Chapter 10
"Sakura-chan! Cepat!"
Sakura menatap tangannya yang ditarik oleh Itachi dan ia terpaksa mempercepat langkahnya. Tingkah lelaki itu semakin menjadi-jadi setelah tiba di taman bermain. Tak berbeda dengan anak kecil, lelaki itu juga terlihat sangat antusias dan bersemangat.
Sakura dengan terpaksa mengikuti Itachi yang berlari menuju salah satu wahana. Lelaki itu menghampiri wahana komidi putar dan berkata, "Mau naik ini."
Ya Tuhan! Rasanya Sakura merasa ingin menghilang saja kalau bisa. Ia merasa benar-benar malu karena seorang lelaki dewasa malah ingin menaiki wahana seperti ini. Padahal jika dilihat sekilas, penampilan lelaki itu terlihat normal. Hari ini Itachi bahkan mau memakai kaus polos dan celana jeans serta sepatu dengan warna monokrom yang dipinjam dari lemari Sasuke serta tak berniat membawa buku gambar atau mainan apapun karena tahu kalau hari ini akan pergi ke taman bermain.
Sebenarnya wajah Itachi juga tidak kalah tampan dibandingkan dengan Sasuke. Lelaki itu memiliki pesonanya sendiri. Dan orang-orang yang tidak menyadari kondisi Itachi yang sebenarnya pasti mengira kalau keduanya adalah sepasang kekasih.
Sakura menatap orang-orang yang mengantri di setiap wahana. Wahana yang dipilih Itachi termasuk tidak begitu ramai dibanding wahana lainnya. Hanya ada lima orang yang juga sedang mengantri, sedangkan wahana permainan ekstrim malah sangat ramai.
"Ya sudah."
Tak jauh dari wahana, terlihat sebuah wahana yang sangat tinggi dimana orang-orang duduk secara melingkar. Wahaan itu bergerak naik menuju ketinggian beberapa puluh meter dan kemudian turun dengan kecepatan tinggi. Permainan itu terlihat menarik dan sebetulnya Sakura ingin mencobanya, namun ia tidak bisa melakukannya karena ia sedang mengajak Itachi.
"Itu apa?" tanya Itachi sambil menunjuk wahana yang sangat tinggi itu.
"Wahana baru. Kau ingin coba?"
"Mau."
Sakura tersadar kalau sebetulnya ia sedang mengajak anak kecil dalam tubuh lelaki dewasa. Ia takut kalau lelaki itu akan menangis karena ketakutan dan membuat Sakura merasa malu.
"Kau takut, tidak?"
"Aku mau coba."
Sakura menganggukan kepala. Setidaknya ia juga bisa ikut mencoba wahana yang sebetulnya sangat ingin ia coba itu.
"Oke. Tapi kalau wahana nya menyeramkan, kau tidak akan menangis, kan?"
Itachi terdiam sejenak sebelum mengangguk, "Kata Sasuke, laki-laki tidak boleh menangis di tempat umum."
Beberapa orang yang sedang mengantri seketika menoleh dan Sakura merasa ingin menghilang saja. Rasanya ia ingin menangis karena malu dan ia cepat-cepat menundukkan kepala.
"Kecilkan suaramu!" hardik Sakura sambil memukul punggung Itachi dengan keras hingga menimbulkan suara secara refleks.
"Sakura-chan marah?"
"Tentu saja, bod-" Sakura segera terdiam dan memutus ucapannya. Ia merasa marah dan malu karena Itachi hingga tak bisa mengontrol emosinya.
"Maaf, Sakura-chan," ucap Itachi dengan intonasi dan raut wajah yang sangat menunjukkan perasaan bersalah.
Sakura merasa tidak enak karena sudah marah pada lelaki itu. Lelaki itu tak berbeda dengan anak kecil sehingga Sakura tidak seharusnya berekspektasi kalau lelaki itu akan bersikap seperti orang dewasa pada umumnya. Ia yakin ltachi bahkan tidak mengerti kenapa ia merasa marah.
"Tidak, maafkan aku karena sudah marah padamu," ucap Sakura.
"Aku tidak marah sama Sakura-chan," jawab Itachi dengan bingung.
Sakura menyadari kalau sebetulnya Itachi sangat polos dan baik. Dan Sakura semakin tidak enak karena telah memperlakukan lelaki itu dengan buruk karena disabilitas yang dimilikinya.
.
.
"KYAAAAAAAAA!" Sakura menjerit keras karena terkejut ketika roller coaster yang dinaikinya mendadak mundur dari ketinggian menuju terowongan dalam kecepatan yang sangat tinggi.
Berbeda dengan Sakura, Itachi yang duduk di sampingnya terlihat sangat menikmati permainan. Lelaki itu menjerit riang ketika roller coaster bergerak mundur.
Sakura sempat khawatir kalau Itachi akan meminta menaiki wahana yang aneh-aneh, misalnya wahana ferris wheel mini khusus untuk anak-anak. Namun untungnya lelaki itu tidak meminta menaiki wahana seperti itu.
Di luar dugaan, Itachi malah sangat menyukai wahana permainan yang menegangkan dan langsung memilih menaiki wahana-wahana menegangkan setelah mencoba komedi putar.
Kini Sakura malah kewalahan karena harus menemani Itachi mencoba wahana yang menegangkan tanpa jeda sedikitpun.
Sakura turun dari roller coaster dengan kepala yang terasa sangat pusing . Ia bahkan berdiri dengan sempoyongan karena merasa pusing, sedangkan Itachi malah terlihat sangat menikmatinya dan tersenyum riang.
"Sakura-chan, aku ingin main ini lagi."
"Kita makan dulu, y-" belum selesai Sakura berbicara, mendadak ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Ia berpikir kalau tubuhnya akan terjatuh ke samping kanan, namun ia merasa sepasang lengan yang kuat menahan tubuhnya agar tidak terjatuh dan Sakura segera menoleh.
Sakura terkejut karena Itachi menahan tubuhnya yang hampir terjatuh. Ia tidak mengira kalau orang seperti Itachi memiliki kecerdasan yang cukup memadai untuk menolongnya secara refleks.
"Sakura-chan tidak apa-apa?"
"Ah. Terima kasih sudah menolongku. Aku agak pusing, nih."
Itachi segera mengulurkan tangan dan mengenggam tangan Sakura tanpa ragu, membuat Sakura heran. Ia ingin melepaskannya, namun ia merasa tidak enak.
"Kenapa kau menggandengku?"
"Biar Sakura-chan tidak jatuh lagi."
Sakura tersenyum tipis. Seandainya Sasuke adalah Itachi, lelaki itu pasti akan akan menjawab dengan terus terang begini.
Taman bermain cukup ramai di hari sabtu dan Sakura berharap agar ia tak bertemu dengan seseorang yang mengenalnya. Ia tak tahu harus bagaimana menjelaskan jika seseorang sampai melihatnya bersama Itachi yang tidak normal.
Sebelum pergi Sakura sudah memakai masker dan mengikat rambutnya dengan model ekor kuda agar tidak dikenali. Seandainya saja ini bukan musim panas, ia pasti akan memilih memakai wig. Namun ia tidak melakukannya karena ia akan sangat kepanasan.
"Terima kasih. Kau mau makan apa?" Sakura membalas genggaman Itachi. Ia merasa bersyukur karena lelaki itu mengenggam tangannya. Kepalanya masih pusing dan ia harus menuruni tangga untuk keluar dari wahana.
"Happy Kids Meal! Yang ada mainan nya!"
Sakura meringis karena kini orang-orang kembali menatapnya. Namun ia berusaha tersenyum dan bersabar. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau ia sedang bersama dengan anak kecil saat ini, bukan lelaki dewasa yang hampir berusia tiga puluh tahun.
.
.
"Itadakimasu!" seru Itachi sambil menyentuh mainan robot-robotan yang merupakan hadiah dari paket anak-anak yang dibelinya.
Sakura benar-benar malu saat ini. Ketika ia berada di depan kasir, ia terpaksa menahan malu dengan memesan satu paket kids meal dan mengaku kalau ia sedang diet sehingga menginginkan makanan dengan porsi kecil serta berniat memberikan mainan untuk adiknya.
"Kau mau main wahana atau robot-robotan?"
"Wahana."
"Kalau begitu cepat makan dan bermain wahana. Robot-robotan nya simpan di rumah, ya."
Itachi terlihat ragu dan masih memegang mainannya, namun Sakura segera berkata, "Ayo berikan mainannya padaku. Nanti tertinggal, lho."
Itachi pada akhirnya memberikan mainan itu pada Sakura dan Sakura segera memasukannya ke dalam tas.
Sakura baru saja akan mengambil sendok dan garpu untuk memotong ayamnya. Namun ia tanpa sengaja menatap ke arah pintu masuk dan seketika jantungnya seolah akan copot.
Di pintu terlihat dua orang yang sangat tidak ingin Sakura temui saat ini. Ia melihat Ino dan Tenten sedang berjalan memasuki restoran dan Ino seketika terdiam saat menatap Itachi. Gadis itu juga merasa heran karena melihat sosok berambut merah muda yang duduk membelakangi pintu.
Jantung Sakura berdebar sangat keras. Bahkan ia berdebar jauh lebih keras dibanding ketika sedang memainkan wahana permainan yang menegangkan.
"Sakura-chan tidak makan?"
Sakura merasa benar-benar khawatir. Ia merasa lapar, namun ia takut kalau Ino atau Tenten akan melihat wajahnya ketika sedang makan.
Namun Sakura sudah benar-benar lapar dan ia segera menarik bagian bawah maskernya ke atas sehingga hanya bibirnya yang terlihat. Ia mengambil nasi dan ayam serta segera memasukkan ke dalam mulutnya.
Sakura berusaha makan dengan cepat dan memastikan kalau ia sudah selesai makan sebelum Ino dan Tenten selesai memesan makanan dan mencari tempat duduk. Ia bahkan menukar makanan nya dengan Itachi sehingga porsi makanannya lebih kecil dan ia bisa makan dengan lebih cepat.
"Sasuke kapan pulang?"
"Sepertinya dua minggu lagi. Kau rindu padanya?"
"Iya."
"Nanti malam mau menelpon Sasuke?"
"Mau."
Sakura terdiam dan menhaan nafas secara refleks ketika Ino dan Tenten menghampiri mejanya. Kedua orang itu membawa nampan berisi makanan dan Ino menatap Sakura lekat-lekat.
"Orang itu mirip si forehead, ya?" ucap Ino tepat ketika melewati meja Sakura seraya menatap ke arah Tenten yang berada di belakangnya.
Jantung Sakura berdebar semakin keras dan ia merasa ingin cepat-cepat meninggalkan restoran. Namun Itachi masih belum selesai makan sehingga ia tak bisa meninggalkan restoran.
"Aku pergi ke toilet dulu. Kalau sudah selesai makan, kau tunggu di depan restoran, ya."
Itachi terdiam kemudian mengangguk.
Perasaan Sakura terasa tidak enak, dan ia segera bertanya, "Kalau sudah selesai makan, kau harus menunggu dimana?"
"Di depan restoran."
"Bagus."
Sakura segera bangkit berdiri dan cepat-cepat meninggalkan restoran serta menuju toilet yang terletak di sebelah restoran. Ponsel Sakura berdering dan ia meringis ketika mengetahui kalau Ino sedang menelponnya.
Sakura berniat mematikan ponselnya, namun ia tak ingin membuat Ino merasa curiga. Lagipula ia juga harus melihat ponsel untuk mengetahui jam.
"Moshi-moshi."
"Forehead, kau sedang dimana, sekarang?"
"Kantor. Aku sedang lembur. Memangnya, kenapa?" ucap Sakura dengan pelan.
"Ah, tidak. Aku dan Tenten sedang di taman bermain, nih. Tadi kami melihat orang yang mirip denganmu dan laki-laki berambut panjang yang mirip dengan suamiku, lho."
"Suamimu? Sejak kapan kau menikah? Kok tidak mengundangku, pig?"
"Shu, lah. Siapa lagi? Memangnya aku punya suami selain dia?"
Tawa Sakura hampir meledak. Entah gadis itu menjadi buta hingga tak menyadari kalau Itachi berbeda dengan 'suaminya' atau Itachi berhasil menyembunyikan 'ketidaknormalannya'.
"Memang orang nya seperti apa?"
"Rambutnya panjang dan matanya itu sama persis seperti Shu. Bahkan bentuk hidungnya juga mirip, cuma bibirnya saja yang berbeda. Apa mungkin dia calon iparku, ya? Apa aku ajak dia berfoto saja? Atau bertanya mengenai Shu?"
Sakura merasa panik dan takut kalau Ino menyadari Itachi yang aneh. Ia segera berkata, "Dasar gila! Kau bisa dikira orang aneh dan Shu-kun tercintamu itu malah ketakutan. Lagipula bisa saja kebetulan dia agak mirip."
"Tapi kok aku merasa mereka memiliki kesamaan, ya? Aku kesulitan mengalihkan pandanganku dari orang itu, sama seperti ketika aku menatap Shu. Lalu sepatunya itu sama persis seperti yang pernah dipakai Shu saat fan meeting."
"Memangnya yang membeli sepatu itu cuma Shu?"
"Tidak juga, sih. Tapi instingku mengatakan kalau itu sepatu milik Shu. Dan biasanya instingku selalu benar, lho."
"Dasar fans gila. Pokoknya jangan lakukan apapun yang aneh-aneh, ya. Aku tidak mau membantumu kalau kau sampai ditangkap polisi karena menguntit orang."
Ino berdecak sebal dan ia menyahut, "Omong-omong, kau benar-benar tidak pergi ke taman bermain? Kok aku merasa gadis berambut pink yang kulihat mirip denganmu? Apalagi bentuk matanya juga mirip sepertimu."
Jantung Sakura berdebar keras dan ia ketakutan. Namun ia segera berkata, "Divisiku sedang sibuk dan aku tidak mungkin pergi ke taman bermain. Omong-omong sudah dulu, ya. Aku sedang sibuk, nih."
Sakura segera mematikan telepon tanpa menunggu jawaban Ino dan meninggalkan toilet. Namun ia merasa heran karena tak mendapati Itachi meski ia sudah meninggalkan restoran selama lebih dari lima belas menit.
Sakura memberanikan diri menatap ke arah restoran melalui kaca jendela dan terkejut karena Itachi sudah meninggalkan meja dan ia tak mendapati lelaki itu di dalam restoran.
Ini benar-benar gawat dan Sakura bahkan tidak bisa menghubungi Itachi karena lelaki itu tidak memiliki ponsel. Lelaki itu mungkin saja sedang berada di toilet dan Sakura memutuskan untuk kembali ke toilet dan menunggu di depan toilet.
Sakura memutuskan mengeluarkan ponselnya dan mengecek akun sosial medianya. Ia berpikir kalau lima menit adalah waktu yang cukup lama bagi seorang pria untuk berada di toilet sehingga ia memutuskan menunggu lima menit di depan toilet.
Namun lima menit telah berlalu dan banyak pria telah masuk dan keluar dari toilet, namun Itachi masih belum keluar dari toilet. Sakura mulai semakin khawatir dan ia segera menghampiri seorang lelaki paruh baya yang baru saja keluar dari toilet.
"Permisi," ucap Sakura dengan ragu pada lelaki paruh baya yang menatapnya dengan heran.
"Ya?"
"Maaf, namun apakah anda melihat seorang lelaki berambut hitam panjang yang diikat dengan kaus hitam, celana hitam dan sneaker putih? Aku pergi dengan kenalanku dan mendadak dia hilang serta tidak bisa dihubungi," jelas Sakura panjang lebar dan berharap ia tidak dianggap aneh.
"Tidak."
"Ah, baiklah. Terima kasih."
Sakura menundukkan kepala dan segera meninggalkan toilet. Matanya menatap sekeliling dan berharap agar ia menemukan Itachi. Namun ia tetap tak menemukan lelaki itu.
Sakura semakin khawatir dan ia berpikir untuk pergi ke pusat informasi dan mencari Itachi, namun ia merasa khawatir kalau Ino dan Tenten sampai mendengar informasi yang disebarkan dengan pengeras suara dan ia akan merasa malu.
Sejak awal Sakura sudah merasa ragu mengajak Itachi ke taman bermain. Ia bahkan tidak bisa mengajak Mikoto karena wanita itu perlu banyak beristirahat dengan kondisi fisiknya yang tidak sehat sehingga ia hanya bisa pergi berdua saja.
Kesabaran Sakura sudah hampir habis saat ini. Ia berpikir bagaimana mungkin Sasuke menghadapi Itachi sepanjang hidupnya. Walaupun Sasuke tampaknya orang yang dingin, namun lelaki itu jauh lebih sabar dibanding yang ia kira.
Sakura terus berjalan tak tentu arah dan ia berharap agar ia menemukan Itachi. Namun ia masih tak menemukan lelaki itu. Rasanya ia ingin menyerah dan segera pergi ke pusat informasi.
Namun tatapannya tertuju pada sosok Itachi yang berdiri di depan kedai kecil yang berbagai manisan yang cukup jauh dari restoran dan ia segera berjalan dengan cepat menghampiri Itachi.
"Kenapa kau disini?"
"Minta permen tidak boleh," ucap Itachi sambil menunjuk lelaki penjual permen.
Sakura segera menangkap maksud Itachi. Tatapan penjual permen itu semakin meyakinkan Sakura kalau dugaan terburuknya menjadi kenyataan. Itachi pasti meminta permen pada penjual dan tidak diperbolehkan, benar-benar tindakan yang memalukan.
"Maafkan aku, Lelaki ini idiot dan mendadak menghilang begitu saja saat aku sedang ke toilet" Sakura menundukkan kepala dengan perasaan bersalah. "Aku beli satu permen."
Sakura segera menyerahkan uang dan lelaki penjual permen itu segera memberikan permen serta uang kembalian. Tanpa menjawab ucapan terima kasih dari penjual, Sakura segera menarik tangan Itachi dengan kasar dan segera menuju salah satu kursi kosong.
"Kita pulang sekarang! Makan ini di perjalanan dan jangan merengek," seru Sakura sambil menyerahkan permen.
"Aku mau main wahana."
"Tidak! Kita pulang!"
"Aku masih mau main."
Kesabaran Sakura benar-benar sudah mencapai batasnya dan ia menarik nafas dalam-dalam. Sesuai perkataan Sasuke, menghadapi Itachi sangat sulit. Ia juga harus menahan perasaan malu karena membawa lelaki itu ke tempat umum dan tingkah lelaki itu juga sulit dikendalikan.
"Kenapa kau tidak menunggu di depan restoran?"
"Sakura-chan hilang. Aku mau cari Sakura-chan."
"Seharusnya kau dengarkan ucapanku! Kalau kusuruh tunggu di depan restoran ya tunggu saja disana!" pekik Sakura dengan jengkel.
"Tapi Sakura-chan hilang."
"Kau idi-" Suara Sakura meninggi dan ia seketika tersadar dengan apa yang ia katakan karena emosi. Dan ia melanjutkan ucapannya dengan suara pelan, "-ot."
"Iya. Aku ini idiot," sahut Itachi sambil mengangguk.
Sakura terkejut setengah mati mendengar ucapan Itachi. Apakah lelaki itu tahu arti kata 'idiot' hingga bisa mengatakan dengan riang kalau dirinya adalah idiot?
"Kau tahu idiot itu apa?" tanya Sakura.
Itachi terdiam sejenak dan berusaha mencerna pertanyaan Sakura dengan tingkat intelegensi yang terbatas. Tak lama kemudian ia berkata, "Aku idiot."
Itachi mengucapkannya dengan riang, namun kata-kata lelaki itu malah membuat hati Sakura terasa sakit bagai teriris. Sebetulnya ucapan Itachi memang benar, namun sungguh ironis membayangkan seorang idiot mengakui dirinya sendiri sebagai orang idiot.
Sakura merasa dirinya sangat egois. Tentu saja, seandainya Itachi bisa memilih, lelaki itu pasti ingin terlahir sebagai orang yang normal. Namun lelaki itu menjadi objek perlakuan buruk dari berbagai pihak hanya karena kebetulan ia terlahir dengan keterbelakangan mental yang bukan atas kehendaknya. Sakura merasa sangat bersalah dengan tindakannya.
"Ya sudah. Kita lanjut bermain. Tapi jam lima sore kita sudah harus pulang, ya."
"Yay! Terima kasih, Sakura-chan!" Itachi tersenyum lebar dan langsung meletakkan kedua jarinya di kening Sakura.
Rasanya kini Sakura tahu darimana Sasuke memiliki kebiasaan meletakkan dua jari di kening orang lain. Lelaki itu pasti mendapatkannya dari Itachi.
.
.
"Hari ini aku senang. Sakura beli permen buatku," ucap Itachi dengan riang melalui video call.
Sasuke tersenyum tipis. Ia bersyukur karena wanita itu cukup sabar menghadapi kakaknya yang mengalami keterbelakangan mental.
"Kami pergi ke taman bermain. Seru sekali. Aku ingin main dengan Sasuke dan Sakura-chan."
"Tahun depan aku akan mengajakmu kesana," ucap Sasuke dengan serius.
"Janji?"
"Hn."
Sakura hanya mengamati Itachi yang melakukan video call dengan ponsel Sakura. Jika diperhatikan dari cara Sasuke menjawab, tampaknya Sasuke sudah sangat terbiasa menghadapi Itachi sehingga cukup sabar.
Kali ini Sakura bahkan melihat sisi lain dari Sasuke yang sangat jarang diperlihatkan pada orang lain. Sasuke berbicara dengan cara yang sangat lembut pada Itachi dan bertanya banyak hal pada lelaki itu, bagaikan seorang ayah yang memperlakukan balitanya dengan lembut.
Tanpa diduga, Sasuke adalah orang yang cukup lembut. Sasuke bahkan tak berbicara selembut itu pada Sakura. Kata-kata yang selama ini ditujukan pada Sakura bahkan cenderung blak-blakan.
Pada akhirnya Sasuke mematikan telepon dan Itachi segera menyerahkan ponsel pada Sakura dan tersenyum.
"Sasuke pulang minggu depan."
Sakura tersenyum. Sebetulnya ia sudah sangat merindukan Sasuke, namun di sisi lain ia merasa kasihan karena Sasuke harus kembali mengurus keluarganya ketika sudah kembali. Rasanya Sakura ingin membantu Sasuke, namun ia tidak mungkin tinggal di rumah lelaki itu jika Sasuke sudah kembali.
Sakura benar-benar kagum sekaligus kasihan pada Sasuke. Ia kagum karena Sasuke sanggup menahan rasa malu dan bersedia membawa Itachi pergi ke tempat umum. Namun ia kasihan pada Sasuke yang mengutamakan keluarganya dan tak memiliki kehidupan pribadi. Sasuke pasti menanggung beban yang sangat berat.
Bagaimanapun caranya, Sakura harus membantu Sasuke. Setidaknya sedikit lebih baik ketimbang tidak sama sekali.
-TBC-
---------------------------------------------------------
Author's Note :
---------------------------------------------------------
Author bakal mulai UTS dari awal sampai pertengahan oktober, jadi ini chapter terakhir yang bakal diupdate sebelum UTS.
Chapter selanjutnya kemungkinan update di pertengahan oktober.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro