadi sesuatu, tolong katakan kalau kami baik-baik saja. Aku tidak ingin menambah kekhawatiran Sasuke."

"Eh?" Sakura terkejut mendengar ucapan Mikoto. Namun Mikoto tampak serius dengan ucapannya dan ia segera menganggukan kepala. Ia berharap tak akan terjadi apapun selama Sasuke berada di luar negeri.

Sakura baru berada di rumah Sasuke kurang dari satu hari, namun ia tahu kalau keluarga Sasuke berbeda dengan keluarganya. Keluarganya terbuka mengenai segala hal pada setiap anggota keluarga, termasuk mengenai kondisi finansial. Namun keluarga Sasuke cenderung merahasiakan kesulitan yang dirasakan satu sama lain agar tidak menambah kekhawatiran masing-masing anggota keluarga.

"Aku benar-benar kasihan pada Sasuke. Anak itu seharusnya memiliki masa depan yang cerah. Namun kini dia malah harus bekerja sangat keras untuk membiayaiku dan putra sulungku. Setidaknya dia harus menikmati hasil kerja kerasnya, namun dia malah tidak bisa melakukannya," ucap Mikoto dengan kesedihan yang kembali terpancar dalam sorot matanya.

Mikoto terdiam dan meneguk ludah sebelum melanjutkan ucapannya, "Seharusnya dulu aku mendengarkan saran dokter dan suamiku untuk menggugurkan kandungan ketika tahu kalau Itachi akan mengalami keterbelakangan mental. Aku terlanjur menyayangi anak itu dan kupikir bisa saja terjadi mukjizat dan dokter salah melakukan diagnosa. Sekarang aku mulai berpikir, bagaimana seandainya aku meninggal dan Sasuke hanya berdua saja dengan Itachi? Sasuke semakin sibuk dan ia pasti akan sangat kesulitan jika harus mengurus Itachi."

Sakura terdiam dan hanya mendengarkan Mikoto. Ia tak tahu harus berkata seperti apa untuk menanggapi Mikoto. Apapun yang akan ia ucapkan pasti akan dianggap tidak pantas untuk dikatakan mengingat ini adalah masalah keluarga yang diceritakan oleh orang yang seusia ibunya.

"Tolong jangan katakan ini pada Sasuke. Dia pasti akan semakin khawatir, tapi aku bercerita begini padamu karena kau putri sahabatku dan sahabat Sasuke. Aku sungguh berharap kalau kau akan tetap berada di sisinya apapun yang terjadi padanya, sekalipun ketika dia sedang terpuruk," ujar Mikoto dengan tatapan yang memohon pada Sakura.

Sakura tak berpikir sama sekali ketika ia menjawab. Ia langsung mengangguk dan menatap mata Mikoto lekat-lekat, berusaha memberikan sebuah determinansi.

"Tentu saja, Mikoto-obasan. Apapun yang terjadi, aku akan berusaha mendukung dan berada di sisi Sasuke."

.

.

Naruto terbangun di tengah malam dan ia merasa benar-benar mengantuk. Matanya bahkan masih terpejam dan ia tidak ingat kalau malam ini ia berbagi kasur dengan Sasuke. Ia berniat menekan kasur untuk membantunya duduk dan mengambil sebotol air yang ia letakkan di nakas, namun ia malah menekan sesuatu yang keras.

"Geli. Singkirkan tanganmu, dobe," ujar Sasuke dengan jengkel seraya menarik tangan Naruto yang menyentuh dadanya. Salah satu jari Naruto bahkan menyentuh puting Sasuke dan membuatnya merasa geli.

Naruto terkejut ketika menyadari ada seseorang yang mencengkram pergelangan tangannya dengan keras.

"Eh? Gomen, gomen," ucap Naruto sambil meringis.

Sasuke melepaskan tangan Naruto dan Naruto menatap pergelangan tangannya yang memerah karena cengkraman Sasuke begitu kuat.

"Ck... kasar sekali padaku."

"Salahmu sendiri seenaknya menyentuh putingku," ucap Sasuke sambil berdecak kesal karena risih. Ia pikir Naruto memiliki penyimpangan seksual dan berniat merangsangnya yang notabene sama-sama pria.

"Ap-" Naruto memutus ucapannya dan mengernyit, "A-aku menyentuh p-p-putingmu?"

Sasuke hanya mengangguk sambil mengusap-usap putingnya karena risih ketika mengingat Naruto yang menyentuh dadanya dan salah satu jarinya memegang putingnya.

"ARRRRRRGGGHHHHHH! JIJIK! HIIIIIYYYYYYYYY!" Naruto menjerit keras hingga membuat telinga Sasuke pengang seketika.

Naruto langsung mengusap-usap bed cover untuk menghilangkan bekas sentuhan pada dada Sasuke. Ia tak habis pikir bagaimana bisa ia menyentuh puting seorang pria.

"Ck.. bisa-bisa kau serak saat konser nanti. Pertahankan pita suaramu untuk scream saat konser."

Naruto meringis. Ia lupa kalau belakangan ini ia berusaha menjaga pita suaranya untuk konser. Ia bahkan menghindari minum es meski sebetulnya ia sangat menyukai es. Ia memilih minum teh hangat, air perasan lemon hangat dan memakan apapun yang direbus.

Naruto cepat-cepat minum banyak air untuk melumasi pita suaranya dan ia segera berkata, "Seharusnya kau juga tidur. Besok kita harus pergi ke airport."

"Aku akan tidur sebentar lagi."

"Jangan bilang kau khawatir pada keluargamu."

Sasuke tidak menjawab. Ucapan Naruto memang benar, ia khawatir pada keluarganya. Apakah Sakura bisa bertahan selama beberapa minggu di rumahnya?

Terkadang Sasuke benar-benar jengkel pada Itachi dan akhirnya ia pergi merokok ke atap dan kembali ke rumah ketika ia sudah jauh lebih tenang. Lelaki itu bahkan pernah mencelupkan ponsel Sasuke ke dalam bak berisi air dan menjadikannya sebagai mainan kapal-kapalan hingga ponsel itu rusak. Saat itu ia benar-benar marah karena ada banyak data penting hingga ia membentak dan memukul Itachi sejadi-jadinya seolah lelaki itu adalah sebuah drum. Pada akhirnya ia merasa bersalah dan membisikkan permintaan maaf ketika lelaki itu sedang tidur.

"Sakura-chan pasti bisa mengurus keluargamu dengan baik, kok. Katanya perempuan lebih sabar untuk hal-hal semacam itu."

"Terkadang anikiku begitu menguras kesabaran. Tingkahnya benar-benar seperti anak kecil. Aku bahkan sampai harus menyuruhnya mandi, makan dan terkadang memastikan kalau dia memakai pakaian dengan benar. Dia juga bisa saja meletakkan mainannya begitu saja di lantai dan mencelakai dirinya sendiri ataupun orang lain. Menurutmu apakah Sakura bisa tahan menghadapinya?"

Naruto tahu kalau Sasuke benar-benar mengkhawatirkan apapun yang sedang ia pikirkan hingga bersedia mengucapkannya panjang lebar begini.

Selama ini Naruto selalu menganggap Sasuke adalah orang yang mudah marah dan ia percaya kalau ia adalah orang yang jauh lebih sabar dibanding Sasuke. Namun setelah ia mengunjungi rumah Sasuke dan melihat sendiri kondisi keluarganya setelah keluarga Sasuke bangkrut, persepsinya terhadap Sasuke berubah.

Naruto menepuk lengan Sasuke. Ia tak sepenuhnya mengerti, namun ia tahu kalau Sasuke membutuhkan hiburan dan kata-kata penguatan dari orang terdekatnya.

Naruto segera berkata, "Kurasa Sakura-chan bisa beradaptasi, teme. Lagipula dia sudah tahu seperti apa keadaan keluargamu dan dia tetap mengiyakan permintaanmu. Aku akan menawarkan Sakura untuk curhat padaku kalau dia merasa terbebani dengan kondisi keluargamu agar dia merasa lebih baik."

"Arigatou, dobe."

Naruto tersenyum, "Duh, tidak usah berterima kasih untuk hal sekecil itu, teme. Pokoknya kau harus menghubungiku kapanpun kau membutuhkan bantuan. Aku tidak keberatan sekalipun kau memintaku menginap dan menjaga keluargamu."

Mustahil Sasuke akan meninggalkan keluarganya jika tidak sangat terpaksa. Terkadang ia merasa 'sesak' secara emosional dan ia ingin meninggalkan keluarganya untuk berlibur sendirian. Namun ia tetap tak bisa melakukannya karena pikiran-pikiran berupa kekhawatiran terhadap keluarganya akan mulai mengisi benaknya.

Sasuke takut kalau apapun yang akan ia ucapkan terdengar semakin emosional malam ini. Ia segera membalikkan badan dan berkata, "Oyasumi, dobe."

Naruto menatap punggung Sasuke yang membelakanginya. Punggung itu menanggung beban tak kasat mata yang begitu berat dan ia berpikir untuk ikut menanggungnya.

Rasanya Naruto semakin mengagumi sosok Sasuke. Lelaki itu benar-benar orang yang sangat mengagumkan di mata Naruto, namun juga sangat kasihan.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro