XXV. Vila Rahasia
Sesuai kesepakatan yang telah diatur Wendy sebelumnya, Sofia harus profesional sebagai asisten Jenar. Ia harus bisa mengenyampingkan perasaan menggebunya untuk sementara waktu walau tidak mudah, serta mendapatkan kepercayaan penuh dari Jenar.
Demi kesuksesannya mendapatkan hati Jenar, Sofia sama sekali tidak mengambil libur dalam sebulan setelah pertemuannya dengan Tim Golden Human yang lalu. Ia membiarkan diri terus menemani Jenar, kapan dan di mana pun. Baginya, sekarang Jenar adalah prioritas. Semakin ia dekat dengan Jenar, semakin banyak yang ia ketahui tentang Nyonya Besar itu.
Ia bahkan sudah menghafal seluruh kegiatan Jenar yang baginya sangat melelahkan. Menjadi seorang yang dikenal khalayak tidaklah menyenangkan seperti kebanyakan yang dipikir orang-orang. Jenar memang bukanlah yang terjun langsung ke lapangan dan berpengaruh seperti Jarvis. Akan tetapi, sebagai istri seorang pejabat, tentu dirinya juga memiliki peran tersendiri. Dan kebanyakan yang diperlihatkan hanyalah sandiwara semata demi menjaga harkat martabat suami. Demikianlah yang disimpulkan oleh Sofia mengenai Jenar.
Begitu pula yang ia lihat dalam hubungan Jenar dan Jarvis. Tidak romantis seperti yang diperlihatkan. Bahkan untuk makan bersama saja hanya terjadi ketika Jarvis pulang ke rumah. Lelaki paruh baya itu lebih sering menghabiskan waktu di luar kota. Jikalau pun berada di rumah, ia sering berdiam diri di ruang kerjanya dibanding kamar utama.
“Sofia, apa agendaku selanjutnya?” tanya Jenar sembari memijit pelipis. Rasanya lelah sekali setelah piket malam di rumah sakit.
“Saya membatalkan semua janji Anda hari ini,” jawab Sofia dengan raut wajah tenang, tanpa rasa bersalah sama sekali.
Sontak Jenar melayangkan tatapan tajam ke arah asisten yang berdiri di sampingnya. “Apa maksudmu?”
“Dalam dua minggu ini Anda selalu beraktifitas tanpa henti. Dalam sehari Anda hanya bisa beristirahat dua jam saja, itu bukan waktu tidur yang normal. Walau bagaimana pun Anda seorang manusia, tepatnya perempuan, yang diwajibkan istirahat cukup. Anda dokter, pasti Anda lebih tahu itu. Apa yang akan Anda lakukan jika Anda jatuh sakit dalam waktu yang lama? Bukankah semua yang Anda upayakan selama ini akan sangat sia-sia?” papar Sofia yang justru memikirkan kesehatan Jenar, alih-alih membanting tulang sang tuan rumah.
Tatapan marah berubah menjadi lembut dan kagum. Inilah kelebihan Sofia yang patut diakui oleh Jenar. Jika asisten sebelumnya hanya menuruti semua keinginannya bagaimana layaknya pesuruh, Sofia tidak demikian. Ia berani mengambil tindakan dengan segala pertimbangan. Ia tidak segan memberi saran yang menguntungkan bagi Jenar. Itulah yang dilihatnya selama sebulan sudah Sofia menjabat sebagai asisten pribadinya.
“Ya, selama ini aku hanya mengorbankan diri sendiri,” angguknya membenarkan putusan Sofia.
Sofia meletakkan sebuah tiket di samping cangkir teh milik Jenar. “Saya mendapatkannya setelah memastikan Anda sangat butuh hiburan kali ini.”
Mata Jenar membola tatkala melihat tiket konser penyanyi ballad kesukaannya, Iwan Fals.
Sofia tidak mengerti, kenapa Jenar si pengagum Iwan Fals bisa berada di titik ini. Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh idolanya tersebut jelas saja menyindir tindakannya selama ini.
“Aku nggak pernah kasih tahu kamu aku menyukainya. Kamu sangat pandai mengetahui tanpa diberitahu,” puji Jenar bangga dengan Sofia. Inilah yang diincar Sofia. Pujian dan kepercayaan. Keduanya kan diregam erat dan ia akan lebih dekat dengan tujuan.
Jenar tersentak seakan baru mengingat sesuatu. “Hari apa ini?”
Sofia sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Jenar, berniat ingin mencari tahu. “Rabu, Nyonya.”
“Aku udah lama nggak menjenguk mereka.”
Mereka. Satu kata yang langsung mengajak Sofia berlari pada satu kemungkinan. Anaknya dan adik Keenan. Mungkinkah? Sofia tidak bertanya lebih jauh. Ia tidak ingin bertindak gegabah. Apabila dirinya salah langkah, bisa berakibat fatal bagi mereka.
Entah apa yang Jenar ketik pada papan pesan di ponselnya. Sofia pun tidak tahu pada siapa ia mengirim pesan tersebut. “Aku akan menonton konser ini nanti setelah menyelesaikan salah satu rutinitasku. Untuk hari ini, kamu bersantailah. Kamu tidak pernah mengambil libur yang telah menjadi hak kalian setiap minggunya,” ujar Jenar tiba-tiba.
“Aku bisa menemanimu, Nyo—“
Jenar bangkit dan menepuk pundak Sofia, pertanda ia bulat pada putusannya—tidak membutuhkan Sofia.
Mematuhi perintah Jenar, Sofia membiarkan punggung Jenar menghilang dari hadapannya dan kembali ke kamarnya yang kini telah diinapi sendiri. Jenar khawatir, jika menggabungkan Sofia dengan pelayan lainnya seperti awal mula Sofia bekerja, maka Sofia bisa saja membeberkan apa yang dilihat atau didengarnya pada pelayan lain.
Memang Sofia tidak memberitahu pelayan lain tentang apa yang dilihatnya, tapi ia selalu menjaga komunikasi dengan Tim Golden Human setiap ada sesuatu yang terjadi. Seperti saat ini, ia segera menghubungi Keenan dan meminta mereka mengikuti Jenar.
***
“Lama sekali aku menunggu pesan mendebarkan seperti ini. Ayo kita bergegas,” ajak Keenan pada Tim Golden Human tanpa memberitahu terlebih dahulu apa yang terjadi. Ia melupakan satu hal, bahwa semestinya Dewa-lah yang memberi perintah ajakan demikian, bukan dirinya yang hanya anggota terakhir. Jatuh lagi harga diri Dewa dibuatnya.
Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk mengetahui keberadaan Jenar, sebab Farrel menempelkan alat pelacak di bawah mobil Nyonya Besar tersebut. Wendy pun dengan mudah bisa mengakses lokasi Jenar.
Dewa dan Wendy tetap tinggal di markas untuk melihat progres dari kejauhan. Sementara Keenan, Farrel dan Arsen mengikuti Jenar untuk melihat apa yang dilakukannya dengan mata kepala sendiri. Ini salah satu cara mereka mendapatkan bukti nyala jika memang benar dugaan mereka selama ini.
Selama hampir satu jam mengikuti dari jarak 100 meter, tidak ada tanda-tanda bahwa mereka akan berhenti. Entah kemana tujuannya, tapi tidak menyurutkan semangat ketiga pasukan Golden Human untuk mengikuti.
Mereka sudah meninggalkan perkotaan, dan mulai masuk pedesaan yang sepi akan penduduk. Demi menjaga keamanan diri, mereka menjaga jarak lebih jauh lagi. Jika sampai mereka ketahuan, pastilah Sofia yang menjadi korban. Siapa lagi yang bisa disalahkan sebagai mata-mata kalau bukan Sofia?
“Kamu bisa menebak ke mana tujuan mereka, Wen?” tanya Keenan pada alat bicara yang menghubungkannya dengan Wendy dan Dewa di markas.
“Sepertinya mereka menuju vila milik keluarga. Berdasarkan data, keluarga Jarvis membeli sebuah vila mewah dua tahun yang lalu. Vila ini terletak jauh di pedalaman, yang memang sekitarannya minim berpenduduk,” jawab Wendy di seberang setelah mengecek kembali data yang dikumpulkannya.
“Rutinitas apa yang dilakukannya di vila yang super jauh ini?” tanya Arsen entah pada siapa. Jalan bebatuan, lubang-lubang besar, serta belokan-belokan tajam membuat tubuh mereka terombang-ambing tidak jelas di dalam mobil. Arsen terus menerus mengeluh mengenai tubuhnya yang sakit serta perutnya yang mual. Farrel, dengan kesetiaannya, mengelus punggung Arsen barangkali lelaki itu akan muntah sebelum sampai tujuan.
Keenan menginjak pedal gas tanpa instruksi. Hal ini mengakibatkan Arsen berhasil muntah dan sebagian isi makanan yang keluar itu mengenai celana Farrel.
“Kamu nggak bisa pelan-pelan? Lihat ini celana kesayanganku kotor karena isi muntah yang menjijikkan. Mana celanaku yang lain belum sempat kucuci,” omel Farrel tanpa dipedulikan oleh Keenan.
Sementara Arsen yang menyebabkan Farrel merasa jijik pada diri sendiri malah memegang perutnya dan merespons, “Uh, leganya.”
Farrel kian merutuki diri dan mengomel terus sampai Keenan memintanya untuk diam. “Lihatlah di sana. Vila itu dipenuhi penjaga. Sepertinya ada hal istimewa di sana,” tunjuk Keenan pada rumah peristirahatan yang megah tersebut.
Dari tempatnya, mereka melihat setiap pengawal menunduk kala Jenar melewati mereka. Sungguh, Jenar bak ratu yang dilindungi puluhan pengawal. Kaya raya sekali Jarvis bisa membayar puluhan rakyat hanya untuk mengawal istrinya dan rumah di pengasingan seperti ini.
Keenan menelan salivanya dengan susah payah saat melihat dua sosok perempuan muncul dari samping vila menyambut kedatangan Jenar. Salah satunya mengenakan kaos putih dan rok sage selutut. Jenar memeluk mereka satu per satu dan memberikan sekotak hadiah yang diterima oleh keduanya dengan senyum tipis.
“Laureen ....” lirih Keenan yang berhasil mendapat fokus Arsen dan Farrel, serta Dewa dan Wendy di seberang sana.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro