Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

|3| 👑 Kesimpulan Gila 👑

Selalu ada ujian

Untuk hati yang mulai yakin

Mampukah terus melangkah maju

Tanpa berbalik dan kembali meragu

👑

"Oh God ... berat banget, kayak kehidupan," keluh Rhea sambil memeluk tumpukan buku yang akan dijadikan referensi tugas di kedua tangannya yang terlipat. Harusnya sih buku-buku ini dibawanya bersama Yorin dan Gisa karena mereka akan mengerjakan tugas itu bersama, tapi memang dasar Rhea sial, pakai kalah saat suit. Jadinya kedua temannya itu memanfaatkan alasan mengerjakan artikel buletin edisi selanjutnya. Dan jadi seperti inilah akhir kisahnya saat ini.

"Kehidupan nggak bakal berat kalau lo mau berbagi." Suara cowok yang tiba-tiba datang dan mengambil separuh tumpukan buku di tangannya, membuat Rhea terperanjat. Begitu menoleh, dia menemukan Gezi yang sedang tersenyum manis.

Duh Gezi ... bikin oleng lagi deh, padahal gue baru aja berniat move ke anak baru.

Rhea memaksakan senyum seadanya, karena aslinya, dia lagi tahan napas. Memang susah memendam rasa suka. Giliran udah mau pergi, eh orangnya malah bikin balik lagi. Gezi ini memang sudah jadi senior favorit Rhea sejak pertama masuk kuliah, sebenarnya dari SMA, sih. Tapi sayang, Rhea baru punya kesempatan mengobrol dengannya saat kuliah.

Sikap Gezi yang leader-able, tegas dan bijaksana didukung dengan tinggi badan yang membuat orang-orang harus mendongak kalau mau bertatapan dengannya, membuat Rhea terpesona sejak awal. Namun di sisi lain, dia juga sangat lembut dan perhatian. Ya kayak sekarang ini. Tanpa diminta pun, bantuan akan datang darinya selagi dia bisa. Sangat berbeda dengan teman baiknya, Alard, yang hanya jadi pujaan semua orang tapi susah didekati.

"Gimana perkembangan club kalian?" tanya Gezi sementara mereka berjalan menuju ruang club Buletin Kampus, tempat Yorin dan Gisa menunggu.

Tiba-tiba Rhea jadi semringah. "Ada anak baru yang daftar kemarin."

"Pasti cowok, ya?" tebak Gezi. Ketika melihat tampang kaget dan penuh tanya dari Rhea, dia tergelak. "Lo keliatan seneng banget. Pasti anak barunya cowok dan ganteng."

My God Gezi ... andai lo tahu senyum lo itu masih bikin gue luluh lantak. Please jangan senyum kayak gitu, ntar gue nangis, nih.

"Gezi!" seru seorang cewek tiba-tiba, saat mereka sudah hampir tiba di ruang club.

Mereka menoleh dan menemukan Runa dengan senyum ala putrinya. Ya ... dia memang putri kampus yang terpilih tahun lalu, sih. Tapi entah kenapa, melihatnya membuat Rhea kesal. Mungkin karena cewek itu memanggil Gezi saat mereka sedang bersama.

"Tunggu, ya. Bentar lagi sampai, nanti gue ke sana," jawab Gezi. Lalu dia menoleh ke arah Rhea, mengedikkan kepala dan mempercepat langkah tiba-tiba. Rhea berusaha keras mengimbangi Gezi hingga akhirnya tiba di depan ruang club. "By the way, deketin dan bikin Alard jadi berita utama itu rencana yang bagus. Biar anak itu punya temen lain selain gue."

Rhea berbalik dan menatap Gezi yang sudah menghilang dengan tatapan kosong, merasa kehilangan padahal baru ditemani beberapa menit oleh cowok itu. Bahkan ucapan Gezi yang terakhir seolah tidak terdengar olehnya. Lalu dengan lesu, dia memasuki ruang club, yang disambut dengan wajah bingung Yorin dan Gisa.

"Ngambil buku doang lesu amat mukanya," ledek Gisa, yang tidak ditanggapi oleh Rhea. Cewek itu langsung menuju salah satu sofa dan merebahkan diri di sana.

Yorin dan Gisa saling tatap dengan bingung. Masing-masing mata seolah menanyakan ada apa dengan temannya itu. "Lagi dapet kali," simpul Gisa akhirnya. Ada jeda cukup lama yang mereka habiskan dalam hening, hingga Gisa kembali bertanya. "Jadi gimana, Rin? Fiks kan deketin Alard? Kan pas nih sama tugas kita yang baru ini."

Yorin menghela napas. Dia tidak mengerti kenapa Gisa gencar sekali menyuruhnya mendekati Alard, padahal tidak ada untungnya sama sekali untuknya. Namun mendengar tugas yang diungkit Gisa membuatnya kembali memikirkan ide itu. Kalau sebelumnya hanya mempertahankan club ini yang bisa dijadikannya untuk menerima ide gila Gisa, itu pun masih gambling, belum tentu benar memuat Alard bisa menarik banyak peminat baru. Namun sekarang dia menemukan alasan lain, yang jauh lebih kuat. Kalau kata peribahasa, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Lumayan, mengerjakan tugas, bonusnya menyelamatkan club.

"Tapi anak baru kemaren juga oke loh, Rin. Gue baru tau, dia jadi trending di kampus kita. Anak paling ganteng di angkatannya. Bahkan ada yang bilang, dia bakal jadi saingan Alard buat jadi pangeran kampus selanjutnya." Rhea yang baru bangkit akhirnya ikut angkat bicara.

"Eh udah bangun akhirnya, Sis," ledek Gisa yang sebenarnya cukup terkejut mendengar suara Rhea tiba-tiba. Lalu dia kembali melanjutkan omongannya tadi. "Menurut gue sih lebih bener Alard, Rin. Emang sih anak baru itu ganteng, tapi beda auranya sama Alard. Kalau Alard tuh kayak agung gitu, sedangkan anak baru tuh masih polos banget, kayak belom tau apa-apa tentang kehidupan gitu, Rin."

Yorin langsung mendecak. "Gaya lo kayak Goblin si makhluk immortal yang udah kebanyakan pengalaman hidup aja, Gis."

"Ya ampun, Rin, masa lo nggak tau temen lo ini Jang Man Wol?!" seru Gisa penuh semangat saat mengaku-ngaku sebagai IU di drama Hotel Del Luna yang menurutnya, cantiknya kelewat batas.

"Oh iya, Rin. Gezi juga dukung rencana deketin dan jadiin Alard berita utama," sambung Rhea tiba-tiba, baru teringat dengan ucapan Gezi sebelum pergi tadi. Setelahnya, dia kembali lemas.

"Lo kasih tau itu ke Gezi?!" Yorin terlihat panik, takut membayangkan bisa sebocor apa Rhea, apalagi dia tahu bagaimana perasaan temannya itu pada Gezi.

Rhea menggeleng sebagai jawaban. Lalu pertanyaan yang sama menyerang mereka bertiga secara bersamaan. Gimana dia bisa tahu?

👑👑

Tugas meneliti komunikasi berbahasa lewat musik, mendekati Alard yang sepertinya tak akan mudah, juga bagaimana Gezi bisa tahu rencana konyol yang dicetuskan Gisa. Hal-hal itu masih saja berputar-putar di otak Yorin hingga langkahnya terus dipacu dengan pandangan kosong.

"Kak Yorin!"

Baru seruan kencang itu yang bisa membuat Yorin berhenti melangkah. Begitu tersadar, pintu kaca yang masih tertutup sudah terlihat di hadapannya. Dia langsung menoleh menuju sumber suara yang menyelamatkan kepalanya barusan. Di belakang, dengan jarak yang tak terlalu jauh darinya, Lian berdiri kaku dengan tangan terjulur. Tapi tangan itu hanya mengambang tepat di atas pundaknya, tanpa menyentuh sedikit pun.

Yorin berbalik dengan bingung. "Kenapa nggak ditepuk aja?" tanyanya sambil menunjuk-nunjuk pundaknya.

Lian segera menarik tangannya yang masih mengambang tadi dan tersenyum kikuk. "Nggak enak, Kak. Takutnya Kak Yorin malah lebih kaget nanti."

Tanpa bisa dicegah, senyum Yorin kembali mengembang. Baru dua kali dia bertemu dengan anak ini, dan sudah dua kali juga senyumnya terangkat secara otomatis. Benar kata Gisa, anak ini terlalu polos dan masih belum tahu apa-apa tentang hidup.

Yorin kembali memperhatikan Lian. Wajah cowok itu kecil, agak membentuk huruf V, mungkin karena terlalu kurus, terlihat jelas dari bajunya yang amat kebesaran. Matanya kecil, bibirnya juga, tapi sedikit lebih tebal di bagian bawah. Hidungnya mancung dan alisnya cukup tebal. Pantas saja dia bisa dianggap saingan Alard untuk pemilihan pangeran kampus ke depan.

"Lo ...." Ucapan Yorin terhenti ketika dia mengingatkan diri sendiri. Bagaimana bisa dia berpikir memanfaatkan anak polos semacam ini hanya untuk mengembalikan kejayaan clubnya? Tiba-tiba dia jadi merasa jahat.

"Iya, Kak? Ada apa? Ada yang harus aku lakuin sebagai anggota club, ya? Bilang aja, aku pasti akan berusaha sebaik mungkin buat lakuinnya," tebak Lian tanpa henti. Dia bahkan sudah merasa excited membayangkan akan diberikan tugas pertama sebagai anggota club dan cukup kecewa saat Yorin berhenti bicara.

Yorin menggeleng-geleng lalu tersenyum. "Bukan apa-apa. Lo jurusan musik, kan?"

Lian mengangguk. "Nanti penjurusannya baru mau ambil gitar," jawabnya penuh semangat.

"Nanti kalau gue minta tolong buat tugas, boleh ya? Masih ada hubungannya sama musik, kok. Kebetulan banget kalau lo mau ambil gitar, lebih spesifik lagi jadinya."

"Boleh banget, Kak." Lian tersenyum lebar, penuh semangat. Senang rasanya bila apa yang dipelajarinya bisa membantu orang lain. Membuatnya merasa dibutuhkan. Ketika ponselnya berbunyi, Lian tersentak. "Kak maaf, aku ada kelas bentar lagi. Permisi, Kak," pamitnya sopan.

Yorin mengantar Lian pergi dengan pandangannya. Melihat ekspresi senang yang ditunjukkan anak itu tadi membuatnya semakin merasa bersalah. Sudah dia putuskan, tidak akan memakai Lian untuk memancing minat orang-orang terhadap clubnya, apalagi membandingkan cowok itu dengan Alard seperti saran Gisa di akhir tadi.

Saat berjalan melewati tempat parkir, Yorin melihat Alard yang sepertinya baru tiba. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya kuat-kuat. Ini akan jadi hal memalukan, tapi mau tidak mau harus dilakukannya. Yorin berjalan cepat, agak berlari kecil, karena Alard sepertinya akan masuk kampus sebentar lagi.

"Tunggu!" seru Yorin sambil merentangkan tangan lebar-lebar di hadapan Alard.

Alard yang melihat itu hanya mengerutkan dahi hingga sebelah alisnya terangkat. Lalu dia kembali berdiri santai dengan tangan dilipat di depan dada. Ditunggunya beberapa detik, tapi Yorin masih bergeming. Dia mengembuskan napas lalu hendak beranjak, tapi kini tertahan oleh ucapan Yorin barusan.

"Biarin gue dekat sama lo!" Yorin kembali berseru cepat. Kali ini matanya tertutup, benar-benar malu dengan yang barusan dilakukannya. Rasanya kalau ada lubang semut, Yorin pasti akan menenggelamkan diri di sana.

Mau tidak mau Alard tertawa kecil karena apa yang barusan didengarnya. Dia melangkah maju dan menunduk hingga wajahnya berada tepat di depan wajah Yorin. "Kayaknya kemaren lo yang ngajak bertengkar, sekarang minta deket. Ternyata bener, yang kemaren cuma taktik lo buat nyari perhatian gue."

Mendengarnya, Yorin langsung membuka matanya lebar-lebar. Dari sekian banyak respons, dia tidak menyangka Alard bahkan akan kepedean seperti itu. Kayaknya cowok itu kebanyakan dipuji sampai lupa menapak bumi kalau begini caranya.

Alard terdiam sebentar, tampak berpikir. Kemudian dia berdeham sambil berkata, "Oke, gue terima lo jadi pacar gue."

WOY SIAPA YANG NEMBAK, SIH?! Ingin rasanya Yorin meneriakkan itu keras-keras agar pangeran angkuh ini sadar. Namun nyatanya, satu detik ... dua detik ... tiga detik berlalu dan mulutnya masih terkunci. Hanya matanya yang makin membelalak.

"Lo diem, gue anggap setuju," simpul Alard sambil berlalu.

Baru setelahnya, kesadaran Yorin kembali. Dia mengerjap-ngerjap lalu dengan cepat berbalik. Tangannya dilambai-lambaikan dengan tinggi, sementara kakinya melompat-lompat. "Gue nggak diam aja, woy. Gue nggak setuju!"

Tapi Alard sudah membuka pintu kampus. Hanya tangannya yang melambai-lambai di samping kepala, tanda tidak mengacuhkan ucapan Yorin tadi. Sambil berjalan, senyumnya terangkat. Menarik, simpulnya sekali lagi pada Yorin.

👑👑👑

Kayak biasa, aku ga akan bikin cerita yang cuma tokoh utama, pasti ada aja cerita sampingan. Dan di sini, sampingannya ada Rhea sama Gezi huehehe
Hayooo yang pernah ngerasa jadi Rhea, ngacung! 🙋‍♀️ hahaha

Gimana coba itu si Alard tiba2 nerima Yorin, ditembak aja ga woy 🤣 gimana kalau kalian jadi Yorin? Aku sih lanjut aja weh, kapan lagi dapet cogan gitu *muree 😆

Btw di cerita ada 3 cogan, di mulmed ada eunwoo *brb ngumpulin napas 😂

Komen2 yak, votenya juga ditunggu

Dan lagi2 ada remindernya 🙈

Salam dari eonninya Somi,
junabei

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro