Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Panah Asmara : 9

Jika kini seharusnya lelaki dengan satu lengan yang memegang sebuah cangkir berisi minuman favoritnya itu kembali pada kegiatan manggungnya, ternyata Sanja memilih terus menyesap minumannya dengan tatapan yang ia tempatkan kepada dua orang perempuan sedang tertawa di depan sana.

Ayyami dan Asya sedang tertawa ria bersama dengan boneka-boneka kecil yang mereka mainkan. Sanja yang melihat tak jauh dari mereka hanya sesekali berusaha mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.

Padahal, jika ingin gabung juga tidak apa-apa sebenarnya. Maklum, ini Sanja dengan segala gengsinya.

“Teh Ami, Asya haus.”

“Haus? Mau minum?” Asya menjawab dengan anggukan semangat.

“Ya udah, sebentar. Teh Ami bawain dulu, ya?”

“OKEY!”

Dengan pelan, gadis itu pun melangkah pergi meninggalkan Asya yang menginginkan segelas minuman segar untuk dirinya.

Saat langkahnya sudah lebih dekat dengan tempat minuman tersimpan, ia melihat Sanja yang memandang dirinya tak jauh dari ia berjalan. Tatapan mereka pun hanya bertemu beberapa detik sebelum akhirnya keduanya memalingkan pandangan tak berniat memandang lebih lama lagi.

Kini Ayyami sudah kembali kepada Asya dan minuman yang diinginkannya. Begitu pun Sanja yang sekarang tengah bersiap-siap untuk mengisi di kafe dekat tempat tinggalnya.

Sebenarnya, Ayyami hanya menjadi guru  private Asya selama seminggu tiga kali-selasa, kamis, sabtu.- Dalam tiga hari itu pun, sudah diatur dengan jadwal Sanja atau Ayyami dalam perkuliahan. Sebab dari itu, sekarang saat jadwal Ayyami mengajar tiba, Sanja memiliki kegiatan lain di luar sebagai si tukang manggung kembali.

“Kak Sanja, Asya udah selesai tugasnya!”

“Cepet banget. Bohong, ya?”

“KAN DIBANTUIN TEH AMI, GIMANA SIH?!”

Keduanya lagi-lagi hanya memandang saling canggung. Entah lah, akhir-akhir ini keberadaan mereka berdua terasa janggal jika dilihat-lihat.

“Ya udah, Kakak mau keluar dulu. Bunda sebentar lagi juga pulang, kamu tunggu di sini aja.” Saat setelah Sanja berbicara kepada Asya, ponselnya berdering tak terlalu keras yang ia simpan di lengan kanannya.

Panggilan dari Erza yang ia dapatkan ternyata.

“Halo? Kenapa, Za?”

LO HARUS LIAT GRUP DANARA MUSIK!”

“Males, rame mulu. Kenapa, deh?”

LIAT MAKANYA, BOLOT. Sebelum lo ke kafe, liat dulu di grup nggak mau tau!”

“Bawel lo.” Dengan kemalasan yang menumpuk, Sanja pun memilih mengakhiri panggilannya dan beralih kepada grup chat yang Erza maksud.

Sudah ada banyak pengumuman dari hari yang lalu dan beberapa ucapan terima kasih. Meski Sanja tak terlalu mengerti ke mana arah terima kasih yang mereka utarakan itu.

Sampai akhirnya, ia melihat sebuah file yang dikirim oleh ketua Danara Musik dan sebuah pemberitahuan singkat yang menjelaskan kembali tentang project mereka saat pertama kali pembukaan UKM Danara Musik tersebut.

Hening. Sebentar.
Kedua netra Sanja seketika membelalak saat melihat isi dari file tersebut. Sebisa mungkin ia tahan perasaan terkejutnya di hadapan Asya mau pun Ayyami dengan pandangan yang masih ia perjelas untuk apa yang ia baca.

Ternyata, di sini.
Ada yang sama-sama terdiam sembari memegang benda pipih miliknya. Ada sebuah nama yang tertera di sana saling bersampingan. Yang membuat keduanya sama-sama tak tahu harus bersikap seperti apa sekarang.

Nama-Nama Kelompok Project Danara Musik.

Sanjaya Adi Prasukma - Ayyami Claura.

***

"Sebenernya, kalau lo mau sendiri juga bisa, Mi. Cuma ini yang buat pembagiannya langsung sama ketum, gue nggak bisa banyak bantu kalau ketum udah turun tangan. Lo tau sendiri ketum kita gimana.”

Sekarang di sini. Ayyami menggaruk tengkuknya yang tak gatal masih menyimak jawaban dari salah satu pengurus dari Danara Musik.

Ini bukan permintaan Ayyami yang menolak sebuah project yang membawa dirinya bersama dengan orang lain. Tidak apa-apa, sih, hanya saja ... ini Sanja.

“Kalau lo tetep nggak mau sama tim lo, gue kasih tau ketum, nih, sekarang.”

“EH EH NGGAK USAH, KAK! Enggak apa-apa. Ami cuma tanya aja sebenernya, makasih banyak, Kak Hasmi.”

Beginilah sekarang. Dengan perasaan gundah yang tak menentu ini, Ayyami terduduk sendirian di dekat tangga depan sanggar Danara Musik.

Gadis ini sebenarnya tidak keberatan jika harus satu tim bersama dengan orang lain. Toh, dia pun selalu berusaha semaksimal mungkin jika sudah berhubungan dengan apa yang ia sukai.

Namun, kali ini rasanya berbeda. Menjadi guru private yang saudara kandungnya adalah teman satu kampus, satu UKM, dan sekarang satu tim. Tidak ada yang aneh jika dilihat dari lingkaran ini, akan tetapi rasanya tak terlalu mengenakkan bagi dirinya jika harus terlalu dekat dengan seseorang seperti ini.

Sudah lama, ia tak pernah terlalu ingin berurusan lebih dengan orang lain. Ayyami sudah terlalu lama menutup diri. Meski yang terlihat dirinya seperti seseorang yang tak sulit berkomunikasi, tetapi mereka tak pernah tahu apa yang sebenarnya ia sembunyikan di dalamnya.

“Kalau lo nggak mau sama gue juga tinggal bilang aja.” Suara berat itu sedikit berhasil membuat Ayyami menegakkan tubuhnya sembari menatap kepada sumber suara.

Itu Sanja yang baru saja sampai. Ia berdiam di sisi tangga dengan kedua lengan yang sibuk membawa ponsel dan kopi langganannya.

“E-eh, nggak, kok. Aku enggak apa-apa, San. Lagian kita juga udah kenal, jadi lebih gampang aja kayanya nanti, hehehe.” Lagi-lagi gadis ini menggaruk pelan tengkuknya.

Sanja yang melihat lagak Ayyami tanpa sadar ulasan senyum tipis dari sudut bibirnya terbentuk begitu saja.

“Gampang apanya? Lo, kan, nggak nyaman sama gue.”

“Siapa yang bilang? Enggak, kok.”

“Enggak apa?”

“Itu ... enggak nyaman, maksudnya ... nyaman-nyaman aja, sih. Ya, gitu pokonya, deh. Eh, duluan masuk, ya, San!”

Sial, untung saja Ayyami segera keluar dari jebakan Sanja. Lelaki itu memandang kepergian Ayyami yang tergesa-gesa.
Bahkan dirinya sendiri masih tak menyadari apa yang sudah ia lakukan tadi kepada Ayyami.

Ia hanya masih terus mengembangkan senyuman yang entah akan kapan lengkungan itu menghilang.

Langkahnya ia bawa masuk menyusul Ayyami yang sudah memasuki sanggar terlebih dahulu. Iya, maksudnya duluan itu duluan ke sanggar.

Saat ini keduanya hanya sibuk dengan perbincangan asik dengan teman-teman yang lainnya, hingga pembina akhirnya datang menemui mereka untuk memberikan sedikitnya arahan untuk latihan hari ini.

“Ini sudah semua masuk, ya?”

“Iya, Kak.” Jawaban serentak dari mereka menggema di dalam ruangan tak terlalu luas itu. Pembina tersebut mengecek berkas yang akan ia sampaikan sembari sesekali berbincang kepada mereka untuk sekadar mencairkan suasana.

Sampai pembina tersebut baru saja mengingat sesuatu yang belum sempat ia tanyakan.

“Ohiya, di sini yang namanya Ayyami itu yang mana, ya?” Gadis itu mengangkat lengannya ke atas tanda memberitahu bahwa dirinya yang pembina itu cari.

“Oh kamu? Ayyami tadi katanya minta ganti tim, ya? Kenapa?”

“Eh?” Semua mata tertuju kepada dirinya. Dingin menjalar kepada tubuh Ayyami, kenapa jadi seperti ini. Padahal ia hanya bertanya apa ia bisa bekerja sendiri tidak sebagai tim, mengapa ia malah ditanya seperti ini.

“Anu ... Ami enggak–”

“Ami udah mau sama saya, kok, Kak. Dia cuma bercanda soal ganti tim atau mau kerja sendiri.”

Benar, lelaki tadi yang sempat bertegur sapa dengan Ayyami kini melangkah maju untuk membela gadis itu. Meski lagi-lagi, Sanja belum menyadari bahwa apa yang ia lakukan kini menjadi sorotan paling sempurna untuk dikenang.

Tbc!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro