XVIII. Bertemu Pemilik Rumah
"Apa yang kamu lakukan di sini, anak baru?"
Tubuh Sofia menegang tatkala mendengar sebuah suara di dekatnya. Ia memutar balik tubuh dengan gemetar, dan mendapati seorang pengawal berdiri tidak terlalu jauh darinya.
"Bukankah kamu bertugas di dapur? Kenapa berani sekali melewati batas kerjamu?"
Sofia menghela napas lega. Pengawal tersebut sedang berbicara dengan karyawan lain yang sepertinya keluar dari area kerja. Sofia langsung berpura-pura kebingungan dan mencari-cari. Ia sebisa mungkin menjauh dari tempat persembunyian agar tidak ketahuan sempat mengintip.
"Kamu, yang di dekat pohon, kenapa?" Kali ini benar Sofia tujuannya. Telunjuknya dengan jelas mengarah pada Sofia.
"Aku mengejar kelinci. Tadi aku membiarkannya keluar dan dia malah kabur entah kemana," alasan Sofia tanpa gerakan yang mencurigakan.
"Cepat kamu cari. Nyonya udah kembali. Jangan sampai dia tahu kalau kelincinya hilang!" titahnya pada Sofia dengan tegas. Sementara pada pelayan dapur ia pun berujar, "Kalau kedapatan kamu melewati area kerja sekali lagi, kamu bisa mendapat hukuman berat."
Sofia mendengarkan dengan baik ucapan sang pengawal. Benarkah akan ada hukuman bagi mereka yang melanggar? Jenis pekerjaan seperti apa sebenarnya di sini? Kenapa rasanya seperti bekerja di zaman kerajaan? Bahkan ini pengawal lebih galak dibanding yang punya rumah, sepertinya.
Sofia mengembalikan titik fokusnya pada apa yang tadi dilihatnya. "Jadi, Mirza ada di tempat ini kalau Nyonya juga di sini. Tapi, bukankah dia sopir Pak Jarvis? Di mana Pak Jarvis sekarang? Kenapa Mirza berada di tempat yang nggak seharusnya?" Sofia bertanya-tanya seorang diri.
Dari alat pendengar, Sofia mendengar tepuk tangan. "Kamu sepertinya berbakat jadi detektif. Cara kerja otakmu sama seperti kami. Nggak salah kami bekerjasama dengan kamu." Jelas saja itu suara Farrel yang selalu melempar pujian untuk Sofia.
Mengabaikan suara Farrel, Sofia kembali ke kandang kelinci untuk mengecek kelinci itu masih di tempatnya. "Aku harus kembali bekerja sekarang sebelum ketahuan."
Sofia melangkah lebih cepat dari seharusnya. Ia berbohong tentang kelinci yang kabur, lantas bagaimana jika mereka melihatnya masih di kandang? Bisa kacau semuanya dan ia akan mendapat hukuman seperti yang diucapkan pengawal gemuk tadi.
"Hei, Bunny, apa yang membuatmu di luar sini?"
Deg!
Sofia melihat Bunny ada di luar kandang dan kini bulu halusnya yang lebat sedang dielus oleh sebuah tangan berkulit putih bersih.
Setelah menggendong Bunny dalam pelukannya, perempuan tersebut memperhatikan kehadiran Sofia di antara mereka. Perempuan dengan tekstur wajah lonjong, mata belo, dan hidung bangir itu tampak sangat elegan dalam balutan dress putih selutut.
"Kamu pasti Sofia," tebaknya dengan senyum yang merekah. Polesan make up no make up di wajahnya yang sudah berumur, membuatnya terlihat sangat cantik saat tertawa. Kerutan di kelopak mata tidak dapat berbohong bahwa ia sudah tidak muda lagi.
"Beliau Ibu Jenar, istri Pak Jarvis," perkenal Putra pada Sofia. Sepertinya Sofia benar-benar tidak tahu apa pun tentang Jenar.
Sofia segera menundukkan pandangan sebagai bentuk kesopanan. "Maaf, Nyonya, saya nggak tahu."
Jenar kembali mengembangkan senyum. "Nggak apa-apa. Memang banyak yang nggak tahu siapa saya. Saya nggak seperti suami saya yang berpengaruh di Indonesia. Oh ya, kata Putra kamu yang merawat taman belakang dan Bunny?"
"Benar, Bu," jawab Sofia begitu sopan.
Mengangkat tangan kanannya, Jenar memberi kode agar yang lain meninggalkannya dengan Sofia berdua. Jantung Sofia berdegup kencang sekarang. Apa ia ketahuan bahwa berbohong tentang kelinci itu? Apa ia akan diseret keluar dari rumah ini sekarang juga? Ya Tuhan, baru saja ia mengambil langkah, kenapa sudah harus mundur segera?
"Berbicara didengar banyak orang nggak akan nyaman, kan?" ucap Jenar sebagai bentuk alasan mengapa ia meminta yang lain meninggalkan mereka.
"Saya baru tahu tadi bahwa kamu sebelumnya bekerja di toko bunga. Itu artinya kamu memang sangat berpengalaman di bidang ini. Saya sangat senang, karena saya punya teman sekarang. Sedari dulu, yang bekerja di sini saya pecat karena nggak andal dalam bercocok tanam. Padahal, perempuan itu menyukai hal indah seperti bunga, kan? Masa' kalau dari kekasih maunya dikasih bunga, tapi giliran merawatnya nggak bisa," cerita Jenar panjang lebar, tetap diiringi tawa di akhir kalimatnya.
Hal ini melegakan Sofia dari isi pikiran negatifnya. Jenar yang sekarang duduk di depannya adalah sosok yang hangat dan penyayang. Tampak dari bagaimana cara ia membicarakan tanaman, bagaimana tangannya membelai Bunny, bagaimana Bunny bisa tertidur nyaman dalam pelukannya. Sofia tidak mendapati sisi jahat Jenar pada pertemuan pertama ini.
"Saya akan seminggu di sini. Kamu siap menemani saya, kan? Saya rasa kita pribadi yang cocok," ujar Jenar meminta persetujuan Sofia yang sebenarnya mau tak mau harus setuju.
"Tentu, Nyonya. Permintaan Nyonya perintah bagi saya," tanggap Sofia cepat dengan mantap. Menemani bukanlah pekerjaan yang sulit, kan?
Ternyata jawaban itu mengundang tawa bagi Jenar. "Kamu lucu sekali. Saya suka dengan kamu. Kamu layak untuk panggilan berikutnya."
Apa ini artinya Sofia berhasil mencuri hati pemilik rumah? Tapi, sungguh, dia tidak melakukan apa pun. Bagaimana bisa disukai semudah itu?
"Jangan mudah percaya begitu saja. Kita nggak tahu itu fakta atau jebakan. Kamu cukup ikuti alurnya aja," peringat suara dari alat penyadap di telinganya. Suara milik Keenan.
👀👀👀
Untuk chingu yang mau baca lebih cepat, bisa langsung ke akun Karyakarsa ya 🔎
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro