Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4

Naruto benar-benar tak tahan lagi. Belakangan ini ia melihat Sasuke berlatih gila-gilaan hingga melewatkan waktu makan dan tampaknya hanya tidur kurang dari enam jam sehari, Kantung mata Sasuke bahkan semakin menghitam dan siang ini wajah Sasuke mulai terlihat lebih pucat dibanding biasanya.

Naruto sudah menasihati lelaki itu, namun lelaki itu tak ingin mendengarnya. Ia bahkan sudah meminta bantuan pada manajer band untuk memperingati Sasuke, namun sang manajer malah berkata kalau apa yang dilakukan Sasuke sangat baik dan seharusnya setiap anggota band berlatih sama kerasnya dengan Sasuke.

Naruto merasa sangat khawatir. Konser tinggal dua minggu lagi dan ia yakin Sasuke akan sakit jika ia terus-terusan seperti ini. Dan sebetulnya mereka juga sudah cukup lancar memainkan lagu-lagu yang akan dibawakan saat konser nanti. Seharusnya tidak ada alasan untuk berlatih dua belas jam sehari selama tujuh hari dalam seminggu.

Sasuke sendiri mulai merasa kalau tubuhnya terasa berat pagi ini. Ia bahkan memutuskan pergi ke studio dengan taksi pagi ini karena merasa terlalu lemas untuk pergi ke studio dengan kereta seperti biasa. Kepala nya terasa pusing dan pandangannya sedikit kabur meski ia berusaha fokus.

"Hey! Kurasa seharusnya lagu ini diawali dengan intro gitar, bukan langsung dimulai dengan drum," ucap Kiba dengan suara keras dan setengah berteriak karena suasana studio yang berisik.

Neji dan Sai yang baru saja memetik gitar dan berusaha mengikuti drum yang dimainkan Sasuke segera menghentikan aktifitas mereka. Kedua lelaki itu juga menyadari kalau Sasuke begitu aneh pagi ini. Lelaki itu terlihat kacau dan berkali-kali melakukan kesalahan pada bagian-bagian yang seharusnya tidak rumit. Sasuke seolah tidak fokus pada permainan drumnya sendiri.

Sasuke segera menghentikan permainan drum nya dan berkata, "Maaf. Akan kuulang sekrang."

Neji menggeleng, "Tidak. Sepertinya kau memang sedang lelah. Bagaimana kalau kau istriahat saja?"

"Aku baik-baik saja."

Sai yang biasanya tak begitu banyak bicara kini menatap Sasuke dan berkata, "Wajahmu merah dan sejak tadi kau terus menerus membuat kesalahan. Lebih baik istirahat sebelum kau semakin merepotkan kami."

Sasuke hanya diam. Ia merasa lelah hanya untuk menjawab para rekan satu bandnya. Ia juga tak berniat mengulang apa yang sudah ia ucapkan sebelumnya.

Sasuke memutuskan untuk memainkan satu lagu yang seharusnya akan mereka latih selanjutnya. Namun ia baru saja memukul snare satu kali ketika kepalanya mendadak terasa pusing dan ia cepat-cepat menyentuh batang besi pada drum.

Sasuke melepaskan tangannya dan ia baru saja akan kembali memukul snare ketika kepalanya benar-benar pusing hingga ia merasa dirinya seolah berputar-putar dan pandangannya semakin menggelap.

Mendadak Sasuke terjatuh dari kursi yang ia duduki dengan punggung yang mengenai lantai yang dilapisi karpet dan perlahan kesadarannya mulai menghilang. Hal terakhir yang ia dengar adalah teriakan terkejut para anggota band nya yang mulai panik karena ia mendadak jatuh.

.

.

Sakura baru saja memegang sumpit dan berniat memakan sepotong daging ayam untuk makan siangnya, namun ponselnya mendadak bergetar dan ia segera memasukkan potongan daging itu serta segera meraih ponselnya.

Ia mengernyitkan dahi. Tumben sekali Naruto menelponnya di jam makan siang seperti ini? Padahal lelaki itu tampaknya sedang sibuk berlatih hingga sudah beberapa hari ini tak mengirimkan pesan.

"Sakura, bisakah kau datang ke rumah sakit nanti sore? Aku butuh bantuanmu."

"Rumah sakit? Memangnya ada apa denganmu? Kau sakit?"

"Bukan aku, tapi Sasuke. Mendadak dia pingsan saat latihan dan akhirnya kami menelpon ambulans."

Sakura benar-benar terkejut dan ia bahkan lupa kalau Ino dan Tenten sedang duduk dihadapannya. Ia segera menyahut, "Sasuke pingsan? Bagaimana keadaannya?"

Ino mengernyitkan dahi mendengar ucapan Sakura. Instingnya sebagai seorang wanita sekaligus fangirl mengatakan kalau ia mengenal Sasuke yang dimaksud Sakura.

"Kata dokter dia pingsan karena kelelahan. Sekarang dia sedang tidur. Jadi aku menungguinya bergantian dengan Neji, Sai dan Kiba."

Sakura merasa lega. Ia segera berkata, "Untunglah. Omong-omong kau sudah menghubungi Mikoto-obasan?"

Naruto terdiam sesaat sebelum menjawab dengan suara pelan, "Tidak. Kubilang kalau Sasuke akan menginap di rumahku."

Sakura tersenyum lega. Baik dirinya maupun Naruto tahu bahwa kondisi ibu Sasuke sedang tidak sehat. Mereka berdua tak ingin membuat beban wanita paruh baya itu bertambah seandainya mengetahui bahwa Sasuke sedang sakit. Ia yakin Sasuke juga tak akan senang seandainya Naruto ataupun dirinya memutuskan untuk memberitahu pada ibu Sasuke.

"Oke. Aku akan datang setelah pulang kantor."

"Arigatou, Akan kukirimkan lokasinya via chat."

Sakura segera mematikan telepon. Namun belum sempat ia memasukkan ponsel ke dalam tasnya, Ino langsung menatapnya dengan tatapan penuh rasa penasaran, "Siapa Sasuke yang kau maksud? Jangan bilang dia Sasuke dari Black Ash."

Sakura meringis. Insting Ino benar-benar kuat hingga ia bisa tahu kalau Sasuke yang dimaksudnya adalah Sasuke yang sama dengan yang dipikirkan Ino.

"Mana mungkin aku kenal Sasuke idolamu itu? Menurutmu dimana aku bisa mengenal orang yang terkenal seperti itu?"

"Bisa saja kalian teman satu sekolah atau teman sejak kecil? Iya, kan?"

Tak hanya Sakura, kali ini Tenten juga ikut meringis. Ia berharap agar Ino tak sampai tergila-gila pada Sasuke dan berakhir menjadi fans gila yang menguntit idolanya kemanapun.

"Teman satu sekolahku tidak ada yang namanya Sasuke, tuh," sahut Sakura sambil mengangkat sumpitnya dan melirik jam yang telah menunjukkan pukul satu kurang lima belas menit.

"Sudah, ah. Sebentar lagi jam istirahat selesai, nih."

Sakura tak mempedulikan Ino dan ia segera makan dengan cepat. Ia tak ingin telat sampai di kantor dan mendapat peringatan.

.

.

Sasuke mengerjapkan matanya secara refleks dan mendapati cahaya lampu yang menyilaukan mata ketika ia membuka mata. Ia tak tahu dimana ia berada, namun yang jelas ini bukanlah studio.

"Kau sudah bangun, Sasuke? Tidur lagi saja," ucap Sai sambil menatap Sasuke yang baru saja terbangun.

Sasuke menatap sekeliling dan ia menyadari kalau kini ia berada di kamar rumah sakit. Ia melirik tangannya sendiri dan mendapati jarum infus yang menancap di punggung tangannya.

Sebetulnya Sasuke masih merasa lelah. Kasur dan selimut menggodanya untuk terus beristirahat sepanjang hari. Namun ia harus pulang jika tidak lagi berlatih.

"Aku harus pulang."

Sai cepat-cepat menahan Sasuke yang baru saja akan mengubah posisi tubuhnya dari baring menjadi duduk. Ia segera mendorong tubuh Sasuke dan berkata, "Dokter bilang kau masih harus beristirahat."

Sebetulnya Sasuke tak suka mengulang ucapannya. Namun ia segera berkata, "Aku harus pulang sekarang."

Sai menatap ke arah pintu. Ia tak habis pikir mengapa Sasuke begitu keras kepala untuk pulang. Padahal seharusnya lelaki itu yang paling mengetahui kondisi tubuhnya sendiri.

"Naruto sudah menelpon ibumu, kok."

Sasuke begitu terkejut mendengar ucapan Sai. Ia yakin ibunya akan semakin khawatir setelah mengetahui apa yang terjadi padanya. Ia tak ingin menambah kekhawatiran ibunya. Sebetulnya saat inipun ia merasa bersalah membiarkan ibunya mengurus rumah sekaligus kakaknya meski ibunya sendiri sedang sakit parah karena ia tak memiliki cukup uang untuk menyewa perawat sekaligus asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah.

Sasuke tak peduli meski kepalanya masih sakit dan kepalanya terasa pusing. Ia segera duduk dan berusaha bangkit berdiri. Namun Sai kembali mendorong tubuh Sasuke dengan kuat.

"Dua minggu lagi kita akan mengadakan tur. Konser akan kacau kalau kau sampai sakit."

Sasuke pada akhirnya menurut meski ia benar-benar khawatir. Ia malah tidak bisa beristirahat karena khawatir memikirkan ibu dan kakaknya.

"Naruto bilang pada ibuku kalau aku sakit?"

"Tidak. Naruto bilang hari ini kau tidak pulang karena menginap di rumahnya."

Sasuke terlihat lega seketika. Sai bahkan menyadari perubahan ekspresi wajah Sasuke yang sangat terlihat jelas.

Sai tak pernah benar-benar memahami seseorang yang begitu mengkhawatirkan keluarga seperti Sasuke. Ia tak memiliki keluarga untuk dikhawatirkan dan ia juga hanya perlu mencari uang untuk dirinya sendiri.

Terdengar suara pintu yang terbuka dan Sai berharap agar Naruto atau anggota band lain yang memasuki ruangan. Di antara seluruh anggota band, ia paling tidak akrab dengan Sasuke meski mereka tidak bertengkar dan sebetulnya saling memahami satu sama lain karena beberapa kesamaan mereka. Ia bukanlah tipe orang yang banyak bicara, dan ketika ia bicara terkadang ia mengeluarkan kata-kata pedas yang tepat sasaran, begitupun dengan Sasuke. Hanya saja, entah kenapa mereka berdua tidak bisa akrab karena jika mereka sudah berdua, pasti keduanya akan sama-sama diam dan tidak akan bicara jika tidak ada hal yang penting.

Seorang wanita muda berambut merah muda berpakaian formal dengan rambut sedikit berantakan karena tergesa-geas memasuki ruangan.

"Sasu-" ucapan wanita itu terputus, "-oh, ada Sai juga."

Sai tersenyum pada Sakura, si wanita berambut merah muda itu. Ia beberapa kali bertemu dengan wanita itu dan wanita itu adalah sahabat Sasuke dan Sakura. Jika dibandingkan dengan Sasuke dan Naruto, kepribadian Sakura jelas lebih mirip Naruto yang banyak bicara.

"Aduh, terima kasih sudah menjaga Sasuke. Kalau kau mau pulang juga tidak apa-apa. Kau pasti lelah kan, Sai?" ucap Sakura dengan ramah sambil menundukkan kepala.

"Tidak, sih. Tapi aku tidak berniat menganggu kalian berdua. Jadi aku akan pulang," ucap Sai seraya menatap Sasuke sekilas.

Wajah Sakura memerah. Ia merasa tidak enak karena Sai tampaknya salah paham. Sasuke juga terlihat tidak nyaman.

"Dia bukan pacarku," tukas Sasuke sambil menatap Sai dengan tajam.

"Kami cuma sahabat, kok," ucap Sakura dengan suara meninggi karena malu dengan ucapan Sai.

"Kalau begitu aku pulang dulu. Jagalah kesehatanmu, leader-sama," ucap Sai sambil melambaikan tangan dan berjalan menuju pintu.

Sakura balas melambaikan tangan sambil tersenyum. Entah kenapa ia merasa kalau Sai agak mirip dengan Sasuke dan mendadak Ia terpikir bagaimana kalau seandainya Sai dikenalkan dengan Ino secara personal? Wanita itu mungkin saja akan beralih dari obsesinya pada Sasuke yang mulai terlihat tidak sehat.

"Bagaimana kau bisa pingsan begini, sih? Katanya kau berlatih lebih dari dua belas jam setiap hari. Itu benar?"

"Hn."

"Kau gila!" seru Sakura sambil mengangkat tangan dan berniat menepuk lengan Sasuke keras-keras. Namun ia teringat kalau lelaki itu tidak sehat dan ia mengurungkan niatnya.

"Aku tahu kalau turmu akan dimulai dua minggu lagi. Tapi kalau kau sampai sakit begini, kau malah membuat orang di sekitarmu khawatir," ucap Sakura panjang lebar.

Sasuke mengerti kalau Sakura mengkhawatirkannya dan dalam hati ia mengakui kalau ia merasa senang diperhatikan Sakura meski wanita itu cenderung banyak bicara. Bersama Sakura membuatnya merasa sedikit lebih rileks karena ia tak diharuskan untuk menjadi 'penopang' seperti ketika ia berhadapan dengan keluarga atau rekan satu bandnya.

"Omong-omong kau sudah makan, belum? Kalau belum, kau mau makan tomat? Kebetulan aku membelinya di supermarket dekat kantor sebelum mengunjungimu."

Sasuke menggeleng. Ia merasa terlalu lelah dan satu-satunya yang ia inginkan hanyalah tidur meski ia ingin menemani Sakura lebih lama.

"Aku ingin tidur. Jadi kau pulang saja, Sakura."

Ucapan Sasuke terdengar kasar. Namun sebetulnya ia tak ingin Sakura pulang terlalu larut dan berakhir dengan kelelahan. Lagipula ia khawatir terjadi sesuatu kalau wanita itu pulang sendirian.

Sakura tahu kalau Sasuke tidak bermaksud jahat. Lelaki itu hanya kesulitan mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan kata-kata yang tepat. Namun ia berniat sedikit menjahili lelaki itu, "Kau mengusirku, nih?"

"Tidak. Kupikir tidak baik kalau wanita sepertimu pulang sendirian larut malam."

"Kau lupa kalau aku bahkan bisa menggendong pria sepertimu, eh?"

"Tidak."

"Tenang saja. Aku bisa menjaga diriku sendiri, kok. Sebaiknya kau beristirahat dan cepat sembuhkan dirimu sendiri sebelum membuat orang-orang di sekitarmu khawatir."

"Hn."

Sasuke tersenyum tipis. Ia tahu kalau Sakura adalah wanita yang sangat kuat dan berbeda dengan kebanyakan wanita yang ia temui. Namun nalurinya sebagai seorang pria membuatnya tetap mengkhawatirkan Sakura meski di sisi lain ia yakin Sakura bisa menjaga dirinya sendiri.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro