XI. Interview yang Mengesankan
Sofia berhasil mendapatkan panggilan dari salah satu tim yang mengurus seleksi karyawan baru di rumah Jarvis. Memiliki keyakinan penuh akan bekerja di rumah tersebut, ia meminta cuti sementara pada pihak sekolah. Mengingat kontribusi Sofia selama dua tahun belakangan baik, dan ia sama sekali tidak pernah meminta izin—malah sering lembur—sekolah mengizinkannya mengambil cuti paling lama dua bulan. Artinya, Sofia harus bisa menyelesaikan misinya di rumah itu dalam waktu dua bulan. Jika tidak, kesempatannya akan menghilang.
Jika pada sekolah dia mengambil cuti, maka di bar dia memutuskan untuk mengundurkan diri. Ia mempertimbangkan bagaimana jika nanti ia berhasil bertemu dengan Diana dan anak itu mengetahui ibunya bekerja di bar? Bukankah sakit hati dan malu akan dirasakannya? Bukannya kembali bersama, bisa saja Diana memilih pergi darinya untuk selamanya.
Meskipun Diana yang dikenal tidaklah akan bersikap demikian, tapi Sofia tetap harus waspada. Diana hanyalah gadis kecil yang masih melihat perilaku orang lain untuk mencontoh. Ia tidak tahu mana baik dan buruk. Bagaimana jika selama tiga tahun ini ia disuntikkan pemikiran jahat dari para penculik?
"Kamu seperti pelamar kerja pada umumnya, tapi lebih cantik dari biasanya," puji Keenan saat melihat penampilan Sofia yang mengenakan setelan hitam putih. Ia juga memoles wajah agar tidak pucat dan segar. Sofia tahu apa yang harus dilakukannya.
"Terima kasih untuk pujiannya. Menurutmu, mereka akan memilihku?" Sofia menetapkan titik fokus pandangannya tepat pada wajah Keenan yang saat ini sedang memandang ke rumah tujuan mereka.
"Kalau kamu bisa melakukan yang terbaik, pasti kamu lolos. Jangan lupakan isi berkas yang diberikan Wendy. Kamu sudah mempelajarinya, kan?"
"Tentu. Meski agak sedikit risih dengan riwayat hidup yang diberikan Wendy, kurasa itu sangat membantu. Dia ahli di bidangnya," balas Sofia, yakin bahwa ia tidak akan menyia-nyiakan kerja keras Wendy.
Keenan mengalihkan pandangnya pada paras cantik Sofia. "Kita semua memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Jika Wendy mampu memanipulasi data karena dia ahli IT dan hacking, maka kamu ahli dalam menyamar dalam berbagai jenis pekerjaan. Kalian bergantungan satu sama lain." Tidak lupa Keenan memberikan senyuman tulusnya untuk mendukung Sofia.
"Serta kamu yang mahir memancing suasana?" tanya Sofia dengan lirikan ujung mata.
"Maksudmu?"
"Mereka tampaknya nggak begitu suka padamu. Tapi, kamu menggunakan jurus rahasia yang membuat mereka bisa kamu taklukkan. Apa aku salah?" tebak Sofia hati-hati.
Keenan mengekspresikan kekagumannya dengan jelas. "Kamu cerdas. Selama ini aku hanya berpikir kamu perempuan cengeng yang menangisi anaknya setiap hari tanpa solusi."
"Kamu lupa aku pelayan di bar? Aku melihat banyak kebohongan dan kejahatan di sana. Aku bisa tahu apa yang mereka bicarakan meski melalui tatapan mata," ungkap Sofia tanpa berniat menyombongkan diri.
"Kenapa nggak daftar jadi polisi? Aku yakin kamu bisa diterima dengan keahlianmu ini," tanya Keenan dalam nada bercanda walau tidak sungguh-sungguh bercanda.
Sofia menarik senyum tipis. "Mengungkap kebenaran nggak harus dengan menjabat sebagai polisi. Aku sekarang contohnya. Ibu tunggal yang nggak punya apa-apa, bisa turut bekerjasama dengan tim inti kepolisian demi mengungkap kasus besar. Aku sangat berterima kasih untuk kesempatan ini."
Keenan menggenggam punggung tangan Sofia dengan perlahan. "Kamu pantas melakukannya."
***
Sofia telah duduk diantar dua pelamar lainnya. Di depannya hanya ada dua orang berseragam hitam yang duduk dengan kertas dan bolpoin di atas meja. Tidak terlihat Jarvis ataupun sopirnya di sana. Bahkan, di sepanjang jalan yang mereka lalui untuk sampai ke ruangan ini pun ia tidak melihat mereka berdua.
Sofia sedikit kebingungan, apa orang kaya memang seribet ini? Bukan bermaksud menyepelekan, tapi ini hanya mencari seorang pelayan, tapi sudah seperti mencari pegawai tetap untuk beberapa bagian di kantor BUMN. Sepertinya kearifan seorang Pak Jarvis memang sudah dikenal seantero negeri sehingga mengundang banyak minat dari rakyat untuk mengabdikan diri padanya.
"Saudari Sofia," panggil lelaki dengan name tag Putra di dada kirinya. "Anda seorang magister dan melamar kerja di sini? Orang tua Anda juga berada. Apa alasan Anda memilih pekerjaan rendah ini?"
Sofia mengingat bahwa Wendy mencantumkan gelar S2 padanya, serta orang tua yang membuka bisnis di bagian properti. Terlalu berlebihan menurutnya. Padahal, Sofia saja tidak menyelesaikan S1 karena mengandung Diana saat menjelang semester akhir. Ibunya hanya IRT biasa yang senang arisan sana-sini, serta ayahnya seorang pegawai bank di bidang marketing.
Sofia mengulas senyum yang tidak berlebihan. "Menurut saya ini bukan pekerjaan rendahan. Ini menjadi suatu kebanggaan bagi saya bila dapat mengabdikan diri untuk keluarga Pak Jarvis. Sepele di mata orang lain, tapi istimewa untuk saya. Saya sangat mengagumi sosok Pak Jarvis sampai saya sangat mengidamkan posisi ini. Latar belakang pendidikan saya mungkin sedikitnya bisa membantu saya dalam hal moral dan sosial saat menjalani pekerjaan. Bukankah seorang yang bermutu akan sangat membantu?"
Walau Sofia bertutur dengan lembut, tapi ada kesan sombong di dalamnya. Ia mendapatkan trik ini dari Arsen. Menurut Arsen, seseorang yang congkak akan menarik minat para pelaku kejahatan karena merasa mereka berada dalam satu kubu.
Tepat seperti apa yang dinyatakan Arsen, Putra dan temannya tersenyum sempurna mendengar jawabannya. Seolah mereka telah menemukan orang yang tepat untuk posisi ini.
Sofia sadar, dua pelamar yang duduk di sampingnya mulai risih. Seolah tahu bahwa Sofialah yang akan mendapatkan panggilan selanjutnya.
Dari alat penyadap yang dipasang Sofia di telinganya, Keenan mengucapkan kalimat bangganya untuk memuji kerja keras Sofia. "Kamu luar biasa."
Kalimat tersebut semakin mengembangkan senyum Sofia yang masih duduk sopan di depan para penanya.
👀👀👀
Untuk chingu yang mau baca lebih cepat, bisa langsung ke akun Karyakarsa ya 🔎
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro