Rasa Balik : 19
Ohh, wait. Bisakah kalian membaca ini sembari mendengarkan lagu Kisah Sempurna - Mahalini? Terima kasih!
***
Ungkapan dan perasaan yang sengaja laki-laki ini bicarakan ternyata memang sedari tadi terdengar sampai ke isi hati terdalam milik gadis tersebut. Gadis itu memang sengaja memejamkan kedua netranya dan masih mendengar tuturan kata yang laki-laki di sampingnya utarakan.
"Kapan lo mau lihat gue, Mi? Kapan lo mau tahu, di sini gue nungguin lo." Ucapan terakhir yang Sanja utarakan bersamaan dengan dirinya yang mengangkat wajahnya kembali dan menghapus jejak air mata di pipinya. Ia melihat sekilas kepada Ayyami yang masih terlelap, dengan keberanian yang ia keluarkan jemarinya terbawa untuk mencapai puncuk kepala Ayyami. Diberikannya elusan lembut di sana, meski hatinya merasa tak tenang ia tetap melakukan apa yang sudah lama ingin ia berikan kepada Ayyami.
"Ami, bangun." Merasa bahwa gadis ini memang tak akan terbangun, Sanja akhirnya memanggil teman yang ia kenal dari Danara Musik untuk menyusul dirinya di aula. Sebab yang ia ingat, salah satu temannya ini sering terlihat bersama dengan Ayyami. Sampai perempuan yang Sanja panggil itu hampir sampai di aula, Sanja kembali sekilas memandang kepada Ayyami sebelum akhirnya lebih dahulu keluar meninggalkan dirinya sendirian di sana.
Hingga Sanja telah tak terlihat di sana, saat itulah Ayyami membuka kedua netranya perlahan. Ada guratan pedih di sana. Ia sangat mengingat apa yang sudah ia dengarkan sedari tadi. Suara berat tetapi menenangkan itu masih terbayang di pikirannya.
Ayyami menyembunyikan seluruh wajahnya di bawah sana, ada lengan kiri yang memegang kuat sisi bagian dadanya yang sangat sesak.
"Sanja, maaf. Aku nggak mau kamu kaya gini. Aku nggak bisa lihat kamu terus datang, samperin aku, tunggu aku pulang, aku nggak mau. Aku takut, kamu kaya papah. Jangan buat aku menunggu, San dan jangan tunggu aku."
***
Langit semakin gelap, tak terasa sudah setengah hari Sanja berjalan tak tentu arah di sana. Ia menelusuri jalanan yang saat itu pernah ia lewati bersama dengan Ayyami. Dengan pikiran kosong dan tatapan yang tak menentu membuat dirinya memilih berjalan kepada sebuah jalan di sisi kiri yang terasa sepi. Sanja masih tak menyadari langkahnya sudah sejauh ini melangkah setelah ia mengutarakan isi hatinya kepada Ayyami.
Perasaan gelisah dan khawatir terus menghantui dirinya. Pikirannya menerka, apa yang selama ini ia lakukan kepada Ayyami adalah benar? Padahal ia hanya ingin mengenal lebih dalam sosok Ayyami.
Sosok gadis yang baginya adalah seseorang yang diturunkan untuk dirinya merasakan gejolak asmara yang tak pernah ia harapkan.
Sampai semua gelisah itu terus berputar memusingkan dirinya, ia pun tak menyadari. Apa yang ada di hadapannya saat ini adalah pemandangan yang seharusnya tak menjadi sejarah buruk kembali.
Sementara di sini, gadis itu sudah beranjak pada sadarnya. Membawa dirinya untuk kembali melanjutkan aktivitas yang selalu ia lakukan tanpa perlu memikirkan hal lain. Akan tetapi, perasaan tak bisa dibohongi. Curahan hati milik laki-laki bersuara berat itu masih terbayang di pikirannya hingga sekarang.
Rencananya, ia akan membawa dirinya juga kepada tempat yang pernah mereka kunjungi bersama saat itu. Ia hanya ingin sedikitnya kembali mengingat perasaan saat itu. Saat bersama Sanja. Langkahnya ia bawa perlahan ke jalanan sana, tetapi ternyata yang ia dapatkan hanya tak berpenghuni. Entah karena memang bukan jadwal mereka berjualan di sana atau mungkin mereka sedang mencoba berjualan di lain tempat.
Helaan napas sedikit kasar ia keluarkan sebelum pendengarannya kembali menemukan suara buruk. Suara yang sampai saat ini masih menjadi ketakutan di hidupnya. Ayyami melihat kepada sebuah jalan yang sempat ia coba untuk tak ia takuti kembali, ternyata kembali memberikan kesan buruk seperti terakhir kali ia memandang.
Suara teriakan dan pukulan kembali terdengar sangat keras. Netranya sudah sangat pedih, perlahan tetapi pasti ia kembali menjadi gadis dahulu yang menyedihkan.
Getaran pada saku kanannya terus terasa hingga membuat gadis itu terganggu. Meski begitu, ia mencoba untuk tak terjerumus mimpi buruk kembali, pikirannya ia coba kendalikan dengan mengangkat panggilan yang sedari tadi berbunyi dari ponselnya.
"Halo? Ami lo lagi sama Sanja nggak? Dari tadi gue coba hubungin dia cuma nggak dijawab. Nggak biasanya kaya gini."
Suara yang ia kenali itu sempat Ayyami dengarkan sembari terus melangkah mendekat kepada jalanan di sana.
"Mi? Lo lagi sama Sanja, 'kan?"
Sampai pemandangan yang kedua kalinya, ia rasakan sakitnya. Gadis itu melihat Sanja di sana, dengan beberapa orang yang lebih besar darinya. Sebagian ia kenali sama seperti dua tahun lalu, sebagian lagi terasa asing. Akan tetapi itu tak membuat penderitaannya memudar.
Tangisan kembali menyambar perasaannya. Lengan yang sedari tadi memegang benda pipih tersebut, perlahan turun hingga suara benturan terdengar sedikit keras.
Jemari kanannya terkepal, dan lengan satunya menutup rapat kembali bibir merah mudanya.
"Brengsek! Bisa-bisanya lo masih hidup di saat Bapak lo hilang gitu aja?"
"Ahahaha, Bokapnya aja bangsat gimana anaknya."
"Cuma lo yang harus tanggung semua hutang bokap lo!"
Cercaan dan fakta terus mereka gumamkan hingga sampai dipendengaran gadis tersebut. Dengan wajah dan tubuh yang hampir sudah banyak terlumuri darah Sanja hanya diam, tak melawan.
Untuk apa melawan, usaha untuk dirinya kembali berjalan pun tak dihargai. Sanja benar-benar membiarkan perih luar dan dalamnya menjalar tak terhenti.
Lagi-lagi, lambat laun langkah Ayyami ia coba untuk menjauh meski dengan pandangan menatap di depan sana.
Tuhan, jika gadis ini benar-benar harus terluka kembali tolong beri ia kesempatan. Kesempatan untuk mampu menarik diri agar membawa laki-laki di hadapannya kepada pelukan hangatnya, meski lukanya harus semakin besar.
Tbc!
Jika usahaku memang belum sempurna, tolong maafkan aku yang sudah tak tahu diri ingin menggapai jemari kecilmu untuk aku bawa berlari bersama.
Aku lupa, ternyata Tuhan tak pernah membiarkan insannya menerima sesuatu dengan begitu mudah.
Ayyami, aku menyukai kamu sedalam ini. Biarkan, setelah apa yang aku lakukan sepertinya aku memang pantas menerima ini.
Aku kembali kaku. Aku kembali terlempar ke masa lalu.
Seburuk inikah perjalanan hidup? Yang bahkan hanya sebuah kisah kasih singkat ini saja, harus diberikan kesan buruk kembali.
Aku lupa, pertemuan singkat kita seharusnya mampu menjadi jawaban atas lukaku.
Sanja, sesingkat apapun cerita ini aku hanya ingin kamu. Untuk temani perjalanan hidup ini. Jadi, tolong bangkit kembali.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro