Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXIV. Berbagi Informasi

Keenan menggerak-gerakkan kakinya dengan ekspresi cemas menunggu kedatangan Sofia. Pesan yang diterima dari Sofia membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Ia tidak memberitahu pihak keluarganya terkait kabar tersebut sebelum mengonfirmasinya sendiri.

Ketenangan yang selama ini dijaganya dengan baik, kini kabur entah kemana. Tersisa hanyalah gelisah dan kerinduan pada sang adik yang tidak diketahui pasti keberadaannya di mana. Tergambar jelas di kepalanya saat ini tawa Laureen yang dulu sering dilihatnya.

Keenan tidak sendiri menunggu Sofia di kafe ini. Ada Tim Golden Human yang ikut serta demi mendengar langsung pernyataan dari Sofia. Siapa yang tidak penasaran dengan apa yang terjadi? Terlebih, orang penting yang mereka cari disebut dalam pesan singkat tersebut. Jika benar apa yang dikatakan Sofia, maka mereka akan lebih mudah menentukan langkah berikutnya.

Sofia tiba tepat di jam yang dijanjikan; pukul dua siang. Ia tidak mengenakan seragam kerja sebagai pelayan atau pun sebagai asisten pribadi Jenar. Ia datang sebagaimana selama ini ia menampakkan diri pada mereka; bermodalkan kaos pendek dan jeans sekenanya. Rambutnya pun kusut diikat asal-asalan.

Keenan menatap Sofia penuh harap. Ia seolah tidak ingin mengizinkan Sofia duduk atau bahkan minum sebentar. Ia sudah tidak sabar ingin mendengar cerita yang selama ini sangat dinantikannya. Tidak harus cerita banyak, cukup menyampaikan keadaan adiknya saja.

“Bisa tolong tinggalkan aku dan Keenan?” pintanya dalam keadaan menunduk. Ia langsung duduk di hadapan Keenan dan tidak menyapa siapapun.

“Mana bisa. Aku kapten tim ini, aku harus tahu semuanya,” tolak Dewa tidak terima dirinya diabaikan.

“Aku ingin berdua dengan Keenan,” ulang Sofia tanpa mengangkat wajahnya. Ia bahkan tidak ingin melihat siapa pun sekarang. Kalau bukan karena Keenan adalah keluarga korban dan orang yang mengulurkan tangan padanya, mungkin Keenan pun takkan dipercaya.

Demi mendapatkan informasi penting dari Sofia, Tim Golden Human mengalah dan menarik paksa Dewa untuk menyingkir sementara dari mereka berdua. Sekalipun Dewa bersikeras untuk tetap mendengar kisah yang akan diurai Sofia, tangan kekar Farrel berhasil menyeret Dewa yang bertubuh lebih besar darinya.

“Maaf jika aku harus membuat keributan ini,” ungkap Sofia pelan, hampir tidak terdengar.

Tidak ada tanggapan apapun dari Keenan. Ia hanya memandang Sofia dalam diam, menanti apa yang hendak disampaikannya.

Keenan memperhatikan, Sofia mulai terisak. Perempuan itu masih tidak bersuara dan sibuk dengan air mata yang terus berlinang dan membasahi pipi. Melihat tubuh Sofia yang mulai berguncang, Keenan yang semula duduk di hadapan Sofia, kini berpindah tempat ke samping Sofia. Tanpa berbicara, ia membawa tubuh lemah Sofia dalam dekapannya. Menepuk-nepuk pundak perempuan itu yang semakin kuat isak tangisnya.

Dari kejauhan tampak Dewa tidak senang dengan apa yang disaksikannya. Terlihat jelas pancaran amarah dari tatapannya atas sikap Keenan yang seenaknya mendekap Sofia.

“Aku nggak tahu apa yang sedang terjadi. Apa aku sedang mengabdikan diri pada orang yang telah mengambil putriku? Apa aku akan menemukannya setelah ini? Atau keberadaanku akan menjadi ancaman untuk putriku sendiri?” Sofia bertanya-tanya dengan sisa tangis yang sudah mulai mereda.

Keenan tidak memberikan respons apa pun. Menurutnya, Sofia belum selesai menangis. Ia ingat, ketika di bar, ia mengajukan berbagai pertanyaan dan Sofia memilih abai. Kini, ia memberi ruang untuk Sofia menenangkan diri dan bercerita setelahnya.

Sofia mengambil benda pipih di saku celananya. Menyodorkan benda tersebut ke hadapan Keenan.

Mata Keenan membola melihat apa yang ditunjukkan oleh layar ponsel Sofia. Seketika tangannya yang mendekap Sofia terlepas. Ia ingin memastikan apa yang dilihatnya.

“L-Laureen?”

Sofia terdiam, menyelesaikan tangisannya. “Dia Laureen? Dia benar adikmu? Jadi, foto yang dipajang di ruang utama itu adikmu? Kenapa hanya adikmu?”

“Apa maksudmu di ruang utama?” Keenan tidak sabar hingga ia mengguncangkan tubuh Sofia.

Tidak suka melihat cara Keenan, Dewa dari kejauhan segera datang dan melepas paksa tangan Keenan. “Jangan bersikap sesukamu!”

“Diam kau!” balas Keenan tidak kalah garang.

Wendy meminta Dewa untuk mengalah. Mereka hanya menonton dari jauh sejak tadi, sehingga tidak tahu pasti apa yang terjadi. Tidak bisa Dewa bertindak hanya berdasar apa yang dia lihat tapi tidak mendengar apapun.

“Jadi keluarga kalian memang benar berada di tangan mereka,” simpul Arsen begitu melihat layar ponsel Sofia yang masih menyala.

Semua mengalihkan perhatian pada foto yang diambil Sofia secepat mungkin saat pertama kali melihatnya di meja rias Jenar.

“Kita nggak boleh kehilangan kesempatan. Harus segera mengatur siasat. Sofia, kamu harus bekerja lebih ekstra lagi,” ujar Dewa.

“Cukup!” potong Keenan. “Sofia nggak boleh masuk terlalu jauh. Kita yang harus bertindak sekarang, bukan Sofia,” bantahnya.

“Kamu yang memasukkannya dalam perangkap. Dia udah mendapat kepercayaan istri Jarvis. Sekarang, dia harus menuntaskan apa yang telah dilakukannya,” tegas Dewa.

“Wa, dia itu bukan anggota kepolisian. Kalau mereka tahu bahwa Sofia penyusup, nyawanya jadi taruhan. Kamu kapten di sini, tapi kenapa kamu malah membahayakan nyawa orang lain?” Keenan bersikukuh agar Sofia tidak melanjutkan penyamarannya.

“Karena aku kapten, makanya aku yang memutuskan. Dia akan terus bekerja di sana sebagai orang kepercayaan Jenar, dan kita akan mengetahui di mana anak-anak yang hilang disekap.” Demi menghindari bantahan lanjutan dari Keenan, Dewa pun segera angkat kaki dan mengabaikan makian yang dilontarkan oleh Keenan.

Sofia berdeham. “Kurasa Dewa benar. Aku harus terus melanjutkan ini. Aku sendiri yang menawarkan diri maka aku harus bertanggungjawab sampai selesai.”

“Tapi, Sof—“

Sofia menepuk pundak Keenan, meminta lelaki itu percaya padanya. Entah kenapa, firasat Keenan buruk tentang keputusan ini. Ada yang salah di sini.

Sofia tidak bisa berlama-lama karena ia hanya mengambil izin tiga jam saja. Ia tidak perlu mengambil izin selama seharian, karena tidak ada tempatnya berpulang. Terjebak dalam rumah mewah Jenar akan lebih bermanfaat dibanding mengurung diri di rumah kost saat pikirannya sedang kalut begini.

“Tunggu sebentar.” Keenan menghentikan langkah Sofia. Ia mengalihkan sejenak dirinya dari sebuah fakta yang mencengangkan. Ada hal lain yang harus diketahui.

Keenan menyodorkan foto yang ditunjukkan Huga beberapa waktu lalu. Tim Golden Human tidak mengerti mengapa Keenan memperlihatkan foto berpakaian serba hitam itu pada Sofia.

“Kamu mengenalnya?” Harap-harap cemas Keenan menunggu jawaban Sofia yang tidak langsung dilontarkan.

“Namanya Putra. Dia kepala pengawal dari keluarga Pak Jarvis,” jawab Sofia seadanya.

“Sh*t!!!” umpat Keenan yang semakin tidak dimengerti oleh yang lainnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro