Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ungkapan Rahasia : 13

Untuk semua yang belum usai, hasil pasti akan selalu ia perjuangkan. Meski hanya sebuah pulang yang ingin ia perbaiki, setidaknya ia ingin kepulangan sosok terbaiknya membawa kembali kebahagiaan.

Seperti pulangnya Balyna, sosok ibunda yang sudah lama melawan tubuhnya yang semakin lemah adalah kebahagiaan yang begitu Sanja dambakan. Kini Sanja sudah terlebih dahulu sampai di rumahnya. Bersama Ayyami tentunya.

Sanja merelakan jadwal hangout bersama teman-temannya untuk menyambut kedatangan Balyna, begitu pun Ayyami yang meminta izin sebentar saja dari tempat magangnya untuk menemani lelaki yang sekarang tengah mendudukkan diri di sofa depannya.

Tak hanya berdua, di sana ada Asya yang dengan santainya mengajak Ayyami untuk sekadar masuk kepada obrolan tentang dunia gadis kecil tersebut.

"Teh Ami, Bunda itu, ya, perempuan paling caaantikkk di dunia ini! Makanya Teh Ami harus ketemu sama Bunda."

"Oh ya?" Gadis kecil itu menggangguk sembari terus menerus menganyunkan pelan satu lengan milik Ayyami. Sanja yang hanya fokus kepada ponselnya sedari tadi teralihkan dengan memandang kedua insan di hadapannya.

Kedua netranya yang memiliki sinar tersendiri membuat Sanja tak memalingkan tatapannya kepada Ayyami. Satu-satunya wanita yang berani ia tatap amat dalam selain sang ibunda juga Asya.

"Kak Sanja?" Laki-laki itu tersadar dari lamunan dan imajinasinya.

"Apa? Kenapa?"

"Asya udah bilang, jangan liatin terus Teh Ami, nanti dia malu." Keduanya lagi-lagi hanya saling melirik dan Sanja yang menggaruk tengkuknya pelan.

Untung saja, suara agak keras dari ponsel milik Sanja terdengar tak lama dari setelah kecanggungan tersebut. Tertera nama kontak sang papah yang terhubung tak membuat Sanja menunda mengangkat panggilan tersebut.

Ayyami yang melihat gerakan Sanja kembali berfokus kepada Asya, tak ingin mengganggu privasi lelaki tersebut. Sampai Sanja pun kembali membuka obrolan kepada mereka.

"Bunda sama Papah bentar lagi sampai. Asya, kamu bawa selimut yang tadi Kakak siapin, ya?"

"OKEY KAKAK!" Gadis kecil itu berlari perlahan meninggalkan Sanja dan Ayyami untuk melaksanakan perintah dari sang kakak. Ayyami yang melihat tingkah Asya lagi-lagi dibuat menghangat. Benar, melihat Asya adalah kehangatan yang sekarang memenuhi hatinya.

Tanpa ia sadari, lelaki ini pun merasakan hal yang sama. Semakin Sanja melihat lebih dalam Ayyami, kehangatan semakin terasa di hatinya. Entah sepertinya perasaan baru yang mereka rasakan adalah jalan yang membawanya kepada jalanan searah.

Tak lama, suara deru kendaraan beroda dua itu terdengar dari luar. Keduanya langsung memalingkan pandangan memandang kepada jendela. Sanja menatap ke belakang dan memandang Ayyami yang masih dengan tatapan ke depan. Senyuman kecil ia berikan kepada wanita tersebut.

Sengatan yang tiba-tiba terasa berhasil membuat tubuh Ayyami kaku seketika. Simpulan singkat yang Sanja perlihatkan adalah yang pertama kalinya ia lihat dan ada yang berbeda.

Sanja membangkitkan tubuhnya untuk menghampiri kedua orang tuanya, sedangkan Ayyami setelah ikut membangkitkan tubuhnya ia memilih masih berdiam di tempatnya. Sampai Asya kembali dengan selimut tak terlalu besar dan tak lupa suara teriakan gemas miliknya saat memanggil sang ibunda.

"BUNDAAA! SELAMAT DATANGG!" Dibawanya kepelukan hangat oleh wanita paruh baya dengan dibantu kursi roda yang dibantu oleh Jeggy. Di sini, Ayyami melihat kembali kebahagiaan. Sebuah pulang yang ia rindukan, ia rasakan kembali. Meski pemeran utama kebahagiaan kali ini bukan dirinya.

Balyna melepas pelan pelukan hangat dari Asya juga mencium pelan pipi milik Sanja, sampai pandangannya beralih kepada Ayyami. Ada gelombang yang Balyna keluarkan saat menatap Ayyami, juga simpulan hangat ia berikan.

"Papah, bawa Bunda ketemu sama perempuan cantik itu." Kalimat yang terdengar oleh Ayyami itu sangat jelas di pendengarannya. Suara yang lembut itu semakin terbayang bersamaan dengan semakin dekatnya kursi roda yang Balyna kenakan kepada dirinya.

Balyna membawa jemari milik Ayyami kepada genggamannya. Mengusap pelan kedua jemari miliknya dengan lembut dan kembali memandang Ayyami dengan tenang.

"Jadi kamu orangnya, ya?"

***

Secangkir teh hangat sudah Balyna habiskan setengah, begitu pun Ayyami yang memilih menyisakannya sedikit. Kini kedua nya sudah terduduk bersampingan. Balyna menaruh cangkir tersebut sebelum akhirnya melanjutkan obrolan mereka yang sempat tertunda.

"Jadi kamu sekarang tinggal sendiri gitu, ya?"

"Iya, Tante–eh Bunda maksudnya." Balyna tertawa pelan melihat kegugupan yang Ayyami perlihatkan. Di sini, hanya ada Balyna dan Ayyami. Sanja, Jeggy, dan Asya membiarkan keduanya bersantai bersama. Ini keinginan Balyna. Wanita paruh baya itu ingin mengenal sosok satu-satunya yang membuat dirinya penasaran.

Balyna menatap lama kedua netra milik Ayyami, yang dipandang pun sesekali mengalihkan pandangan sembari tersenyum singkat. Balyna kembali mengambil jemari milik Ayyami dan digenggam kepada kehangatan. Ayyami mengikuti pergerakan yang Balyna lakukan.

"Boleh Bunda tanya? Sudah berapa lama mereka pergi?" Pertanyaan itu mengarah kepada perbincangan sebelumnya. Tentang dirinya dan kedua orang terkasih.

"Ibu meninggal waktu Ami masih kecil. Papah ... baru tiga tahun susul Ibu." Simpulan singkat Ayyami perlihatkan setelah mengucapkan sebuah kalimat yang seharusnya tak ia utarakan. Akan tetapi, genggaman dan tatapan teduh milik Balyna berhasil menghipnotis Ayyami untuk membuka kembali apa yang selalu ingin ia tutupi. Di depan Balyna, ia merasa tenang.

Balyna mengangguk sembari menepuk pelan lengan milik Ayyami.

"Lenganmu terlalu lembut untuk perempuan serapuh kamu, Ami. Beruntung Tuhan bawa kamu ke sini."

Ayyami masih belum mampu menangkap apa yang ingin Balyna ungkapkan. Sampai wanita di hadapannya itu menatap lurus, memandang kepada sebuah foto yang ada dirinya dan keluarga kecilnya.

"Kamu tahu, terkadang yang terlihat utuh di luar belum tentu sempurna di dalam. Sebuah rumah juga belum tentu bisa disebut tempat pulang, benar?" Ayyami masih mendengarkan dengan jemari yang masih Balyna genggam begitu erat.

"Ini sebenernya rahasia, tapi untuk kamu ini akan menjadi pengecualian. Kamu sudah kenal Jeggy, kan? Jeggy sebenernya bukan Papah kandung dari Sanja dan Asya." Pikiran Ayyami seketika terhenti sejenak. Batinnya berucap, apa ini cara semesta mengubah dirinya dengan mendekatkan kembali dengan masa lalu?

"Dulu Sanja nggak pernah bisa diajak bicara, terlebih setelah Bunda dan Ayah kandungnya memutuskan untuk berpisah. Sampai dia bertemu tiga teman setianya dan juga Bunda yang dipertemukan dengan Jeggy. Kalau kamu lihat waktu itu segimana usaha teman-temannya untuk bawa Sanja berubah dan Jeggy yang terus menarik Sanja agar tak berlarut dengan kesendirian. Mungkin kamu nggak akan ngenalin dia yang sekarang." Balyna mengalihkan pandangan kepada Ayyami dengan simpulan manis yang belum luntur.

"Mata kamu, tatapan kamu. Sama seperti Sanja kala itu, Ami. Hanya saja, Bunda merasa kamu terpaksa. Untuk menutup rapat-rapat pintu dunia kamu agar tak ada satu pun yang masuk."

Sebuah ketukan pelan dari balik dinding yang menghalangi sebuah percakapan singkat di sana tak terlalu terdengar bahkan nyaris tak terdengar. Sanja menundukkan kepalanya sembari mengetuk pelan satu jemarinya kepada sisi dinding di sana. Mendengar jelas percakapan milik Balyna dan Ayyami membuat Sanja menaikkan sedikit sudut bibirnya ke atas. Mengingat kembali apa yang ia rasakan kala itu.

Tidak, ia berbeda. Tatapannya berbeda dari balik kacamata dunia milik Sanja.

"As Always, kenapa ucapan Bunda harus selalu benar sama pandangan gue."

Tbc!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro