Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tentang Ami : 22

Kala bumantara tak terlalu mampu menerangi bumi, di saat itu pula laki-laki ini tak pernah lagi menampakkan senyumannya semenjak berhasil melewati masa sakit luar tubuhnya.

Tubuhnya memang menerima begitu banyak luka, akan tetapi Tuhan pun memberikan banyak kekuatan kepada Sanja untuk tak berlarut akan kesakitan dideritanya. Terkecuali hatinya.

Sanja terduduk di sisi ranjang, melihat Balyna yang membereskan beberapa pakaiannya juga memberikan sepatu yang akan Sanja kenakan. Tiba waktunya hari kepulangan Sanja dan Balyna dengan sepenuh hati bersedia membantu satu-satunya anak lelaki yang ia miliki.

Balyna memandang kembali Sanja yang masih terdiam menatapnya.

"Sayang? Kenapa ngelamun? Ada yang sakit?" Lelaki itu hanya memberikan ulasan senyum di bibir pucatnya dan gelengan kepala tanda ia baik-baik saja.

Terdengar helaan napas berat dari Balyna. Ia pun mendudukan diri di samping Sanja. Menggenggam kedua lengannya yang masih terasa panas dan berkeringat. Ditatapnya Sanja begitu lekat, yang tiap sisinya akan ditemukan bekas luka kering. Itu membuat Balyna semakin ingin terisak kembali.

"Ayahmu, bakal urusin semuanya. Kemarin dia sempat datang sebelum kamu sadar." Sanja hanya tertunduk mendengar pernyataan Balyna.

"Sanja, are you okay?" Dibawanya kedua pipi Sanja untuk dialihkan memandang Balyna. Ada guratan kecewa dan sakit di tatapannya, Balyna mengetahuinya. Anak laki-lakinya ini benar-benar jatuh, dan ia takut. Takut Sanja kembali menjadi penyendiri. 

Sanja hanya memandang lekat Balyna, perlahan kedua netranya kembali berbinar tanda tak baik-baik saja. Dan perlahan, tangisan kembali menemani Sanja bersama Balyna.

Laki-laki itu benar kembali terisak. Di hadapan sang Ibunda, ia benar-benar memperlihatkan sakitnya. Dirinya yang mengingat kembali kenangan buruk tentang sang ayah dan gadis yang begitu ia rindukan sampai kini tak ada kabar yang bisa menenangkan dirinya.

Sanja tidak tahu. Semuanya, akan benar-benar berjalan dengan seadanya.

***

Perjalan sore hari kali ini hanya ditemani anila yang begitu kencang berlalu. Sanja membawa langkahnya kepada jalanan yang pernah ia lewati, bersama Ayyami.

Sudah hampir dua minggu lebih Sanja beristirahat, ini pertama kalinya ia beranikan diri untuk memandang langit kembali.

Langkahnya terhenti di depan sebuah rumah sederhana tetapi masih memiliki nuansa sempurna. Pagar yang terkunci rapat dengan sebuah gembok tergantung menandakan antara pemilik rumah memang ada di dalam atau memang sedang tak berpenghuni.

Sanja memandang ke depan, memperhatikan kali saja Ayyami akan menyambut dirinya. Benar, gadis itu tak datang. Meski berita dirinya sudah keluar dari rumah sakit pun, Ayyami tak ada. Ia hilang, seperti memang tak bisa Sanja jangkau.

Tiba-tiba saja, lengan sebelah kanannya terasa ditarik pelan oleh seseorang. Sanja mengalihkan pandangan untuk melihat siapa pelaku tersebut. Wanita paruh baya kini tengah memandang dirinya kebingungan. Dilihatnya ia membawa kantung meski tak terlihat apa yang ada di dalamnya.

"Nyari siapa, Nak?" Suara lembut itu ia dengarkan keluar dari bibir wanita tersebut. Itu Maya.

"Ohh, maaf. Saya Sanja temannya Ayyami. Apa Ibu kenal gadis yang tinggal di sini?"

"Jadi kamu Sanja?" Dengan perlahan jemari Sanja dibawa pada genggaman milik Maya. Dengan tatapan bersyukur, ia berikan kepada Sanja. Meski yang diperlihatkan oleh lelaki ini adalah kebingungan yang melanda.

Pada langit temaram yang menemani mereka berdua. Maya mengajak Sanja untuk berteduh sebentar di sebuah kedai tak terlalu ramai di dekat sana.

Sanja terduduk di samping Maya yang sedang merogoh sesuatu di dalam tasnya. Tak lama ia menyodorkan sebuah foto tak terlalu besar tetapi tidak kecil juga kepada Sanja. Ada seorang gadis dengan rambut terurai sangat cantik, meski kedua netranya sangat terlihat sayu. Meski tak terlalu jelas, ia yakin ini adalah orang yang sama.

Iya, orang yang Sanja rindukan.

"Ibu hanya punya satu foto Ami. Itu diambil saat kelulusan SMA." Helaan napas panjang Maya keluarkan setelah memberikan foto tersebut kepada Sanja.

Sanja masih memandang foto tersebut. Ada guratan pedih kembali membayangi Sanja. Juga kenangan saat-saat bersama Ayyami.

"Ami ... Sudah pergi jauh." Sanja dengan cepat memandang kepada Maya. Perkataannya membuat Sanja hampir merasakan detakan jantungnya yang sempat terhenti.

"Ia dibawa pergi dari sini. Adik dari Papah Ami meminta ia untuk ikut dengan keluarganya, wanita itu tak bisa meninggalkan Ami kembali sendirian di sini."

Ada hantaman yang begitu keras menubruk perasaan Sanja. Ia tak tahu, selama ia tak sadarkan diri dan pikiran buruknya ternyata gadis itu memang tak ada. Tak bisa untuk datang.

Maya memandang kepada Sanja, kembali dibawanya jemari Sanja. Maya memandang seluruh wajah Sanja yang belum sepenuhnya pulih, juga lengannya yang masih terlihat goresan luka dalam.

"Ibu tahu, kamu pasti tunggu Ami. Ibu tahu, kalian pasti sama-sama menunggu. Ibu juga tahu, kamu yang sudah mengajak Ami untuk berjalan bersama." Ada getaran pada ucapan Maya. Wanita ini tertunduk sembari menepuk agak keras lengan lelaki di hadapannya. Sanja menggenggam balik lengan Maya yang hampir terlepas sebab isakan yang ia keluarkan.

"Tapi Ibu tak bisa melihat Ami seperti itu lagi. Ami terlalu rapuh untuk terus berada di sini. Untuk kedua kalinya, Ibu melihat gadis itu terisak kesakitan dengan kejadian yang sama."

Memang benar, Maya adalah orang yang menolong Ami saat itu. Saat Ami menjadi korban akan kekejaman yang menimpa hidupnya dua tahun lalu. Sudah sewajarnya Maya kini tak rela dirinya tersakiti lagi dan lagi. Apalagi sakit yang sama terulang kembali. Maya tak akan pernah rela.

"Ibu memang orang asing di hidup Ami. Tapi Ibu tahu persis bagaimana luka yang begitu dalam membayangi Ami. Saat Ibu tahu, Ami sedang menemani kamu yang dilarikan ke rumah sakit tak ada hal lain selain ingin gadis itu keluar dari jurang gelap dirinya. Bagi Ami, itu adalah luka yang tak akan pernah usai, Nak. Pedih yang akan selalu ada sekarang tertimbun oleh luka baru lagi. Apa kamu mengerti keadaannya sekarang?"

Tuturan kata itu berhasil membuat Sanja terisak. Saling meneteskan buliran air mata sembari saling menguatkan genggamannya.

Sanja benar tidak tahu. Jika gadis yang ia dekati adalah seseorang yang sangat butuh dekapan. Bukan, tak hanya dekapan tetapi genggaman kuat untuk menarik ia dari jurang kegelapan.

Perjalanan singkat saat itu memamg tak akan pernah cukup untuk ia mengerti Ami. Begitu pun Ami, kisah singkat ini memang memberikan sebuah obat yang perlahan lukanya terobati, akan tetapi mereka berdua tak tahu. Tak tahu jika masing-masing dari mereka memiliki kelemahan yang seharusnya tak jadi masalah untuk hubungan mereka.

Namun, jika kini kisah singkat ini harus berakhir tak ada bagian penutup, bagaimana mereka melanjutkan hidup dengan penuh pertanyaan? Sanja yang menginginkan sebuah kejelasan akan bagaimana, kenapa, dan di mana Ayyami. Dan Ayyami yang bagaimana, kenapa, dan di mana ia akan memulihkan hatinya.

Tbc!

Maaf, ini beneran maaf kelepasan T___T

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro