Chapter 16
"Sejak awal aku sudah tidak setuju dengan keputusan untuk menawari Black Ash ke label ini. Meskipun mereka berbakat, mereka berbahaya jika sampai terlalu populer." ucap seorang lelaki berambut hitam panjang seraya menatap Tsunade.
"Sangat sulit menemukan berlian yang hanya memerlukan sedikit usapan untuk bersinar. Mereka berbakat, penampilan mereka juga menarik," sahut Tsunade pada lelaki yang telah bekerja sama dengannya selama lebih dari dua dekade.
Tsunade menatap wajah sahabatnya lekat-lekat. Lelaki itu terlihat tak jauh berubah dibanding ketika usianya tiga puluh tahun berkat puluhan operasi plastik dan suntik botoks.
"Sejak awal aku sudah merasa kalau bocah Uchiha itu terlalu berbahaya untuk berada di industri seperti ini. Keluarganya terkenal, namun bukan terkenal dengan cara yang positif dan menyembunyikan rahasia. Lihatlah apa yang terjadi sekarang. Bocah itu menjadi boomerang bagi kita."
Seorang lelaki berambut putih dengan tubuh tinggi besar menganggukan kepala, "Kali ini aku setuju dengan Orochimaru. Kami bahkan sampai mencari tahu soal setiap personil karena kau begitu tertarik pada band itu."
Kening Tsunade berkerut. Kepalanya terasa seolah akan meledak karena memikirkan masalah yang datang bertubi-tubi. Saham label mereka bahkan sampai turun meski tidak sampai anjlok karena para fans bukan memboikot band dan label secara keseluruhan, melainkan hanya satu orang. Setidaknya, hal itu tidak akan memberi pengaruh yang sangat signifikan hingga membuat saham turun drastis.
"Diamlah!" seru Tsunade dengan kesal. "Aku mengajak kalian bertemu untuk membahas pemecahan masalah saat ini, bukan untuk meyalahkan keputusan di masa lalu!"
Jiraiya, si lelaki berambut putih, terdiam seketika dan menatap Orochimaru. Kedua lelaki itu saling bertatapan, seolah meminta pertolongan satu sama lain.
Tsunade mendengus kasar. Kedua lelaki itu sama sekali tak berubah dibanding sejak pertama kali ia mengenalnya lebih dari empat puluh tahun yang lalu. Dulu mereka bertiga adalah teman satu sekolah dan Jiraiya adalah orang yang jahil dan cabul. Mereka bertiga sama-sama memiliki impian untuk membentuk band dan memulai karier sebagai pemusik jalanan setelah lulus sekolah. Pada akhirnya mereka sukses dan memutuskan membentuk label mereka sendiri. Kini label mereka pun sudah sukses dan menaungi banyak band-band populer.
"Aku berniat mengetahui siapa yang melakukannya. Setelah kita menangkapnya, kita harus membawanya ke ranah hukum dan mengeksposnya sebisa mungkin demi meningkatkan kepercayaan fans," ujar Jiraiya.
Orochimaru menatap video dari blog yang telah ia putar beberapa kali. Ia berusaha mengamati detil demi menemukan petunjuk. Dan mendadak ia menjentikkan jari secara refleks, membuat Tsunade dan Jiraiya menatapnya.
"Kalau diperhatikan, sepertinya bocah Uchiha dan Kakashi sedang merokok di luar ruangan, namun masih berada di bagian studio. Sepertinya siapapun yang diam-diam merekamnya berada di dalam bangunan yang sama. Kurasa ada orang dalam yang menyusup," ujar Orochimaru.
"Ah!" Tsunade berseru. Ia menatap video itu dan menyeringai. "Sepertinya aku harus mencari informasi dari Hatake mengenai orang yang kemarin berada di studio. Lalu kita bisa meminta 'orang-orang itu' untuk menginterogasi mereka."
Jiraiya dan Orochimaru tak memiliki pilihan selain membiarkan Tsunade melakukan apapun yang diinginkannya. Bagaimanapun juga, keputusan Tsunade adalah yang terbaik. Setidaknya label mereka dapat bertumbuh pesat berkat bekerja sama dengan kelompok bawah tanah.
.
.
Sakura berjalan menuju apartemen Sasuke dengan perasaan tidak enak. Ia takut kalau Mikoto sudah mengetahui apa yang terjadi dan ia tidak tahu bagaimana ia harus menghadapi wanita itu.
Ponsel Sakura bergetar dan ia segera mengangkat telepon itu. Pikirannya berkecamuk saat ia mengetahui bahwa Sasuke yang menelponnya.
"Sasuke-kun! Untunglah kau menelponku. Aku benar-benar takut terjadi sesuatu padamu," ucap Sakura tepat setelah mengangkat telepon dari Sasuke.
"Aku sudah tiba di Jepang. Tapi sementara aku tidak bisa pulang ke rumah. Tolong awasi okaasan untukku. Jangan sampai dia membuka internet dan mengetahui soal berita apapun mengenaiku."
Sakura terkejut dengan apa yang diucapkan Sasuke. Ia merasa kalau Sasuke sedang menghadapi sesuatu yang serius hingga pulang lebih awal dan tidak bisa kembali ke rumah.
"Kenapa kau tidak bisa pulang? Sekarang kau ada di mana?"
Ada jeda sesaat sebelum Sasuke menjawab, "Direktur menyuruhku tinggal di rumahnya untuk keamanan. Berhati-hatilah di sekitar apartemen. Mungkin saja seseorang mengawasi kalian."
Sakura membelalakan matanya seketika. Ia merasa takut kalau ia melakukan sesuatu yang salah hingga menimbulkan rumor.
"Apa?! Astaga! Aku tinggal di tempatmu. Bagaimana kalau seseorang membuqt gosip mengenai kita yang dianggap tinggal bersama dan memiliki hubungan? Padahal itu sama sekali tidak benar."
Suara Sasuke terdengar lemah. Ia merasa lelah secara emosional. Ia mulai merasa takut melakukan apapun karena takut menimbulkan fitnah. Bahkan rumor tidak jelas itu bisa saja menyeret orang-orang di sekelilingnya.
"Aku juga tidak tahu, Sakura-" Sasuke memutus ucapannya. Ia kemudian melanjutkan, "Aku mungkin akan membahasnya dengan direktur. Kuharap dia bisa membantu."
Sakura semakin khawatir pada Sasuke. Biasanya Sasuke terdengar sangat yakin dengan apapun yang ia katakan, namun tidak dengan kali ini.
"Kau sudah baca semuanya di sosial media? Kalau belum, kuharap kau jangan membukanya apapun yang terjadi."
"Hn. Direktur menelponku untuk membahas hal itu."
Sakura merasa benar-benar sedih hanya dengan membayangkannya. Padahal bukan ia yang menjadi target komentar jahat netizen, namun ia seolah ikut merasakan rasa sakit yang sama dengan Sasuke.
"Komentar itu benar-benar jahat! Aku sudah baca semuanya dan semua video itu pasti fitnah! Aku yakin kau bukanlah orang yang seperti itu," seru Sakura dengan marah.
"Aku memang mengucapkan semuanya, Sakura," ucap Sasuke dengan tenang meski emosinya bergejolak.
"Tapi video itu jelas-jelas dipotong untuk menggiring opini yang salah. Siapapun jelas-jelas berusaha menjatuhkanmu. Pokoknya mulai sekarang jangan buka internet lagi. Aku-" Sakura memutus ucapannya. Ia ingin berkata kalau ia tak ingin Sasuke terluka. Namun sepertinya hal itu malah mengesankan kalau Sasuke adalah orang yang rapuh dan hal itu pasti melukai harga diri lelaki itu.
"Hn?"
"Aku berharap yang terbaik untukmu."
"Arigatou."
"Oke. Kalau kau butuh teman bicara, telpon saja aku. Aku pulang dulu, ya."
Kata 'pulang' entah kenapa terdengar begitu lucu. Sebetulnya Sakura tidak pulang ke rumahnya sendiri, melainkan pulang ke rumah Sasuke. Padahal ia dan Sasuke bukanlah sepasang kekasih atau suami istri, namun ia seenaknya menyebut rumah lelaki itu sebagai tempatnya untuk pulang.
"Hati-hati," ucap Sasuke secara refleks.
Sakura tertawa, "Hati-hati apanya? Sebetulnya aku sudah sampai di lorong menuju apartemenmu."
"Maksudku, soal paparazzi yang mungkin menganggumu."
"Aku pasti akan baik-baik saja. Kalau mereka berani melakukan yang aneh-aneh, akan kuhancurkan tulang-tulang mereka sampai menjadi serpihan."
Sejak dulu Sasuke tahu kalau gadis itu memiliki tenaga yang sangat besar untuk ukuran seorang wanita bertubuh langsing sepertinya. Dan hal itu diperparah dengan ekskul bela diri yang diikuti Sakura semasa sekolah sehingga tenaga gadis itu semakin mengerikan.
"Bodoh. Kau bisa berurusan dengan polisi nanti," sahut Sasuke dengan nada yang lebih riang ketimbang biasanya.
"Jaga dirimu baik-baik. Jangan pikirkan omongan fans KW mu di internet. Masih banyak fans sungguhan yang mendukungmu, kok."
"Hn."
Sakura mematikan telepon dan berjalan menuju pintu kamar Sasuke. Ia menatap sekeliling sebelum mengeluarkan kunci dan membuka pintu.
Pemandangan yang ia lihat selanjutnya membuat Sakura mencelos seketika. Mikoto menatap ke arahnya dengan mata sembap dan memerah.
"Okaeri, Sakura."
Sakura bahkan tak sempat mengucapkan salam dan langsung melepas alas kaki serta menghampiri Mikoto. Ia tak peduli kalau ia sedang bertelanjang kaki saat ini.
"Mikoto-obasan, kau baik-baik saja?"
"Kau sudah lihat berita di internet dan televisi? Mereka semua memberitakan Sasuke."
Jantung Sakura berdegup kencang seketika. Bagaimana kalau Sasuke mengetahui ini? Lelaki itu pasti akan semakin memikirkannya dan merasa tertekan.
"Ya, aku tahu. Mereka memotong video yang sesungguhnya."
Mikoto menatap Sakura lekat-lekat, "Sasuke... dia belum mengetahuinya, kan?"
Sakura merasa bingung. Haruskah ia merasa jujur? Atau lebih baik berbohong? Namun ia yakin Mikoto cukup pintar untuk menyadari kalau Sasuke tidak sebodoh itu.
"Tidak, dia sudah tahu. Dan dia menyuruhku untuk memastikan kalau obasan tidak tahu."
Mikoto kembali meneteskan air mata. Tanpa ragu ia memeluk Sakura dan berkata, "Sampai saat beginipun dia masih memikirkanku? Aku merasa bersalah sudah membentaknya kemarin."
Sakura hanya bisa membalas pelukan Mikoto dan menepuk punggungnya. Ia tak tahu harus berkata apa. Dan terkadang, sebuah pelukan dan tepukan di punggung bisa membuat seseorang merasa lebih nyaman ketimbang kata-kata yang dipikirkan dengan susah payah.
"Sasuke pasti sudah bertahan dan berjuang sangat keras. Dan apa yang kulakukan malah menambah bebannya. Rasanya aku ingin menghubunginya. Namun menghubunginya malah akan membuatnya semakin terbebani karena khawatir."
Sakura sebetulnya tak mengerti dengan perasaan Mikoto dan Sasuke. Mereka berdua cenderung berpura-pura kalau mereka baik-baik saja meski sebetulnya tidak. Sedangkan Sakura dan orang tuanya selalu membahas apa saja, meski persoalan finansial sekalipun.
"Ini hanya saran saja, bagaimana kalau obasan mengatakan kalau obasan mengatakan kalau sudah tahu semuanya dan obasan akan tetap mendukungnya? Mungkin saja Sasuke-kun akan merasa lebih baik karena tidak perlu berpura-pura kalau segalanya baik-baik saja pada obasan?"
Sejauh ini Mikoto tak pernah mencoba hal itu pada Sasuke. Mereka berdua saling berpura-pura agar terlihat baik-baik saja. Dan ia merasa tidak nyaman harus mencoba untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.
Namun kali ini Mikoto bertekad untuk melakukannya demi Sasuke. Ia ingin berhenti menambah beban putra bungsunya.
.
.
Sasuke merasa canggung berada di dalam rumah Tsunade meski wanita itu menyuruhnya untuk menganggapnya sebagai rumah sendiri. Rumah itu berada di lantai teratas gedung pencakar langit dengan perpaduan antara minimalis dan elegan. Dan Sasuke bisa menebak kalau harga apartemen itu puluhan kali lipat dibanding apartemen miliknya.
Rasanya Sasuke benar-benar tidak nyaman disana. Ia ingin terus berada di dalam kamar, namun sepertinya tidak sopan. Sementara ia merasa tidak enak kalau hanya duduk dan bermalas-malasan tanpa melakukan apapun. Namun ia juga tidak mungkin membantu bersih-bersih karena tidak tahu dimana letak seluruh peralatan bersih-bersih.
Kini Sasuke hanya berdiri di dekat bingkai foto seraya menatap sebuah foto yang seharusnya merupakan foto keluarga, namun tampak sedikit janggal karena hanya memperlihatkan dua wanita disana. Salah satunya adalah Tsunade, sedangkan yang lainnya adalah wanita berambut hitam dan pendek. Di foto lain, ada pula foto wisuda wanita berambut pendek itu bersama Tsunade.
Baik Sasuke maupun anggota band lainnya tak pernah tahu seperti apa kehidupan Tsunade maupun kedua rekannya yang dulunya tergabung dalam satu band dan kini membentuk label bersama.
Mendadak Sasuke memiliki pikiran negatif. Mungkinkah Tsunade memiliki seorang anak di luar ikatan pernikahan?
Namun Sasuke berusaha mengenyahkan pikirannya. Kehidupan pribadi sang direktur sama sekali bukan urusannya. Toh gajinya selalu dibayar tepat waktu.
"Itu putriku," ucap Tsunade tiba-tiba, membuat Sasuke tersentak.
Sasuke segera menoleh dan mendapati wanita itu berdiri di belakangnya dan kini menghampirinya.
"Oh? Ak-" Sasuke segera memutus ucapannya. Ia berbicara informal tiba-tiba karena kaget. "Saya belum pernah melihatnya."
Tsunade tersenyum tipis, "Dia bukan benar-benar putriku, sih. Aku hanya menganggapnya sebagai putriku. Orang tuanya sudah meninggal dan dia tinggal bersama tunanganku. Ketika tunanganku meninggal, aku yang membesarkannya."
Sasuke tahu kalau Tsunade pernah bertunangan. Ia tak pernah peduli dengan kehidupan wanita itu, namun Neji sampai mencari di laman Wikipedia dan menemukan fakta kalau Tsunade pernah bertunangan dengan rekan se-bandnya sendiri. Dan wanita itu tak pernah dikabarkan menjalin romansa dengan siapapun setelah kematian tunangannya.
"Untunglah. Setidaknya dia memiliki anda yang membesarkannya."
Tsunade menggeleng, "Terkadang aku merasa egois. Seandainya aku menyerahkannya untuk diadopsi, mungkin dia bisa tumbuh dengan orang tua yang lengkap, bukan bersama wanita yang lajang sepertiku."
Sasuke merasa heran kenapa Tsunade banyak bercerita padanya. Rasa penasaran menggerogotinya dan akhirnya ia bertanya, "Mengapa anda menceritakan ini pada saya?"
Tsunade juga tak mengerti kenapa ia malah bercerita pada Sasuke. Ia mendapati Sasuke yang menatap foto yang terpasang di dinding dengan tanda tanya yang terlihat jelas di wajahnya dan ia langsung menjelaskan begitu saja.
"Kau terlihat penasaran."
"Maaf."
Tsunade menggeleng, "Tidak apa. Mungkin aku begini karena jarang memiliki teman bicara di rumah. Putriku sekarang sibuk sebagai dokter, jadi aku jarang bertemu dengannya."
Sasuke sedikit penasaran bagaimana hubungan Tsunade dan putrinya. Sejujurnya ia sulit membayangkan wanita itu sebagai seorang ibu dari anak yang sudah dewasa. Sebetulnya Tsunade bahkan masih terlihat seksi seperti wanita yang berusia sekitar akhir dua puluhan atau awal tiga puluhan. Dan rasanya wanita itu tidak terlihat keibuan meski penampilan fisiknya sangat cantik.
"Apakah anda sering menghubungi putri anda?"
"Terkadang. Kami sangat sibuk dan terkadang dia hanya pulang di akhir pekan atau di tengah malam. Kenapa?"
"Tidak. Saya hanya penasaran."
Tsunade merasa heran. Pertanyaan seperti itu sebetulnya agak aneh dan biasanya Sasuke tak akan peduli pada hal semacam itu. Mereka sudah cukup lama berhubungan dalam konteks pekerjaan sehingga ia cukup tahu kepribadian lelaki itu.
"Bagaimana dengan ibumu? Apa dia baik-baik saja?"
Sasuke menggeleng, "Kondisinya memburuk. Dia membutuhkan transplantasi secepatnya."
Tsunade merasa bersimpati. Sebetulnya ia merasa salut dengan lelaki itu dan berharap seandainya ia memiliki seorang putra seperti itu. Sasuke begitu mempedulikan keluarganya melebihi dirinya sendiri, dan ia merasa itu sangat mengagumkan.
"Dan sekarang kau juga menghadapi masalah seperti ini. Sebagai seorang ibu, aku bisa mengerti bagaimana perasaannya. Pasti rasanya menyakitkan melihat anakmu sendiri diperlakukan begitu."
Sasuke menatap Tsunade dan menundukkan kepala, "Bolehkah saya meminta bantuan? Saya akan melakukan apapun asalkan anda memastikan paparazzi tidak menganggu keluarga saya. Saya akan bekerj-"
Tsunade memutus ucapan Sasuke dan menepuk pundak lelaki itu. Bagaimanapun juga ia merasa tak tega dengan Sasuke setelah mengetahui seperti apa kehidupan lelaki itu sesungguhnya.
Pasti lelaki itu tidak mempersiapkan diri untuk hidup dalam kondisi yang sulit karena sebelumnya hidup dengan sangat nyaman. Dan tanpa diduga lelaki itu sanggup bertahan dengan kondisinya saat ini.
"Kau tidak perlu melakukan apapun. Aku akan melakukannya tanpa kau minta. Lagipula kau juga tak akan bisa bekerja dengan baik jika memiliki banyak hal yang menganggumu."
"Terima kasih."
Ponsel Sasuke bergetar dan ia merasa gugup karena sang ibu menelpon. Ia khawatir kalau ia akan mendengar sesuatu yang mengejutkan dan membuatnya semakin khawatir jika berbicara dengan ibunya. Dan untuk saat ini ia merasa tidak siap menghadapi lebih banyak kejutan.
"Permisi, ibu saya menelpon," ucap Sasuke pada Tsunade dan ia segera berjalan menuju kamarnya.
Sasuke segera memasuki kamar dan mengangkat telepon itu.
"Sasuke, bagaimana keadaanmu?"
Sasuke segera menjawab dengan nada seperti biasanya, "Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"
"Kau yakin baik-baik saja? Kupikir kau tidak baik-baik saja."
Sasuke terkejut. Ucapan ibunya aneh. Apakah wanita itu mengetahui sesuatu?
"Aku sungguh baik-baik saja, okaasan."
Jeda beberapa saat sebelum Mikoto menjawab, "Aku sudah lihat semua yang diberitakan di televisi dan internet mengenaimu. Kau pasti merasa terbebani karena itu."
Sasuke benar-benar terkejut. Matanya membulat dan ia benar-benar khawatir. Bagaimana kalau kondisi ibunya memburuk setelah ini?
"Tidak. Okaasan tidak usah memikirkannya. Itu hanya-" Sasuke terdiam sesaat dan melanjutkan, "Ah! Itu hanya bagian dari MV terbaru kami. Jadi tidak usah khawatir. Semua komentar itu juga hanya settingan."
"Aku tahu kalau kau sedang berbohong untuk melindungiku, kan? Tenang saja, aku baik-baik saja, kok."
Sasuke terkejut hingga tidak bisa berkata apapun. Mikoto kembali berkata, "Kau mudah ditebak kalau sedang membohongiku. Bagaimana bisa aku tidak tahu setelah kau tumbuh di perutku dan hidup bersamaku bertahun-tahun?"
"Okaasan, aku tidak membohongimu," lagi-lagi Sasuke berbohong untuk menutupi fakta dari ibunya.
"Sasuke, kalau kau memiliki masalah, katakan saja padaku. Kau tidak harus berpura-pura kalau kau baik-baik saja di depanku. Aku akan mendukungmu apapun yang terjadi."
Ucapan ibunya membuat Sasuke merasa terkejut. Ia merasa bersalah karena menipu ibunya selama ini, namun di sisi lain ia merasa lega karena tidak harus berpura-pura kalau ia baik-baik saja.
Sasuke merasa senang dan lega, sekaligus ingin menangis. Ia bahkan tidak tahu kata apa yang tepat untuk mendefinisikan perasaannya saat ini.
Air mata Sasuke mengalir tanpa ia sadari. Ucapan sang ibu bagaikan oasis di tengah padang gurun, dan ia merasa ingin meneguk air sebanyak mungkin dari oasis.
Sasuke merasa ingin menceritakan segalanya pada sang ibu, namun ia bukanlah tipe orang yang pandai bicara. Air matanya mengalir deras sebagai ganti ucapannya dan ia menahan diri agar tidak terisak di telepon. Bagaimanapun juga ia masih mempertahankan harga dirinya sebagai pria.
"Sasuke?"
Sasuke hanya diam dan menangis di telepon. Ia bahkan tak bisa berbicara karena takut kalau ibunya akan mendengar tangisannya. Suaranya tak bisa lagi terdengar datar seperti biasanya.
Hati Sasuke terus meneriakkan kalau ia tidak tahan lagi dengan keadaannya. Ia bahkan tak tahu bagaimana kelanjutan masa depannya dan gosip apa lagi yang akan muncul nanti malam atau besok pagi.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro