|6| 👑 Perihal Hati 👑
Jangan berlebih
Tegurku pada hati
Namun ia tak pernah berlatih
Untuk sadar dan menahan diri
👑
Berguling-guling di kasur sambil mendengar lagu atau menonton drama Korea dan variety show favorit di rumah. Semua itu kini hanya menjadi mimpi bagi Yorin, karena nyatanya hari ini dia tetap harus panas-panasan menuju kampus hanya demi latihan gitar. Semua ini gara-gara syarat menyebalkan dari si pangeran angkuh. Lagi-lagi Yorin ingin mengumpat kalau mengingat cowok itu. Kenapa hidupnya harus sesial ini sampai berurusan dengan orang macam Alard.
Kemarin bahkan setelah Yorin meng-upload foto kue yang sudah habis, Alard meninggalkan komentar yang mengundang banyak komentar lain setelahnya. Dengan seenaknya, cowok itu menulis 'bagus, pacar penurut' lalu tidak menanggapi apa-apa lagi setelah membuat heboh. Benar-benar tidak bertanggung jawab dan semena-mena. Dia pikir seluruh dunia miliknya jadi bisa dipermainkan sesukanya atau bagaimana, ya? Atau mungkin dia menderita kepribadian ganda, mengingat tingkah-tingkahnya yang aneh?
"Haih ... jangan mikir macam-macam, Rin," tegur Yorin pada diri sendiri.
"Kak Yorin ... mikir apa?" tanya Lian ragu-ragu.
Yorin tersentak dan langsung menoleh ke arah Lian. Gawat! Dia bahkan lupa cowok itu ada bersamanya saat ini. Mana mereka lagi berdua doang di ruang club. Kenapa sih dia harus bicara seperti tadi, berpikir macam-macam kan bisa diartikan dengan luas, apalagi tanpa intro di depannya. Semoga anak polos ini tidak memandang Yorin dengan aneh setelah ini.
"Nggak ada apa-apa. Gue cuma lagi mikirin si pangeran angkuh aja," jawab Yorin seadanya sambil menggeleng-geleng.
"Jadi Kak Yorin mikirin dia," ujar Lian sambil mengangguk-angguk. Kemudian dia terdiam sebentar dan kembali bertanya. "Kak Yorin beneran pacaran sama dia?"
Kali ini Yorin buru-buru melambaikan tangan. "Nggak sama sekali. Kan gue juga udah pernah jawab ke Junior."
"Tapi ... komentar di IG itu?" tanya Lian agak ragu. Dia takut pertanyaannya terlalu menyinggung privasi Yorin.
"Nah itu yang gue pikirin tadi. Jadi gini, Lian. Club gue ini kan dapat peringatan karena kekurangan peminat. Terus saran Gisa sama Rhea, gue disuruh dekatin si pangeran angkuh itu biar dapat berita yang bisa mancing antusiasme orang-orang. Kayak LARC in Your Click yang jumlah pembaca dan likes-nya selalu banyak kalau udah majang berita si Alard. Ya udah, gue minta dekat sama cowok itu, eh dia malah bilang gue diterima jadi pacarnya. Gila emang dia, padahal gue nggak nembak, niat juga nggak. Lalu besoknya pas gue datangin lagi, dia dengan entengnya bilang itu cuma bercanda. Dan sisanya kayak yang lo tahu, dia komen di IG dan bikin heboh dengan nyebut gue pacar penurut. Menurut gue, dia antara gila atau kepribadian ganda, sih," jelas Yorin panjang lebar.
Mendengarnya, Lian hanya mengangguk-angguk dengan mulut sedikit terbuka. Dia takjub dengan cerita detail dan panjang lebar Yorin. Sekaligus tidak tahu harus bagaimana menanggapi. Jujur saja, ketika bertanya dia tidak mengharapkan jawaban seperti ini. Benar-benar terlalu detail hingga membahas banyak hal yang menurutnya agak menyinggung privasi. Mungkin Yorin tipe orang yang mudah terbuka pada orang lain, simpulnya dalam hati.
Namun yang tidak Lian tahu, Yorin tidak biasa bercerita panjang-lebar apalagi mengenai hal yang menurutnya memalukan dan melukai harga diri, seperti membahas club kebanggaannya yang mau dibubarkan. Dan yang tidak Yorin sadari, semua cerita itu keluar begitu saja. Rasanya seperti dia sudah lama mengenal Lian dan bisa memercayai cowok itu.
"Mungkin dia mau menarik perhatian Kak Yorin," ucap Lian mencoba menyimpulkan setelah sekian lama terdiam. Tadinya dia tidak berniat memberi komentar apa pun, karena baginya itu tidak sopan. Mencoba menebak niat orang lain, terasa seperti sedang menggosipkan. Namun Yorin yang terus menatapnya seolah menunggu jawaban membuatnya menyerah.
Yorin tertawa kikuk. Suaranya terdengar terpotong-potong. "Nggak mungkin. Lagian, gue nggak tertarik kalau begitu caranya."
"Atau mungkin ... dia kesepian," ujar Lian lagi. Kali ini sambil memetik gitar di pangkuan.
Baru Yorin sadari, Lian terlihat sangat berbeda ketika bersama gitar. Biasanya cowok itu terlihat canggung dan tidak jarang seperti tidak tahu harus melakukan apa. Namun ketika gitar berada di pangkuannya dan memainkannya, dia terlihat sangat nyaman dan menjadi diri sendiri. Bisa terlihat jelas bagaimana Lian mencintai gitar dan musiknya.
"Terus kenapa gue yang digituin kalau emang dia kesepian?" debat Yorin lagi setelah berhasil menarik diri dari dunia Lian dan gitarnya.
"Ya karena Kak Yorin yang duluan mau deketin dia."
Yorin langsung mendesah dan mengibas-ngibaskan tangan. "Pusing gue jadinya kalau gini. Makan aja yuk kita."
Lian tersentak ketika Yorin memindahkan gitar dari pangkuannya ke lantai dan langsung menarik tangannya keluar dari ruangan club. Tangan itu bahkan masih belum dilepas ketika mereka sudah tiba di taman dan jalan besar kampus. Sebagian dari diri Lian merasa aneh dan takut jadi pusat perhatian orang sekitar, tapi sebagian lagi ingin menikmati saat-saat ini. Jadi dia hanya membiarkan Yorin terus menarik dirinya tanpa menghentikan langkah.
"Gue suruh bikin pertunjukan, bukannya latihan malah pacaran. Katanya mau deket sama gue tapi malah gandeng-gandeng cowok lain. Apa gue bener-bener harus pertimbangin kasih kesempatan lo deket sama gue, ya?"
Yorin menghentikan langkah ketika tiba-tiba Alard mengadang di hadapannya. Cowok itu berpakaian rapi, sepertinya mau pemotretan untuk web kampus. Dia berdiri sambil memasukkan tangan kiri ke saku dan tangan kanan tersampir di atasnya. Tatapannya terlihat mengintimidasi dan mempertanyakan apa keputusannya benar atau tidak, seolah keputusannya itu sesuatu yang sangat mulia.
"Bukan urusan lo, sumpah. Gue mau makan, sama siapa aja terserah. Gue mau ngapain aja juga terserah. Yang penting nanti gue berhasil bikin pertunjukannya," jawab Yorin sambil menahan kesal. Lalu dia kembali menarik Lian dan berlalu dari sana, meninggalkan Alard yang tidak melepaskan tatapan tajamnya dari kedua orang itu.
👑👑
Gue udah nggak di kampus, tapi di kafe favorit.
Rhea menghela napas lega ketika membaca chat dari Yorin yang baru saja masuk ke ponselnya. Dia baru hendak keluar rumah dan menghampiri temannya itu karena bosan di rumah. Tapi mengetahui Yorin berlatih gitar bersama Lian di kampus membuatnya kembali enggan dan berulang kali membujuk cewek itu agar pindah tempat.
Lagi pula Rhea heran, dari sekian banyak tempat, kenapa Yorin harus memilih kampus. Segitu cintanya kah temannya itu pada LARC sampai-sampai di masa liburan juga tetap mau ke sana. Tapi mengingat sifat Yorin, tidak salah dia memilih kampus. Lebih tenang dan cocok untuk berkonsentrasi, apalagi saat tidak ada kegiatan kuliah seperti hari ini.
Dengan cepat Rhea memesan kendaraan lewat aplikasi online agar bisa tiba secepat mungkin. Untungnya jarak rumah dan kampusnya tidak terlalu jauh, sehingga tempat-tempat nongkrong favorit mereka juga masih berada dalam jangkauan. Hanya butuh sepuluh menit untuk Rhea tiba di tempat tujuannya.
Plang bulat Coffee Town yang didominasi warna hitam serta bangunan minimalis bercat putih menyambut Rhea. Sudah dua tahun mereka menjadi mahasiswi LARC dan sudah dua tahun pula mereka selalu mampir ke sini tiap ada kesempatan. Kadang untuk menikmati kopi pagi sebelum kelas dimulai. Kadang di siang hari untuk melepas penat seusai kuliah. Tak jarang pula malam sebelum kembali ke rumah masing-masing. Bisa dibilang, tempat ini adalah rumah ketiga mereka setelah kampus dan tentunya rumah asli.
Pintu kaca dengan lis hitam didorongnya sekuat tenaga. Begitu tiba di dalam, Rhea mengedarkan pandangan, menelusuri tiap sudut untuk menemukan Yorin dan Lian. Namun, yang ditangkap matanya justru sosok Gezi yang sedang meneguk segelas kopi dari cangkir biru muda. Rhea terkesiap dan dengan cepat berbalik, bersiap kembali ke luar.
"Rhea!" seruan Gezi terdengar sedetik lebih cepat.
Tangan Rhea masih bertengger di gagang pintu ketika itu. Mau tidak mau, dia berbalik dan tersenyum kikuk. Gezi tersenyum dan mengayunkan tangan, menyuruh Rhea mendekat. Sambil mengembuskan napas dengan tak kentara, dia berjalan perlahan. Matanya terus melihat sekitar, berharap bisa menemukan Yorin dan Lian pada akhirnya.
"Kok baru masuk udah mau keluar aja?" tanya Gezi sambil mempersilakan Rhea duduk.
Buat ngehindarin lo, Gez. Please banget, mana sanggup gue duduk depan-depanan sama lo.
"Gue mau nemuin Yorin, sih. Tapi kayaknya dia nggak ada di sini, jadi ya keluar lagi aja," jawab Rhea seadanya. Tidak bohong, hanya tidak menyelipkan fakta yang menjadi alasan utama.
"Ya udah, ngopi-ngopinya sama gue aja, udah sering kan sama Yorin," ujar Gezi santai. Nggak tahu aja dia, Rhea lagi cari napas sebanyak-banyaknya. "Eh iya, Rhe, dapet salam tuh dari Jason. Masih belum bisa move on kayaknya dia."
Kali ini Gezi mengatakannya sambil tertawa kecil. Lucu baginya setiap kali meledek vice precident-nya itu tentang perasaannya pada Rhea. Jason memang salah satu dari beberapa cowok yang mendekati Rhea tapi mendapat penolakan. Namun di antara mereka semua, cowok itu yang masih pantang menyerah dan kadang suka mengirim pesan tak jelas. Kadang Rhea berpikir, hidup memang selucu itu dan rasa suka memang seperti lingkaran setan. Dia tidak bisa move on dari Gezi, sedangkan di sisi lain, juga membuat cowok lain tidak bisa move on darinya.
Karena tak kunjung mendapat jawaban dari Rhea, Gezi kembali bertanya, "Nggak titip salam balik, Rhe?" Yang bisa Rhea lakukan untuk menjawab hanya tersenyum kecil dan menggeleng. "Kenapa?" tanya Gezi lagi.
"Kalau dia kirim salam sebagai temen sih, nggak apa-apa. Tapi kalau kayak kata lo, dia belum move on, mending nggak disalamin balik. Nggak mau gue jadi php, Gez," Rhea berusaha mengutarakan isi pikirannya setenang mungkin.
Gezi masih tertawa kecil kemudian mengangguk-angguk. "Kenapa sih emang lo nggak suka sama dia? Anaknya baik, kok."
"Bukan tipe aja, Gez. Lagian perasaan nggak bisa dipaksa." Kali ini Rhea bahkan harus menghela napas dalam-dalam dulu sebelum menjawab. Dia berusaha menahan diri sebaik mungkin agar tidak berteriak dan memberitahu Gezi apa yang dirasakannya selama ini.
"Terus, tipe lo kayak apa, Rhe?"
God ... bisa nggak sih Gezi nggak nanya terus kayak gini. Kayak lo, Gez. Kayak lo! Bisa nggak lo sadar, yang gue suka itu lo?!
Rhea memperbaiki posisi duduknya, merapikan rambut, menggeser gelas. Intinya, dia berusaha melakukan apa pun untuk menghindari pertanyaan dan tatapan Gezi. Semua itu harus dilakukannya, atau mulutnya tidak akan tahan lagi untuk mengatakan yang sebenarnya. Lalu setelah itu, hal paling buruk yang dia takutkan akan terjadi. Gezi mungkin akan menghilang dari hadapannya.
Tepat di saat itu, ponsel Gezi berbunyi. Dia tersenyum singkat lalu membereskan barang-barangnya dan segera bangkit. "Pindah yuk, Rhe. Runa ada di Dreamy Land. Yorin sama Alard juga ada di sana."
👑👑👑
Part paling panjang nih sejauh ini huehehehe
Padahal pas pertama kepikiran mau bikin cerita ini, aku ga ada bayangan sama sekali mau bikin kisah Rhea sama Gezi. Eh tau2 malah dateng sendiri cerita mereka dan aku malah menikmati banget nulis tentang mereka
Apakah ada yang merasa bisa curcol lewat kisah Rhea? 🙈😆
Mereka semua bakal ngumpul bareng dong nanti di cafe, gimana coba jadinya nanti hahaha
Komen2 yaaa sama votenya juga huehehehe
Salam dari pacar yang meningkat jadi istrinya wooseok,
junabei
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro