Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXVI. Putri-Putri Jenar

"Ayana ... Belinda ... Ibu kangen sekali dengan kalian." Jenar yang baru tiba di vila segera merentangkan tangan ketika kedua putrinya menyambut.

Belinda, putri kecil yang mengenakan dress selutut lekas memeluk Jenar dengan senyum simpul. Sementara Ayana, perempuan tinggi kurus itu hanya berdiri dengan tatapan menerawang. Jemarinya tidak lepas dari bahu dress Belinda yang lebih pendek darinya.

"Kalian tumbuh dengan baik. Ibu bangga memiliki anak seperti kalian, sayang," puji Jenar. Mengelus pipi putrinya satu per satu. Ayana terlihat sedikit risih dengan belaian tersebut. Ia menarik diri dan berlindung di belakang Belinda.

Belinda cekatan untuk membalas pernyataan Jenar agar tidak sakit hati. "Ibu nggak terlihat sehat hari ini. Ibu sakit?"

Dibanding Ayana, Belinda memang lebih mudah berinteraksi dengan siapapun di tempat ini, termasuk Jenar. Ayana selalu berlindung di balik tubuh kecil Belinda. Walau usia mereka terpaut 18 tahun, bukan berarti Ayana yang harus menjaga Belinda. Ada keterbatasan dalam diri Ayana yang tanggap dimaklumi oleh putri sekecil Belinda.

"Kamu seperti asisten Ibu yang baru, sayang. Cepat tanggap dengan kondisi Ibu. Tapi, begitu melihat kalian berdua, Ibu merasa langsung sehat dan senang," jawabnya tanpa berhenti tersenyum. Pandangannya teralihkan pada Ayana yang sedari tadi masih saja diam. "Obatmu sudah diminum?"

"Kak Ayana nggak pernah melewatkan waktu minum obat. Meski terkadang dia nggak selera makan, dia tetap meminum obat dan vitamin." Belinda membantu Ayana menjawab pertanyaan yang ditujukan untuknya.

Jenar yang mendekati Ayana yang semakin ketakutan. Mendekatkan bibirnya pada telinga Ayana yang bergidik dan berbisik, "Kamu nggak boleh sakit sehari pun. Kamu adalah senjataku yang paling berharga. Kesehatanmu lebih penting dari apapun." Lalu ia berpaling pada Belinda yang mendongak menyaksikannya tanpa bersuara. "Kamu melakukan pekerjaan yang mulia, Belinda."

Jenar berjalan memasuki vila diikuti oleh kedua putrinya beserta beberapa pengawal. Ayana dan Belinda sudah terbiasa dengan para pengawal. Setiap pergerakan mereka tidak ada yang ditutupi.

Ayana dan Belinda bukanlah anak kandung Jenar. Sebagaimana yang diketahui oleh banyak orang, Jenar dan Jarvish tidak memiliki anak selama pernikahan mereka. Ia menjadikan keduanya anak sejak tiga tahun silam. Ayana dan Belinda yang tidak saling mengenal pun memaksakan diri untuk berlakon sebagai anak Jenar sebelum perempuan itu khilaf bermain tangan.

Pernah dikarenakan Ayana tantrum, tidak mau minum obat, Jenar yang belum terbiasa dengan perilaku Ayana langsung bermain tangan dan menjambak si sulung itu serta nyaris mengantukkan kepalanya di dinding. Beruntung si kecil Belinda cekatan memeluk tubuh Ayana dan berkata ia akan menenangkan Ayana. Belinda menepati ucapannya. Berlandaskan kepolosannya, ia membelai lembut rambut panjang Ayana, bergumamkan nyanyian malam dan berhasil menghentikan Ayana dari tantrum. Tanpa Belinda pelajari dan mengetahui penyakit mental Ayana, anak kecil itu berhasil menjadi pelindung dan pawang Belinda. Kemana pun Ayana bergerak pasti ada Belinda yang menggenggamnya.

"Ibu, apa kita akan keluar hari ini?" tanya Belinda hati-hati.

Jenar tidak sepenuhnya mengurung mereka di dalam vila. Terkadang ia membawa kedua putrinya keluar untuk melihat-lihat saja. Tidak dibiarkan keluar mobil. Tidak akan singgah di mana pun. Hanya berkeliling dan langsung kembali ke vila.

Jenar yang baru disuguhkan minuman hangat, menyesap terlebih dahulu minumannya sebelum menjawab pertanyaan Belinda. "Kita nggak akan kemana-mana hari ini. Ibu hanya mengunjungi kalian sebentar dan harus kembali ke rumah. Bapak nggak tahu kalau Ibu ke sini." Jenar berbisik di ujung kalimatnya sembari menempelkan telunjuk di bibir.

Belinda mengangguk pelan. Jujur saja, begitu mengetahui kedatangan Jenar, Belinda dan Ayana sudah mempunyai harapan besar untuk bisa mengelilingi kota. Berada di ujung pemukiman dan hanya bisa menatap gunung membuat keduanya bosan. Namun, apa hendak dikata, jika mereka berprotes yang ada hanya akan memancing amarah Jenar.

"Oh ya, Belinda, apa taman di belakang kamu rawat dengan baik?" tanya Jenar teringat pada nasib bunga-bunga yang ditanam di belakang vila. Mengetahui Belinda yang jeli merawat tanaman, Jenar tidak mempekerjakan orang lain untuk hal tersebut. Ia mempercayai Belinda yang telah dilihat sendiri kepiawaiannya.

"Tentu. Ibu ingat bibit bunga matahari yang kali terakhir Ibu bawa? Kini sudah mulai berbunga meski belum mekar utuh," jawab Belinda bersemangat. Ia sangat berenergi jika membahas tanaman.

"Wah, ini kabar gembira. Sepertinya suatu hari nanti kamu harus bertemu asisten baru Ibu. Dia sangat ahli di bidang tanaman, kamu akan mempelajari banyak hal dari dia nantinya."

"Nanti?" ulang Belinda. Gadis kecil itu mengerti bahwa kata tersebut terkadang tidak kunjung terjadi.

"Ya. Nanti kalau dia terbukti pada kesetiaannya," sahut Jenar menerawang kosongnya ruangan.

Belinda tidak membalas lagi ucapan Jenar karena tidak paham apa yang dimaksud oleh ibunya itu.

Ayana sedari tadi hanya diam sembari menunduk dan memainkan ujung kukunya. Ia tidak pernah berani menatap Jenar setelah amukan hari itu. Ia takut Jenar akan kembali kalap dan memukulnya dengan lebih keras. Dalam pikirannya, tutup mulut dan berada di belakang Belinda adalah pilihan yang tepat untuk keselamatannya.

Jenar tidak memedulikan tingkah Ayana yang ketakutan. Itu sudah biasa dan itu jelas lebih bagus. Semakin anak sakit itu ketakutan maka akan semakin baik untuk rencananya.

Jenar telah selesai dengan dua anaknya yang ini. Ia harus mengunjungi tempat lain yang berada tidak jauh dari vila. Ada hal lain yang ingin dipastikannya. Namun, belum sempat ia bergerak, Belinda menyentuh pergelangan tangannya. "Ibu nggak akan memukul mereka, kan?"

Jenar tersenyum manis pada Belinda. Anak ini banyak mengertinya. Terlalu cepat tanggap.

"Tergantung sikap mereka." Jenar mencium kening kedua putrinya dan mengambil langkah menuju tempat rahasianya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro