VII. Terduga
Keenan sangat jarang mengenakan seragam cokelatnya. Ia hanya mengenakan seragam kehormatan tersebut saat hari-hari besar. Namun demikian ia tetap rapi dengan kemeja dan celana bahannya. Tidak seperti Farrel dan Arsen yang lebih terlihat seperti anak terlantar dibandingkan polisi.
"Kalian nggak pernah pulang?" tanyanya begitu sampai dan menyesap kopi yang baru saja diseduhnya.
"Mereka perantau. Lebih baik tinggal di markas daripada harus membayar uang kos," jawab Wendy tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer. Arsen dan Farrel mengangguk berterimakasih karena Wendy sudah mewakili.
"Kamu menjawabku? Udah bisa menerimaku?" goda Keenan dengan seringaian khasnya.
"Apa maksudmu?" Keenan berhasil mendapatkan atensi Wendy yang sedang serius.
"Kuperhatikan kamu sangat berpihak pada Dewa. Kalau dia memiliki musuh, maka itu berarti akan menjadi musuhmu pula. Apa aku salah?"
Arsen dan Farrel cekikikan mendengar pendapat Keenan. Tidak dapat dipungkiri, tebakannya kali ini lagi-lagi benar. Sikap Wendy terlalu kentara menunjukkan ia akan selalu berada di sisi Dewa, apapun masalahnya. Jika diperhatikan lagi, sepertinya Dewa tidak butuh itu sama sekali. Miris.
Arsen menggerakkan kursinya mendekat pada Keenan. Dari gelagatnya, lelaki kurus itu ingin mencari tahu sesuatu dari diri Keenan. "Kamu bilang, asal mula kasus ini bisa jadi saat adikmu hilang. Apa itu artinya adikmu nggak pernah ke luar negeri seperti kabar yang bereda?"
Keenan tersenyum. Arsen si kurus yang suka menggosip. "Pernah mendengar kalimat berbohong demi kebaikan? Mungkin itulah yang dilakukan si pembohong. Demi menutupi kebenaran, dia menyampaikan segala kebohongan."
Farrel, Arsen, serta Wendy menelan ludah mendengar cara Keenan menjawab. Terlalu berani ia menggunakan kata si pembohong. "Sepertinya benar, yang terlihat baik-baik saja sering kali menyimpan luka," simpul Farrel bermaksud mengakhiri pembicaraan.
Bukan Arsen namanya kalau berhenti di situ saja. "Apa Pak Lais nggak menggunakan kekuasaannya untuk mencari adikmu? Dia komisaris kepolisian. Sangat mudah baginya melakukan apa saja untuk menemukan anaknya yang hilang. Dia bisa kerahkan semua anggota kepolisan se-Indonesia bila perlu."
Lagi, Keenan menyeringai. Itu pula yang kupertanyakan selama ini. Apa guna jabatan dan pangkat di pundak jika hanya diam tanpa bergerak?
"Apa mencari tahu alasan itu lebih penting dibanding menemukan mereka sekarang?" alih Keenan. Farrel mencubit Arsen pertanda ia harus benar-benar berhenti membicarakan hal tersebut dengan Keenan.
Dewa yang entah dari mana sebelumnya, datang dengan langkah yang cepat ke arah mereka yang sedang berkelompok. "Kalian sedang bermalasan?" tudingnya dengan tatapan tidak ramah.
Keenan bangkit dari duduknya dan menepuk pundak Dewa sembari tersenyum. Ia menunjuk ke arah meja Dewa. Ada sebuah amplop berwarna cokelat diletakkan di atasnya. "Itu hasil kerjaku. Mungkin bisa membantu."
Dewa menepis tangan Keenan di bahunya dengan cepat. Tanpa menjawab sepatah kata pun ia segera mengambil map tersebut, dan melihat beberapa dokumen serta foto yang ada di dalamnya.
Ketiga anggota lainnya tidak ada yang berani melihat. Mereka terbiasa menunggu ditunjukkan terlebih dahulu agar tidak melewati batasan kerja.
Mata Dewa membola sempurna saat melihat detail lembaran foto tersebut. "Kamu yakin mencurigai dia? Apa alasanmu? Dia hanya sopir!" Dewa melempar berkas tersebut di atas meja sehingga yang lainnya pun bisa melihat apa yang diberikan oleh Keenan.
Setuju dengan pertanyaan Dewa, ketiganya pun melihat Keenan dengan tanda tanya di kepala.
"Seorang penjahat, besar atau pun kecil kejahatannya, bukan dinilai dari serendah atau setinggi apa jabatannya. Walau dia sopir, kalau memang dia punya andil untuk melakukan kejahatan, kenapa diragukan? Apa kalian mengenal kehidupan sehari-harinya? Kalian tahu isi hati dan pikirannya? Tahu apa yang direncakannya? Tahu apa yang sedang dilakukannya sekarang? Kejahatan bisa dilakukan oleh siapa pun!" Keenan menekankan kalimat terakhirnya.
Wendy mengangkat tangannya pertanda tidak setuju. "Dia sopir dari salah satu anggota dewan yang dikenal dermawan dan bersahaja. Hampir semua orang tahu bahwa Pak Jarvis adalah orang yang memedulikan rakyatnya. Nggak mungkin dia memperkerjakan sembarang orang."
Keenan memetik jari tepat di depan wajah Wendy. "Poin. Itu berarti Pak Jarvis tahu apa yang dilakukan oleh sopirnya."
"Gila! Semestinya kamu memberikan alasan yang akurat, bukan hanya menyampaikan persepsi nggak jelas. Itu termasuk dalam kategori tuduhan tak berdasar." Farrel turut tidak setuju dengan Keenan.
Keenan menggerakkan kedua jemari telunjuk dan tengahnya, meminta mereka berempat untuk merapat ke meja bulat di tengah-tengah ruang itu. Menyusun dokumen dan foto tersebut dengan rapi. Kemudian menjelaskan, "Berdasarkan pengintaian, dia terlalu banyak absen sebagai sopir. Dia lebih sering ditugaskan di luar daerah yang kita memang nggak tahu untuk apa. Dia bepergian menggunakan pesawat, bukan bus atau pun mobil pribadi. Dalam seminggu dia bisa bepergian sampai tiga kali. Wah, luar biasa kesibukannya melebihi sang majikan. Aku nggak akan menuduh majikannya, aku hanya mengatakan keganjilan dari apa yang dia lakukan serta pembiaran dari majikan. Logiskah menurut kalian, para detektif ahli, seorang sopir bertindak demikian?"
Keenan memperlihatkan detail data tiket pesawat yang dipesan oleh sopir Jarvis. "Tambahan, dia nggak hanya bepergian pada satu tempat, melainkan ada empat tempat di daerah berbeda-beda. Menariknya, ada satu yang di luar pulau Jawa. Kenapa? Ada apa? Kalian nggak penasaran? Kalian akan melewatkannya?"
Dewa berkacak pinggang dan sebelah tangannya lagi mengurut dahi. "Nggak ada bukti yang menjurus bahwa dia dalang di balik kasus human trafficking ini."
Keenan dengan santainya tertawa. "Karena itu kita harus mendapatkan buktinya. Apa aku bilang bahwa dia dalangnya? Nggak. Dia bukan dalangnya. Tapi, dia akan membawa kita bertemu langsung dengan dalangnya."
"Caranya?" serempak Arsen dan Farrel mengajukan pertanyaan yang sama.
Keenan tersenyum manis. Ia membalikkan badan serta memasang earphone guna mendengar lagu kesukaan adiknya.
👀👀👀
Untuk chingu yang mau baca lebih cepat, bisa langsung ke akun Karyakarsa ya 🔎
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro