Rumah Bunda
Seorang gadis muda berjalan mendekati bundanya kemudian duduk tepat disampingnya. Sebuah senyum terkulum di bibirnya. "Selamat siang, Bun. Risa mau kasih tahu kabar bahagia, hari ini Risa telah diterima di universitas negeri. Risa berhasil membuat Bunda bangga kan?"
Tidak ada jawaban dari sang bunda. Risa tetap melanjutkan ceritanya.
"Seperti biasa, tadi pagi aku membantu adik-adik bersiap ke sekolah. Hari ini masakanku dipuji loh. Kata mereka enak, mirip masakan Bunda. Oh iya, aku sengaja hari ini datang gak ajak mereka karena mau kasih kejutan buat Bunda. Semoga Bunda gak kecewa ya. Aku janji, minggu depan pasti aku datang sama mereka."
Risa mengubah posisi duduknya menjadi bersila. Lalu ia melanjutkan ceritanya, "Rumah kita masih sama seperti dulu, aku tidak banyak merubah posisi barang. Tapi ada kabar baik lagi, kita sekarang punya mesin cuci baru. Kata Ayah uangnya didapat dari hasil arisan."
Risa mencurahkan semua pada bundanya, meskipun ia tidak tahu pasti apakah bundanya mendengar atau tidak.
"Aku kangen Bunda." Suara Risa bergetar, napasnya tersenggal, tangisnya pun akhirnya pecah, "Kalau Bunda masih ada di sini pasti aku akan dapat pelukan sebagai hadiah."
"Aku lucu ya Bun?" Risa bertanya setengah tertawa bercampur tangis.
"Dulu aku gak secengeng ini kan? Dua tahun kita sama-sama berjuang. Dua tahun kita pulang pergi ke rumah sakit. Dua tahun juga aku gak pernah nangis karena Bunda." Risa tersendu memeluk kedua lututnya.
"Kata Ayah sekarang Bunda ada di rumah Bapa, rumah terbaik yang pernah ada. Aku turut senang tapi aku masih ingat kata-kata Bunda yang bilang rumah terbaik yang Bunda punya adalah keluarga. Kadang aku masih mempertanyakan kenapa Bunda memilih pergi dari rumah terbaik yang sudah Bunda punya meskipun aku tahu jawabannya. Bunda tidak punya pilihan, karena Tuhan yang memanggil."
Awan hitam mulai terlihat menutupi cahaya matahari. Risa melihat ke langit kemudian menghapus air matanya.
"Sepertinya Bunda jadi ikut sedih ya kerena aku nangis. Maaf, Bun."
Risa meletakkan setangkai mawar merah yang ia bawa di tengah pusara bundanya. Ia berdoa sebentar kemudian berkata, "jangan sedih Bunda, kami hidup dengan baik di rumah kita."
Rintik hujan mulai terasa, Risa bergegas beranjak dari tempatnya. "Aku pamit pulang ke rumah, Bun."
#30DayWritingChallenge #30DWCJilid23 #Day28
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro