Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

IV. Cerita Lama

Sesuai ucapannya malam itu, Keenan menghubungi Sofia dan mengajaknya bertemu saat dirinya memiliki waktu luang. Sekarang lah waktu kosongnya, jam istirahat. Sebenarnya, tidak ada jam istirahat bagi anggota tim Golden Human. Masing-masing anggota sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Keenan pergi begitu saja tanpa memedulikan yang lainnya. Bahkan amukan Dewa sama sekali tidak digubris.

Keenan mendatangi alamat yang dikirimkan oleh Sofia. Sebuah toko bunga berukuran kecil. Keenan dapat melihat Sofia sedang menggunting beberapa daun bunga yang tampaknya sudah layu, lalu merangkainya dengan bunga-bunga lain. Walau ia sudah berada di tempat yang benar, ia tidak bisa masuk begitu saja.

Tetap menjaga jarak dari toko kecil tersebut, Keenan menelepon Sofia yang segera diangkat. "Keluarlah dari toko itu."

"Kenapa? Aku dapat melihatmu dari sini. Masuklah. Toko ini nggak terlalu kecil untuk orang besar sepertimu, kan?"

Keenan melengos. Terlepas dari Prakas yang suka menyindir, kini bertemu Sofia yang ternyata tak jauh berbeda. "Keluar atau aku yang pergi."

Sofia memutuskan panggilan antara mereka dan keluar dari toko sembari membawa setangkai bunga aster beserta guntingnya.

Hachimmmm....

Suara bersin Keenan mengagetkan Sofia hingga bunga kecil di tangannya terjatuh. "Kamu alergi bunga? Kenapa nggak bilang?"

Sofia bergegas masuk ke dalam toko dan kembali dengan selembar masker warna hitam di tangannya. Tidak lupa dia juga mengunci toko.

"Kenapa dikunci?" tanya Keenan tidak mengerti.

"Kamu mau bicara di sini dan bersin sampai seribu kali? Kita bicara di kafe seberang." Sofia menunjuk ke sembarang arah tanpa diketahui pasti di mana letak kafenya

"Terus kenapa kamu kasih aku masker?"

Berjalan gontai serasa menggiring peliharaan, Sofia menjawab tanpa menoleh, "Pinggiran jalan sini rata-rata ditanam bunga untuk memperindah tempat. Masker itu membantu kamu untuk nggak menghirup langsung aroma bunga."

Keenan mengerjapkan matanya berkali-kali karena tingkah Sofia. Memang benar, pinggir jalan yang mereka lewati ditumbuhi oleh bunga, tapi bukan bunga yang dapat mengakibatkan Keenan bersin.

***

Keenan memesan menu makan siang utama dengan lengkap, sementara Sofia hanya memesan minuman hangat tanpa makan. Keenan pun tidak mempertanyakan hal tersebut karena mungkin saja Sofia sudah makan tadi.

Sembari menunggu pesanannya, Keenan memperhatikan lamat-lamat raut wajah Sofia. Wajahnya memperlihat jelas betapa ia tidak mengurus diri sendiri. Wajahnya sedikit kusam serta ada lingkaran hitam di bagian kelopak mata. Kulitnya walau putih tapi pucat dan kering. Keenan yakin seratus persen, perempuan ini tidak merawat dirinya sebagaimana perempuan kebanyakan. Lihat saja rambutnya dikuncir tapi tidak tersisir rapi.

"Kamu sama sekali tidak mendengar kabar apapun tentangnya sejak laporan hari itu?" tanya Keenan memulai pembicaraan.

Sofia mengangguk. "Bolak-balik ke kantor polisi hasilnya tetap sama. Mereka seperti nggak bergerak sama sekali. Hanya duduk di depan komputer, ketika kutanya akan menjawab kami sudah berusaha tapi belum menemukannya," jawab Sofia dengan senyuman miring. Sofia tidak akan pernah melupakan jawaban para polisi yang ditemuinya.

Mereka seolah siap membantu masyarakat yang butuh pertolongan, nyatanya hanya siap membantu dalam menjawab pertanyaan, kemudian kembali abai dan lupa pada apa yang harus mereka lakukan.

"Harukah aku memberitahumu alasanku pergi atau—"

"Nggak harus. Kalau niatmu meman mau membantuku, kamu pasti akan datang. mungkin memang tugasku untuk menunggu sementara waktu," sanggah Sofia cepat. Ia tidak punya waktu untuk mendengar alasan seorang polisi.

"Kali ini aku nggak akan mengingkari janjiku. Aku pasti akan menemukan anakmu. Tapi, tunggu, bukankah kamu bekerja di bar? Kenapa sekarang kamu ada di toko bunga?" Keenan merasa heran dengan perempuan yang duduk tenan di depannya. Penampilannya pun berbanding jauh dengan yang ditemuinya semalam.

"Aku bahkan bekerja di SD," tambah Sofia melengkapi resume kerjanya. Keenan tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak terbuka. Tercengang. Itulah yang bisa direspons oleh tubuhnya.

"Itu merupakan salah satu usahaku untuk menemukan anakku, Diana. Gimana kalau dia nanti diantar oleh para orang tua ke salah satu sekolah yang aku bekerja di dalamnya. Gimana kalau seandainya pelakunya sering main ke bar dan aku bisa menangkapnya? Atau gimana seandainya Diana berlari pulang ke toko itu, tempat di mana dia menghilang?"

Air matanya menggenang di pelupuk mata. Ia mengenang masa-masa ketika masih bersama Diana. Si kecil yang tidak banyak bicara tapi berhati hangat. Walau masih sangat kecil, ia selalu membantu Sofia di toko, sebisanya.

"Usia berapa dia saat itu?"

"Lima tahun. Sekarang dia pasti sudah duduk di bangku SD. Dia akan punya banyak teman dan saling menjahili. Semestinya begitu, kan?" sahut Sofia lirih penuh harap.

"Bisa beritahu aku kapan tepatnya dia menghilang?"

"Rabu, 19 Februari 2020, pukul 13.25 WIB. Saat itu aku sedang melayani beberapa pelanggan dan dia bermain di depan toko. Dalam kejapan mata dia hilang begitu aja." Sesak. Sofia memukul dadanya yang tidak terkontrol. Air matanya menetes tapi ia tetap menahan diri agar tidak bersuara. Segera diseka air mata tersebut.

Hari itu adalah hari yang membuatnya nyaris gila. Kehilangan satu-satunya anggota keluarga yang sudah dicari kemana pun tetap tidak ditemukan, dilaporkan pun tidak ada tanggapan.

Keenan bergeming saat mendengar waktu menghilangnya Diana. Tubuhnya mematung dan pikirannya berputar jauh ke tiga tahun silam. "Maaf kalau pertanyaanku terdengar kasar, apa anakmu tumbuh sebagai anak yang normal?"

Picingan tajam dari sorot mata Sofia menghujam Keenan. "Apa maksudmu?" Jelas ia tersinggung dengan pertanyaan itu.

"Aku hanya ingin mencari persamaan korban. Aku kehilangan adik pada Januari 2020. Adikku keterbelakangan mental. Kasus yang sedang kami tangani sekarang adalah perdagangan manusia yang mana kemungkinan besar korbannya bukanlah orang normal. Ada beberapa laporan orang hilang dengan cacat luka bakar, lumpuh, dan semacamnya," jelas Keenan.

Sofia merasa bersalah karena salah mengira. "Diana normal."

"Berikan aku foto Diana, aku akan memasukkannya dalam daftar korban kasus kami.

Sofia menunjukkan wallpaper ponselnya yang mana di sana ada wajahnya dan Diana sedang di taman bunga. Mereka tampak bahagia. Bahkan Sofia terlihat jauh lebih sehat dan terawat dibanding sekarang.

"Baiklah, aku akan mengabarimu kalau ada perkembangan tentang kasus ini," ucap Keenan setelah memotret foto tersebut dengan ponselnya.

"Bisakah aku ikut membantu kalian mencari pelakunya?" tanya Sofia waswas.

👀👀👀
Untuk chingu yang mau baca lebih cepat, bisa langsung ke akun Karyakarsa ya 🔎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro