Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1

"Kau sudah sadar?"

(Name) meringis saat kilas balik muncul dalam memori, satu tangannya berusaha menyanggah tubuh sembari dibantu Gamin.

"Ini.. rumah sakit?" (Name) memandang sekitar.

"Ya, tubuhmu panas sekali tadi jadi aku langsung membawamu kesini," jawab Gamin.

"Lalu ibuku..?" Gamin sedikit menunduk saat ditanya begitu. Alisnya mengernyit dalam.

Ah.. (Name) paham. Setelah bertindak memalukan pasti ibunya langsung melenggang pergi, mengurus wajah keluarganya dari kejaran wartawan-wartawan yang haus skandal dan berita panas.

Sebenarnya Gamin tidak habis pikir, ada ibu yang setidak peduli itu pada anaknya meski terkapar dengan kondisi tubuh seburuk itu. Setidaknya bisa langsung menjenguknya kan? Sekalipun dirinya dengan tergesa-gesa membawa gadis itu, tak seorang pun yang ikut. Hal ini membuat Gamin tak tahan untuk mengasihani (Name).

"Aku akan panggilkan dokter." Tanpa mendengar balasan Gamin berlalu pergi dari ruangan VVIP itu, meninggalkan (Name) dengan segala macam hal yang berseliweran dalam benaknya.

...

(Name) mengelak dari apapun yang terjadi padanya kini. "Jangan seperti ini."

"Tapi kau sedang sakit, setidaknya makanlah." Tetap kekeuh dengan pendirian, Gamin menyodorkan piring berisi buah-buah. Meski dipotong tidak rapi, setidaknya ada sesuatu yang bisa gadis itu makan.

Aneh.

Lirikan penuh skeptikal ditujukan pada pemuda berkacamata itu. (Name) dengan segala pengalaman buruknya tak tahan untuk mencap sikap pemuda itu begitu aneh. Gamin tidak perlu khawatir padanya, tinggalkan saja dia disini sampai seseorang dari keluarganya menjenguk. Atau kalau tidak (Name) bisa menelepon pelayannya kemari.

"Tidak perlu tanggung—" Suapan buah yang lolos mendiamkan gadis itu.

"Apanya? Dokter bilang kau harus makan sesuatu dulu."

"Tidak usah repot—"

"Aku tidak merasa repot." Gamin lanjut menyuapi gadis itu, tak peduli.

(Name) mulai kesal lantas segera memalingkan wajah, membuat potongan buah yang disodorkan mengenai pipinya. Sampai disitu Gamin menarik tangannya.

"Tidak usah hiraukan aku, kau bahkan bukan suamiku!" (Name) berteriak. Perasaannya yang membuncah dikeluarkan tanpa bisa ditahan.

"Jadi, aku harus jadi suamimu dulu untuk peduli padamu?

(Name) terdiam, rasa kaget memenuhi dada saat matanya terbelalak membalas tatapan Gamin.

"Memangnya harus begitu ya?"

"K-kau—"

"Dugaanku benar," Gamin menghela nafas sembari meletakkan piring diatas nakas. "Keluargamu tidak peduli makanya kau begini."

"Dengar, kau tidak perlu menjadi sesuatu untuk membantu orang lain. Aku begini karena memang khawatir padamu, tidak usah pusing dengan keadaan saat ini. Yang paling penting kau merasa baik kan?"

(Name) ingin menyanggah. "Tenanglah," kata Gamin.

"Aku tidak akan lama disini." Ia menatap sendu gadis itu.

...

Satu minggu dihabiskan (Name) berbaring di rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa kondisinya masih belum stabil hingga harus menunggu beberapa waktu lagi.

Seperti yang dilakukan seorang anggota keluarga, ibunya datang menjenguk selang sehari kemudian. Wajahnya yang sudah tua memandang putrinya.

"Belum sembuh sepenuhnya?"

"Kita bicarakan soal pernikahanmu nanti saja." (Name) tak tahan untuk meringis. Sampai begini pun masih bicarakan itu? Mungkin ia perlu mati dulu ya agar mata ibunya terbuka lebar?

Ibunya memandang keluar jendela, mengelus kelopak bunga dalam vas. "Meski belum benar-benar bersatu, ibu perhatikan Gamin peduli padamu. Dia baik bukan?"

"Iya, Bu.. " (Name) memainkan jemarinya, memilih untuk menjawab saja apapun yang ibunya katakan.

"Dia cocok untukmu—"

"Ibu."

"Hmm?"

"Aku tidak ingin membicarakan ini." Ibunya mengerutkan dahi. "Aku sakit, mungkin pernikahannya bisa dibatal—"

"Ibu akan datang kesini lagi putriku." Langkah high heels terdengar menjauh tanpa perlu menoleh.

(Name) kini mengusap wajahnya frustasi.

.

.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro