Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Awal

Selama hidupnya, (Name) selalu mendambakan cinta.

Ia menyaksikan wanita-wanita seumurannya mengikat janji suci bersama orang yang dicintai. (Name) tidak bisa melakukan hal yang sama karena reputasi keluarganya.

Menjadi seorang putri konglomerat membuatnya tak bisa membiarkan sembarangan orang menggaet hatinya. Dibutuhkan restu penuh orang tuanya yang perhatian.

Jadi, suatu waktu ibunya tiba di rumah. Mengatakan sesuatu yang membuat senyumnya merekah.

Perjodohan.

Kata orang-orang perjodohan merupakan hal yang kuno dan hanya dilakukan oleh para leluhur. Memaksa seseorang untuk hidup bersama orang lain, merupakan hal yang menyesakkan.

Tidak demikian menurut (Name).

Lebih baik bersama pria pilihan orang tuanya ketimbangan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencari.

"Pernikahan akan segera dilakukan. Persiapkan dirimu, (Name)."

"Baik, Ibu."

Kini ia mengenakan gaun putih yang mewah. Kristal-kristal bertaburan, jahitan benang emas dan mutiara-mutiara memenuhi pinggul hingga potongan bahu gaun.

Ekor gaun panjangnya terseret di aula, rambut kemilaunya dihiasi tiara bunga. Polesan wajah bak putri raja milik (Name) ditutupi sebuah tudung.

Seseorang menarik tangannya lembut menuju pelaminan.

"Aku bersedia." Mata (Name) terpejam saat sang suami mengecupnya di dahi.

(Name) pikir ini merupakan perhentian terakhir yang membahagiakan.

Ternyata tidak.

Setelah beberapa bulan berjalan, suaminya mulai menampakkan sifat aslinya. Segala pemikiran (Name) tentang pernikahan yang manis runtuh seketika. Tak berjejak.

Sang suami ternyata mengkhianatinya. (Name) tergegap saat mengetahui hal itu berjalan selama berbulan-bulan. Dirinya telah dicampakan demi wanita lain.

Satu pil tidur takkan membunuhku.

Kebablasan, (Name) meminum beberapa pil dan terlelap dalam tidur panjangnya.

Saat membuka mata, (Name) mendapati pemandangan tak terduga.

Semuanya tampak sama seperti waktu itu. Aula pernikahan yang luas dan tudung putih menyamarkan wajah calon pengantinnya. Merasa keheranan, (Name) memutuskan untuk mengikuti alur yang ada.

Diselingkuhi lalu diperas hingga tak bersisa.

(Name) membiarkan dirinya terlelap untuk yang kedua kalinya.

Saat (Name) membuka mata, kain berenda putih menghalangi pandangannya.

Sebuah tangan menyingkap tudungnya dan terlihatlah sosok pengantin pria yang lengkap dengan jas pernikahannya. Dalam keterkejutannya, (Name) merasa takut akan situasi ini.

Kali selanjutnya, (Name) dihadapkan dengan pemandangan kain renda yang sama.

Kali ini ia menjawab, 'Aku tidak bersedia'. Keluarga pengantin pria beranjak dari bangku mereka dan mencaci maki dirinya, tiba-tiba seseorang menamparnya cukup kencang dan ia terjatuh menghantam tangga.

Saat berikutnya membuka mata, pemandangan yang sama terlihat namun (Name) memutuskan hal yang berbeda.

(Name) langsung menarik gaunnya dan berlari pergi dari sana tanpa menghiraukan hiruk-pikuk.

Hingga di tengah jalan, sebuah truk menabraknya cukup kencang. Orang-orang menjerit saat darah membasahi aspal.

Kali berikutnya, pengantin prianya kebingungan karena isakan (Name).

Renda putih telah tersingkap, wanita itu sesenggukan meratapi nasib. Saat menengadah, (Name) menatap pria berambut hitam dengan kacamata yang bertengger di hidungnya yang mancung.

"Hei, kau baik-baik saja?" Pria itu menyentuh bahu (Name) membuatnya semakin terisak. Tamu hadirin menatap bingung pasangan itu. Ada yang berbisik-bisik, menatap terperangah maupun memasang wajah keheranan.

"Kita tenangkan dirimu dulu, oke?" Pria itu mengulurkan sapu tangan lalu menarik tangan (Name) lembut menuruni tangga, menuju pintu belakang.

Tanpa tahu siapa nama pengantinnya, (Name) merasa kalut. Jika ia memilih salah satu opsi dari beberapa timeline yang telah ia lalui, bukankah itu langkah yang bodoh membiarkan dirinya terjerumus lagi?

(Name) mencuri-curi pandang pada pria dihadapannya. Tubuhnya tegap dan tinggi, rambut hitam klimis disisir ke belakang, meski menggunakan kacamata kegagahan pria itu tak terhalang sedikit pun. Mata sewarna jelaga itu kini menatapnya khawatir.

"Siapa namamu?"

Bodoh.

Bodoh sekali.

Bagaimana bisa aku bertanya seperti itu pada calon suamiku?!

Pria itu menatap (Name) yang kini merasa gugup dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aku," Terdiam sebentar. "Gamin Yoon."

Dengan perasaan sesal (Name) meremat gaunnya erat. "Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan. Tapi kurasa itu sesuatu yang serius. Jika kau merasa pernikahan ini membebanimu maka kita bisa membatalkannya," ujar Gamin.

(Name) berpikir keras. Dia tidak pernah mendapatkan tawaran seperti ini dari kehidupan sebelumnya. Kesialan selalu datang kala ia terlibat dalam pernikahan, entah menerima maupun menolak. Opsi yang seperti ini tidak pernah terpikirkan olehnya, bagaimana jika penolakan datang dari pengantin pria? Apakah kesialan tetap akan menimpa dirinya?

Tiba-tiba pintu didobrak, menampakkan seorang pemuda berambut merah yang tergesa-gesa menghampiri mereka.

"Gamin, ibu mertuamu menuju kemari!"

(Name) mendongak saat mendapati sang ibu di sana, menatap lurus matanya.

Langkah-langkah mengikis jarak, sebelum bisa berpikir sang ibu mengangkat tangannya.

Plak!

"Beraninya kau seperti itu, Putriku. Mau diletakkan dimana wajah keluarga kita?!"

Mata (Name) terbelalak. Pipinya memerah hebat, (Name) lalu mengulum bibirnya erat sembari menahan desakkan air mata.

"Ibu takkan memaafkanmu atas hal ini!" Tangan kembali terangkat siap menampar (Name) lagi.

Grep!

Sebuah tangan menahannya.

"Bibi, hentikan ini." Gamin menggertakan gigi, menahan desakkan emosi yang bergemuruh dalam dada. Jun menatap dengan cemas pemandangan dihadapannya, ia lalu mencoba menenangkan (Name) yang gemetaran.

(Name) merasa tubuhnya kian memanas. Tak bisa fokus pada suara-suara yang meninggi disekitarnya. Kepalanya terasa pusing sebelum kehilangan kesadaran.

Tepat sebelum matanya terpejam, seseorang memanggil namanya.

.

.

Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro