IX. Memantapkan Penyamaran
Arsen, Farrel dan Wendy memperkenalkan diri masing-masing pada Sofia. Ternyata, Keenan tidak hanya mengajak bertemu Sofia untuk berbicara empat mata, melainkan untuk diperkenalkan pula pada anggota lainnya.
Dewa memberikan mereka semua izin untuk saling bertatap muka, tapi tidak untuk membiarkan Sofia tahu isi markas mereka. Keamanan tetap harus dijaga. Dewa masih belum bisa percaya pada Sofia seratus persen. Terlebih Keenan lah yang membawanya.
Dewa sudah sempat mengamuk kali kedua kemarin begitu Keenan mengungkap ide gila selanjutnya untuk meminta Sofia menjadi penyusup. Dewa mengajukan Arsen untuk menyusup, tetapi Keenan menolak mentah-mentah. Daya pikat seorang perempuan dan laki-laki itu berbeda. Terlebih, yang mereka targetkan adalah seorang laki-laki lajang, bukankah perempuan menjadi umpan terbaik untuk memancing?
Di saat seperti itu, lagi-lagi jabatan Dewa sebagai kapten tidak ada artinya. Arsen yang sempat diajukan sebagai umpan malah mendukung cara Keenan untuk membawa Sofia dalam taktik ini. menurutnya itu lebih cepat dibanding dirinya yang masuk dalam lingkungan keluarga Jarvis.
"Kapten kita nggak ikut?" Keenan celingukan mencari keberadaan Dewa.
"Dia harus ke kantor pusat dulu. Mungkin nanti akan menyusul," jawab Wendy sembari menarik kursi tepat di samping Sofia.
Farrel sedari tadi sudah duluan duduk di samping Keenan dengan pandangan yang terus menjurus pada Sofia. Arsen menggelengkan kepala melihat sikap teman seangkatannya itu. Ia sudah mengenal Farrel sejak awal pendidikan. Wataknya yang tidak bisa melihat perempuan cantik sudah ditampakkan jelas sejak awal bertemu. Ada beberapa calon polisi perempuan yang menjadi korban daya pikatnya.
"Dia nggak akan kepincut cuma dengan kamu tatap begitu," celetuk Arsen sambil menimpuk kertas di kepala Farrel hingga lelaki itu mengaduh.
Mengabaikan kerusuhan Farrel dan Arsen yang kini sedang saling cakar dan adu lotot, Wendy membantu Keenan menjelaskan apa yang harus dilakukan Sofia ke depannya. Ia menunjukkan beberapa foto yang dijajarkan di atas meja.
Menunjukkan foto pertama, lelaki berjas dengan senyuman yang merekah. Rambutnya sebagian sudah memutih. Bagian kelopak matanya berkerut tipis. "Mungkin kamu juga mengenalnya. Pak Jarvis, salah satu anggota dewan yang terkenal akan kerendahan hatinya. Kamu akan menyusup ke rumahnya sebagai pelayan. Aku sudah membuat profil menarik agar kamu dapat diterima bekerja di sana," ucap Wendy, lalu menyodorkan map cokelat untuk Sofia.
"Nanti saja dibuka," tahannya saat tangan Sofia hendak melihat isi berkas. "Tujuanmu ke sana bukan untuk Pak Jarvis. Kita mau mengintai sopirnya dari dekat. Bisakah kamu nanti mendekati sopirnya?" Foto kedua yang ditunjuk oleh Wendy adalah lelaki dengan wajah tanpa ekspresi. Akan tetapi, bibir tebal dan alis hitam pekatnya yang juga tebal menunjukkan keseksian tersendiri.
"Kata Keenan kamu memiliki tiga pekerjaan sekaligus, kurasa untuk menambah pekerjaan ini nggak akan sulit," tambah Arsen, mengangkat kedua sudut bibirnya hingga mata sipitnya nyaris terpejam.
"Nggak bisa. Dia harus merelakan pekerjaannya di pagi hari. Mana ada pelayan rumah tangga yang gak muncul di pagi hari," bantah Farrel.
"Aku akan berhenti dari ketiga pekerjaanku kalau memang ini peluang terbesar aku bisa bertemu Diana. Toh, tujuanku bekerja di banyak tempat adalah untuk menemukannya," jawab Sofia secara langsung tanpa pikir panjang.
Arsen tampak puas dengan jawaban yang Sofia berikan. "Andai pak Dewa ada di sini, dia pasti orang yang akan sangat senang dengan jawabanmu."
"Dewa?" Sofia mengulang kembali nama yang disebut Arsen. Nama yang tidak asing.
Wendy melayangkan tatapan mautnya saat Arsen berkata demikian. Ia benar-benar tidak suka jika ada perempuan lain yang menarik pikat Dewa. Seperti apa kata Keenan sebelumnya, ia akan terus ada di pihak Dewa sampai Dewa bisa melihat ke arahnya.
"Apa aku harus medaftarkan diri sekarang juga?" tanya Sofia dengan semangat yang menyala.
"Aku suka semangatmu, cantik," puji Farrel melayangkan tinjunya ke udara, walau tanpa sengaja sedikit mengenai kepala Arsen di sampingnya.
"Udah aku daftarkan," sahut Wendy. "Kita hanya perlu menunggu panggilan wawancara. Jangan lupa bawa berkasnya."
Sofia ternganga. "Lalu, kenapa bertanya?"
"Aku hanya mengonfirmasi. Kalau kamu nggak bersedia, akan aku tarik berkas lamarannya," balas Wendy santai. Kini ia menyesap minuman yang baru saja dihantarkan oleh pelayan kafe.
Sofia menarik napas panjang. Setiap perjalanan yang dilalui dengan cara baru, maka ia akan menyebutnya sebagai awal. Ini awal baru dalam cara lain untuk menemukan putri semata wayangnya.
Sebentar, dari arah pintu ia melihat lelaki bertubuh tegap yang baru saja masuk dan bersitatap dengannya. Menyadari kontak mata antar keduanya, lelaki itu segera membalikkan tubuh dan berlari entah ke mana. Sofia bangkit dan berlari ke pintu. Sayang, lelaki itu telah hilang dari pandangan.
👀👀👀
Untuk chingu yang mau baca lebih cepat, bisa langsung ke akun Karyakarsa ya 🔎
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro