Map Biru
Seorang gadis berjalan menyusuri trotoar dengan pakaian hitam putih dan sebuah tas kecil yang tersampir di bahunya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang, hal ini dapat ia ketahui tanpa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Bukan karena Rena memiliki kemampuan khusus dalam menebak jam namun ia bisa mengetahui hal itu karena jalanan mulai ramai. Hal ini merupakan pemandangan biasa di kawasan industri. Pada pukul 12.00 siang, hampir semua karyawan yang berpakaian warna-warni dari berbagai perusahaan akan keluar untuk menikmati makan siang.
Hari ini tepat sudah satu tahun sejak Rena dinyatakan sah sebagai seorang sarjana. Satu tahun lalu pada pukul 12.00 ia dan orang tuanya sudah berada di rumah makan yang terkenal untuk merayakan pemindahan tali topi toga di kepalanya. Perayaan yang sangat menyenangkan, Rena seperti terlepas dari beban yang sudah 4 tahun mengintainya. Rena lulus dengan predikat pujian dari salah satu kampus ternama dan ia juga sangat aktif di organisasi kampus. Siapa yang menyangka setelah satu tahun berlalu ia masih harus berjalan menyusuri kawasan industri dengan map biru di tangannya.
Rena akhirnya memilih berhenti di salah satu warung makan yang sudah sering ia kunjungi. Ia memasuki warung tersebut kemudian memesan satu porsi nasi sayur dan es teh. Pelayan di warung tersebut sudah cukup mengenal Rena, saat menghantarkan makanan ia sempat bertegur sapa sejenak. Tidak lama kemudian seseorang duduk di samping Rena. Rena tidak begitu memperhatikan seseorang yang duduk di sampingnya hingga sebuah suara yang dikenalinya membuat perhatiannya hanya menuju suara tersebut.
"Rena... Rena Apriani kan?" Gadis berambut sebahu itu menyapa dengan ramah.
"Iya, kamu... Lia?" Rena memelankan suaranya saat menyebutkan nama tersebut karena sebenarnya ia juga tidak yakin siapa yang ada di hadapannya saat ini.
"Iya ini aku Lia, kamu apa kabar?"
"Baik." Rena melihat seragam yang dikenakan Lia dan ia langsung mengenali perusahaan tempat Lia bekerja karena sudah beberapa kali Rena melamar di perusahaan itu.
"Kamu melamar pekerjaan? Wah aku dengar kamu lulus dengan predikat pujian ya, selamat." Lia tersenyum dengan tulus.
Rena hanya tersenyum canggung kemudian mereka makan bersama setelah percakapan singkat tersebut.
Sebelum meninggalkan meja, Lia sempat tersenyum pada Rena sambil berpamitan. Setelah Lia menghilang dari pandangan Rena, ia menghela nafas kemudian melangkah menuju tempat membayar makanannya. Saat Rena mengeluarkan selembar uang berwarna hijau, ia justru mendapat senyuman dari pelayan warung tersebut.
"Makanannya sudah dibayar sama Mba yang duduk di meja itu juga."
Rena menghela nafas kemudian ia tersenyum pada pelayan. Rena sebenarnya merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut. Rena sangat mengerti maksud baik dari Lia, namun ia merasa seperti sedang dikasihani. Rena, seorang lulusan terbaik dari universitas ternama yang masih mencari pekerjaan sedangkan Lia adalah teman Rena yang ia ketahui langsung bekerja setelah lulus SMA. Rena merasa ia sudah kalah.
Rena berkali-kali menyalahkan dirinya karena ia tak kunjung mendapat pekerjaan. Setiap hari kerja ia selalu duduk di depan laptop untuk memasukkan lamaran via online dan jika ada panggilan untuk tes dan wawancara ia selalu bersiap dan menghadiri tes dengan baik, namun semesta seperti tidak mendukungnya. Seberapa keras pun usahanya selama satu tahun penuh, ia tetap tidak mendapatkan pekerjaan. Beban Rena semakin berat ketika beberapa tetangga membandingkannya dengan anak-anak lain yang begitu lulus SMA langsung mendapatkan pekerjaan. Beberapa orang bahkan meremehkan gelar yang sudah ia perjuangkan selama 4 tahun. Rena pernah hampir menyerah namun salah satu temannya kembali menyadarkannya dan akhirnya Rena kembali ke rutinitasnya yaitu mengirim lamaran dan menghadiri tes.
Rena berjalan ke salah satu perusahaan dengan papan nama besar di bagian depannya. Rena datang karena ia dipanggil untuk melakukan tes wawancara. Seperti biasa Rena datang 15 menit sebelum waktu wawancara. Seorang pria paruh baya yang mengenakan seragam satpam menghampiri Rena dengan senyuman ramah di wajahnya.
"Wawancara dek?"
"Iya, Pak."
"Baru lulus ya?"
Rena tersenyum canggung kemudian menggelengkan kepalanya, "Saya lulus satu tahun lalu Pak."
"Sebelumnya sudah pernah kerja?"
Rena kembali menggeleng, "Belum."
"Wah, selama ini di rumah kegiatannya apa?"
Rena sebenarnya sangat suka berbincang dengan beragam orang dari latar belakang berbeda namun jika orang tersebut mulai membicarakan tentang pekerjaan, entah mengapa Rena jadi enggan memperpanjang percakapan tersebut.
Rena menunduk kemudian menjawab, "makan dan tidur."
Bapak yang terlihat ramah tersebut akhirnya duduk di samping Rena setelah ia melihat Rena menghela napas karena pertanyaannya.
"Kamu sudah berusaha keras. Dunia memang begitu, tidak semua yang kita harapkan akan terwujud dan tidak semua impian kita bisa digapai. Tapi ada satu hal yang harus kamu tahu, dunia akan selalu indah jika kamu memandangnya dengan cara berbeda."
Rena mendongakkan kepalanya kemudian ia menatap Bapak tersebut, "Maksud Bapak?"
"Saya kehilangan anak saya 5 tahun lalu, jika ia masih ada di sini mungkin seumuran dengan kamu. Dia meninggal karena kecelakaan saat mau menghadiri tes. Map biru kamu mengingatkan saya padanya. Dia selalu bawa map biru seperti itu." Bapak itu menunjuk map yang ada di pangkuan Rena.
Rena jadi merasa bersalah, "Maaf, Pak."
"Kenapa minta maaf? Saya cuma mau kasih kamu semangat. Jangan lesu seperti itu. Rezeki orang berbeda-beda. Jangan bandingkan dirimu dengan orang lain karena jalan kalian juga berbeda. Kamu selalu jadi yang terbaik di jalanmu. Jangan berhenti, jangan pernah berhenti karena kamu sudah berjalan sangat jauh. Menyerah bukanlah pilihan."
Rena tidak menjawab karena masih berusaha memahami kata-kata dari Bapak satpam tersebut. Tak lama setelah itu seorang satpam lainnya memanggil Rena untuk memasuki ruangan tempat tes dilaksanakan, Rena segera beranjak dari duduknya kemudian mengangguk sebagai tanda berpamitan.
Seperti biasa, Rena merasa ia menjawab semua pertanyaan dengan baik. Rena kembali menuju lobi untuk menyapa Bapak satpam yang telah memberinya semangat namun ia tidak melihat Bapak itu di tempat sebelumnya. Akhirnya Rena bertanya pada satpam lainnya yang sedang berjaga.
"Permisi, Pak. Bapak satpan yang sebelumnya ada di sini kemana ya?"
"Kami sudah ganti shift. Yang sebelumnya sudah pulang."
Rena menghela nafas, "Yaah, yasudah terima kasih."
Rena melanjutkan langkahnya kemudian satu kalimat terakhir dari satpam tadi terus terulang di kepalanya 'Menyerah bukanlah pilihan.'
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro