Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Castling

"Toil and risk are the price of glory, but it is a lovely thing to live with courage and die leaving an everlasting fame."

―  Alexander The Great


Hari yang dinanti tiba, beberapa saat setelah makan siang, sang footman tergopoh berlari ke arah manor memberi tahu bahwa sang detektif telah tiba, bersama dengan seorang teman membuat alis Kai berkerut tajam.

Namun sesuai dengan isi surat balasan beberapa minggu sebelumnya, Kai beserta para pelayan mau tak mau menyambut tamu yang akan mengganggu ketenangan manor selama lima hari ke depan.

Seprai telah diganti, kamar telah disiapkan, dan misteri siap diselidiki.

Ketika langkah kaki Mr. Whetstone dan Mr. Mitford tiba di depan pintu manor, sang penguni pun bersiap untuk menyambut.



⁕ ⁕ ⁕


Myrtlegrove Estate, Viper menatap gerbang besar itu terbuka setelah dia menunjukkan surat perintah tugas pada penjaga gerbang. Seorang footman muncul segera untuk mengantarkan Viper Whetstone dan Mario Mitford ke jantung Estate.

Ya, 'wanita' yang ngotot ingin ikut bersamanya selama penyelidikan selalu dikenal khalayak sebagai 'Mario Mitford', jurnalis laki-laki yang masih terlampau muda. Bukan rahasia kesenjangan gender terjadi di mana-mana, walau padahal semua yang nantinya mati akan sama saja ketika tersungkur di tanah. Viper selalu merasa lelaki yang rapuh gendernya karena wanita mampu berperan setara atau lebih dari mereka adalah sebuah hal konyol.

Gerbang besar kediaman Myrtlegrove terasa megah lagi angker, segala tatanan mulai dari rerumputan hingga pohon, terlihat terlalu rapi, seakan-akan tukang kebun digaji untuk memastikan mereka memotong pucuk pohon setiap jam sekali, atau para pelayan yang ditugaskan untuk terus bebersih hingga tidak ada debu yang secara kasat mata bisa terlihat.

Belum apa-apa, yang dilakukan Viper pertama kali adalah menyelipkan rokok di antara jari dan mulai menyalakannya seiring footman mengarahkan mereka ke ruang utama Estate itu - ante room lantai pertama.

Suasana angker nan megah itu terus terasa, bahkan hingga mereka berdua sampai ke pintu depan dan dipersilakan oleh butler tegap yang logatnya terdengar asing.

"Selamat datang di Myrtlegrove Estate, para tamu yang terhormat," ujar pria itu, memberi salam dengan punggung lurus menunduk tanda hormat. "Perkenalkan, saya Akio Kai, butler di Estate ini."

Bukan Englishman. Bukan juga orang Spanyol atau Perancis. Viper segera teringat kamp terakhir ketika mereka memukul mundur tentara Jerman dari perbatasan. Logat itu pernah didengar Viper di salah satu kelompok tentara yang mengaku berasal dari Timur. Asia. Tapi bukan Kaukasian. Mereka yang berasal dari seberang laut sana. Mereka yang mungkin juga pernah bertengkar dengan Rusia hingga do svidaniya. Tidak sembarang orang dari seberang benua akan datang ke belahan dunia yang sedang dilanda perang terkecuali ada keperluan khusus. Viper hanya bisa mengingat satu negara yang didominasi oleh bangsa berkulit kuning yang juga merupakan bagian dari aliansi Britania pada Perang Dunia I bersama dengan Rusia.

Viper mengembuskan asap rokok ke langit-langit.

"Mr. Akio." Viper menjepit rokok itu di bibir seraya ia mengulurkan tangan tanda perkenalan. "Viper Whetstone, detektif. Saya harap surat dari Metropol sudah cukup mewakili jadi saya tidak perlu basa-basi."

Di balik kacamata hitamnya, pandangannya sudah mulai mengedar ke dalam manor itu, lalu kembali ke sang butler yang membalas. 

Di balik kudapan yang tersaji, teh yang tertuang untuk tamu yang datang, Viper menangkap sedikit kesenjangan dapat terlihat dari wajah-wajah pelayan yang terlihat di balik sang butler, seakan mereka seperti tidak ingin kedatangan tamu sama sekali. Salah satunya mungkin enggan melihat tamu yang bertambah satu, yaitu Mario Mitford - mereka tampak harus bersiap ekstra untuk menyediakan kamar bagi Mario dan menambah jumlah makanan untuk disuguhkan. Penyebab lain mungkin karena mereka tidak suka diendus oleh kepolisian. 

Sementara Viper tidak banyak bicara soal dirinya, Mario Mitford-lah yang banyak bercengkrama dengan santun. Viper membiarkan Mario berlaku sesukanya dan dirinya membuka investigasi secara semi-formal, mengabaikan ujaran soal "rekan" dan "orang tak diundang" yang disiratkan Mr. Akio dan maid di sisinya.

Cangkir-cangkir untuk tamu yang mulai terisi oleh teh harum dan piring porselen yang menyajikan kue-kue manis itu tidak menggugah selera Viper. Bahkan ketika butler itu menawarkan, Viper segera mengibaskan tangan.

"Tidak perlu repot. Kalau anda ingin menghidangkan sesuatu, biar 'rekan' saya saja yang menikmati." tolak Viper halus.

Rokok itu ditanggalkannya sejenak dari sela bibir. Dari selayang pandang, tidak ada yang aneh dari para butler dan maid yang menerima tamu. Tidak ada yang dilebih-lebihkan, tidak ada yang terasa disengaja.

Viper menarik buku catatan bersampul lusuh dari dalam jaketnya bersama dengan pena.

"Boleh saya mulai bertanya dari anda, Mr. Akio?"

Butler yang memperkenalkan dirinya itu sebagai Akio Kai sedikit mengguyon, "Bukankah Anda sudah melakukannya?" Viper tidak terlalu menanggapi cara Akio untuk mencoba mencairkan suasana.

"Jadi silakan saja Anda sampaikan pertanyaan sesungguhnya yang ingin diketahui. Saya akan menjawab sepanjang kemampuan dan pengetahuan saya." tukasnya.

Sementara Mario melihat potret di dinding ante room, Viper hendak menginterogasi sang butler dari pertanyaan yang paling sederhana, dan memerhatikan respon sang butler sebelum melayangkan pertanyaan berikutnya.

Lagi, baru saja ingin bertanya dengan khidmat, reporter itu sepertinya menyenggol pajangan di ante room. Suara nyaring dapat terdengar jelas di antara mereka bertiga, apalagi si reporter itu sampai jatuh terjerembap.

Viper hanya sekedar menurunkan kacamata hitamnya, menyapu pandangannya sekali pada Mitford yang ... entah menemukan apa di sana, lalu ia kembali dengan buku catatannya, sempurna cuek. Sebatang rokok yang dinyalakan sebentar lagi habis dan belum bukunya mendapat catatan baru.

"Apa yang bisa anda bagikan mengenai desas-desus para pekerja yang dikabarkan hilang dari Estate ini selama tiga tahun terakhir, Mr. Akio?" Viper memulai interogasinya. "Terakhir, Ms. Dorothy Herring dikabarkan tidak pernah kembali ke rumah. Apa anda tahu ke mana wanita itu pergi?"

Pergerakannya selanjutnya bergantung pada respon sang butler, untuk saat ini.

"Ah, omong-omong di mana saya bisa buang ini?" dia menunjukkan batang rokoknya yang masih sibuk dihisap.

Akio, sebagai sang butler, tampak mengkhawatirkan soal Mario yang jatuh dan kemungkinan menyenggol perabot tanpa sengaja, tapi fokusnya dengan cepat kembali untuk menjawab pertanyaan Viper.

"Desas-desus? Anda salah, Mr. Whetstone. Miss Herring betul-betul tidak diketahui keberadaannya setelah keluar dari pekerjaannya. Sedangkan mengenai para pegawai yang hilang sebelum itu--walau tidak baik membicarakan mengenai orang yang tak ada di sini, tetapi mereka bukan orang yang tidak bermasalah."

Akio menarik napas dalam-dalam, kemudian melanjutkan, "Beberapa dari mereka lebih dari sekali tertangkap tangan mencoba menggelapkan barang Mansion atau membuat masalah dengan pegawai lain. Tidak aneh bila mereka mengendap-endap kabur pada suatu malam dan kemudian masalah di tempat lain lalu berakhir menerima akibatnya."

Sebuah hipotesa yang tergambar di benaknya segera ia tulis dan lingkari, sejurus kemudian Akio membawakan asbak sesuai permintaannya.

Kontras dengan dirinya yang terlihat kalem, kalimat yang diutarakan Akio tajam selayaknya jarum. Ada indikasi bahwa Akio menyalahkan 'para korban' yang nasibnya tidak diketahui dan hilang begitu saja seakan telah ditelan kabut Whitechapel.

'Rekan'-nya yang tadi terjatuh mengundang perhatian seorang muda lain yang memasuki ante room. Dari perawakan dan pakaiannya, pria berambut pirang itu bukan lah bagian dari pelayan seperti Akio, tapi bukan juga bagian dari keluarga Myrtlegrove. Pria berambut pirang itu membantu Mario berdiri dan memeriksa cederanya. Sembari Viper mencatat, dia memerhatikan Mr. Akio memanggil pria itu dengan sebutan 'Dokter Wayne'. Mr. Akio bahkan dengan baik memperkenalkan mereka yang sekedar tamu pada Dokter Wayne, dokter pribadi dari Master Myrtle si Tuan Rumah.

Melihat bagaimana Dokter Wayne dengan cepat menganalisa cedera Mario, sepertinya dokter itu adalah dokter yang berpengalaman dan menjadi 'kolega' baik bagi Myrtlegrove Estate ini, mungkin nanti akan ada kesempatan Viper untuk bertanya. Dokter, sama seperti mereka, tetap hanyalah 'orang luar', seberapa pun mereka terkait erat dengan Myrtlegrove Estate.

Tapi untuk saat ini, apa yang menjadi subjeknya adalah sang butler. One at a time.

Viper menurunkan penanya, ia sudah memiliki pertanyaan berikutnya untuk sang butler.

"Menarik sekali, jadi seperti siapa saja pekerja yang meninggalkan tempat ini sudah bukan menjadi tanggung jawab manor dan mereka telah melakukan sebuah kesalahan ..." Viper mengangguk sekali. Ia menyundutkan rokok yang habis di asbak yang diberikan Akio, kemudian menyalakan rokok berikutnya. 

"Atau ternyata pihak Estate meminta mereka yang sudah bersalah itu dihukum, misal ... mereka ternyata dilenyapkan setelah mengajukan pengunduran diri, dan tidak pernah kabur sama sekali?"

Pria yang diinterogasinya itu kerap tersenyum, alih-alih kalimat tanya Viper yang mulai meruncing adalah sebuah hiburan, sesuatu yang sudah dia pastikan, sesuatu yang membuatnya puas bahwa Viper telah bertanya demikian.

"Menghukum dan melenyapkan orang-orang tak tahu diuntung yang merugikan Myrtlegrove Estate?" dia mengulang dengan sedikit penekanan. "Sungguh menyenangkan bila saya bisa melakukan itu, andai saya betul-betul bisa melakukannya, Mr. Whetstone," tambah Akio seraya mengalihkan pandangan pada telapak tangannya sendiri yang terbungkus sarung tangan putih.

Senyumnya pudar, beralih menjadi ekspresi penyesalan dan kekecewaan.

"Sayang—seperti yang Anda lihat, kedua tangan ini kurang punya cukup kekuatan untuk menangkap dan memberi pelajaran pada masing-masing begundal itu. Ditambah lagi, apa Anda sadar, wajah ini ... Bukanlah wajah yang biasa ditemui di belahan bumi sebelah sini. Sedikit saja melakukan kesalahan, tak akan ada ampun. Saya tak mungkin lolos."

"Selama masih memiliki tanggung jawab sebagai butler di sini, saya tak boleh membuat kesalahan, Mr. Whetstone."

Ada beberapa kata kunci baru di sana, soal ras sang butler yang berbeda, juga kemungkinan bahwa tangannya 'terkunci' dan dia tidak 'berkuasa'. Viper pun berhati-hati memilih kata-kata untuk pertanyaan selanjutnya. 

Mendengar nada getir dari sang butler, hampir pena Viper luput dari menulis. Nada itu mengingatkan Viper bukan dari saat-saat ia tengah menginterogasi orang saat menjadi detektif, namun ketika dia pernah berbicara dengan tentara Jerman saat sedang alot trench warfare di beberapa sisi medan perang.

Ada kemungkinan Akio sekedar menampilkan emosi untuk menutup-nutupi keterlibatannya atau pengetahuannya mengenai mereka yang hilang. Lagi, hingga saat ini, Akio terlalu rapi. Argumen dan penekanannya sebagai seorang yang selalu menjadi pelindung bagi kebaikan Myrtlegrove Estate terlihat jelas, Viper bisa membayangkan pengabdiannya pada pemilik Estate ini.

Sekarang: apa Viper harus berusaha menekan Akio untuk bicara, atau mencukupkan interogasi pada sang butler sampai di sini?

To be or not to be: that's the question.

"Anda sepertinya sangat dekat dengan Tuan Rumah, ya, Mr. Akio," Viper memulai. "Apa pengabdian anda tidak cukup untuk meminta keleluasaan untuk berlaku? Saya rasa dengan Tuan Rumah sebagai bekingan anda, asal-muasal anda tidak akan terlalu berpengaruh, bukan? Dengan kuasa dan kepercayaan Tuan Rumah, saya yakin anda bisa melakukan apa saja - bahkan dengan mudah menjadi yang menghukum, ah, para begundal itu."

Lucky Strike di tangan Viper sudah terpotong abu seperempat.

"Atau jangan-jangan anda pun takut dilenyapkan oleh Tuan Rumah bila anda 'melakukan kesalahan', hm?"

Senyum kembali mengembang ketika mendengar Viper menuduhnya dekat dengan Master Manor. Tipis saja. Namun kemudian berubah jadi tawa. Bukan tawa terbahak, lebih seperti embusan pendek-pendek dari hidung yang tertahan dan ditutup oleh punggung tangan.

"Perlu Anda ketahui, Mr. Whetstone. Saya hanyalah butler, bukan tugas saya untuk menjadi dekat dengan Master Estate ini. Namun andaikata saya memang melakukan kesalahan, saya tidak keberatan bila harus dihukum oleh Master Henry."

Ah, kalimat yang berbunyi sama lagi. Ada yang tersembunyi di sana.

Perlu sebuah pondasi untuk bisa teguh dalam pendirian, dan sang butler melakukannya dengan sempurna, sesempurna ia telah menyambut tamu yang tidak diundang dengan kudapan manis dan minuman harum pelengkap. Viper belum bisa menebak apa yang menjadi kekuatan bagi seorang Akio Kai, tapi ada sedikit celah yang bisa dimanfaatkan dari sifatnya yang senantiasa patuh.

"Ya, memang bukan tugas anda menjadi dekat dengan Tuan Rumah, tapi bagaimana pun juga, saya yakin anda cukup mengenali Tuan Rumah dan bagaimana Tuan Rumah mungkin akan membersihkan benalu dari kediamannya." Viper menghisap lama batang rokoknya yang lama terabaikan. Abu itu jatuh dalam asbak, turut menghujan perlahan, sebagaimana ia mencoba memaparkan apa yang menjadi targetnya.

"Anda juga sepertinya seperti pion yang bisa kapan saja dibuang dari bidak catur Tuan Rumah, Mr. Akio. Saya rasa anda tahu apa yang terjadi di balik layar sehingga anda sebegitu yakinnya tidak ingin membuat kesalahan, dan ... ah, saya masih belum seratus persen percaya tangan anda tidak kotor di kasus ini."

Viper menyundutkan batang rokok kesekian itu dan menepuk tangannya sekali, menyingkirkan abu yang berkumpul di telapak tangannya. "Siapa - atau apa - yang sebenarnya sedang anda lindungi dengan anda sendiri sebagai bayarannya?"

Sejenak, ekspresi sang butler menunjukkan perubahan drastis. Buyar yang hanya berlangsung dalam hitungan detik, sebelum topeng piawainya kembali melekat pada perangainya.

Untuk sesaat mata butler itu beralih pada salah satu pigura foto yang memajang wajah Tuan Besar pemilik Estate itu.

"Tentu saja Master Henry Myrtle," jawab Akio, tenang dan mantap. Kemudian pandangannya kembali lurus pada Detektif Viper, " ... dan keberlangsungan Estate Myrtlegrove".

"Apakah jawaban itu cukup, Mr. Whetstone?"

Dalam interogasi, ada hal-hal tertentu yang membuat kegiatan ini disebut sebagai 'seni'.

Memang, tugas seorang detektif adalah mencari kebenaran, mengungkap kontradiksi, dan memutarbalikkan fakta bila diperlukan.

Ada kalanya seorang detektif harus tahu kapan saat yang tepat untuk menekan lawan bicara untuk mendapatkan informasi. Ada saat di mana seorang detektif harus tahu kapan untuk mundur dan menempatkan diri agar lawan bicaranya merasa lebih superior atau mereka tidak lagi dicurigai.

Saat ini adalah salah satu momen itu bagi Viper. Sepertinya apa yang baru saja didapatnya adalah sedikit banyak yang Viper bisa tarik dari sang butler untuk saat ini. Dia yang kukuh pada pendirian bersedia mengorbankan dirinya demi sang Tuan Rumah dan keberlangsungan Estate Myrtlegrove. Walau demikian, Viper belum dapat memastikan keberadaan pihak ketiga dalam kasus ini, atau memang kenyataannya ternyata lebih sederhana dari apa yang bisa dia reka-reka. Viper yakin ada andil Tuan Rumah dan sang butler dalam kejadian ini, namun seperti teori orang ketiga atau teori bahwa para 'korban' ternyata adalah 'pelaku' masih belum jelas.

Sebersih apa pun sang 'pelaku' menyembunyikan diri, bukti-lah yang akan berbicara.

"Sepertinya cukup untuk saat ini, terima kasih atas kerja sama anda, Mr. Akio." Viper memasukkan kembali buku catatan ke dalam jaketnya. "Saya ingin sekali bicara dengan Tuan Rumah, tapi ada hal lain yang ingin saya pastikan terlebih dahulu."

Viper memutar badan, mengedarkan pandangannya ke serambi manor. Dari ante room, beberapa ruangan utama yang terlihat dan bersifat 'umum', seperti area menuju ruang makan atau area ruang tengah. Mengingat jamuan yang disajikan sebagai pembuka, Viper menduga mereka akan diundang untuk makan malam nantinya.

Tapi sama seperti kue-kue tadi, Viper kurang tertarik untuk menikmati jamuan, fokusnya lebih untuk terus mencari petunjuk di waktu yang cukup sedikit. Jam sudah bergeser dari siang, sebuah alasan tepat untuknya sedikit merambah ke ruangan lain sembari melihat keadaan.

"Bisa tunjukkan saya ke arah mana area ruang makan, Mr. Akio?"

Mr. Akio tampaknya sudah memikirkan soal makan malam saat Viper mengucap tentang ruang makan, sepertinya beliau sudah punya pemikiran lain.

Viper segera memutar badan menuju arah dining room, Mario sepertinya sudah selesai bercengkrama dengan dokter tadi, entah apa informasi yang dia dapat, atau sebuah petunjuk yang mungkin dilihatnya sampai kakinya terpincang.

"Oi, asisten, kamu mau ikut atau tidak? Kalau misal masih mau urus kakimu, kembali saja ke kamar yang sudah disediakan Mr. Akio."

Viper menyahut, kembali menyalakan batang rokok berikutnya sebelum dia berjalan ke area makan yang ditunjuk oleh Mr. Akio.

"Ikut, lah! Aku 'kan asistenmu!" Mario menjawab, nadanya bersemangat.

"Mohon maaf, koki kami belum selesai menyiapkan makan malam. Namun bisa saja kami menyediakan sup dan roti untuk mengganjal lapar, apabila Anda berdua ..." pandangannya mengerling pada pasien Harold juga. "... Tidak keberatan dengan itu?"

Akio yang menangkap antusiasme Mario tergopoh-gopoh kemudian. Tugasnya sebagai seorang butler sangat mendarah daging baginya, dia hanya ingin tamu dijamu dengan benar dan merasa nyaman. Ucapan beliau soal roti dan sup untuk para tamu terdengar sangat menjanjikan, walau Viper lebih suka merokok lebih banyak. Mata Viper menyipit menanggapi Mario yang berbinar mendengar kata sup dan roti. Sudah jelas sekali reporter ini seperti menganggap ini seperti piknik.

"Tidak masalah, Mr. Akio. Silakan pihak manor bisa menyiapkan jamuan sesuai jadwalnya. Saya tidak akan meminta makan duluan." jelas Viper.

"Anda tak perlu khawatir soal itu, Mr. Whetstone. Anggap saja ini sedikit ganti rugi karena lalai membiarkan seorang tamu sampai cedera." yang Akio maksud adalah Mario, yang masih periang meski pincang.

Kemudian dia melangkah sedikit lebih cepat untuk mendahului langkah-langkah jenjang sang Detektif.

"Mari? Biar saya tunjukkan jalannya."



Area ruang makan luas itu tampak bisa menampung banyak orang. Myrtlegrove Estate tetapi tidak dihuni banyak anggota keluarga selain para pelayan dan Tuan Rumah sendiri. 

Rumah itu seperti 'kosong', kehilangan penghuninya bahkan sebelum sang pemilik sempat berkedip. Selain Henry Myrtle sang pemilik rumah, Viper tidak melihat tanda-tanda keluarga Myrtlegrove disebut di bawah atap itu sejak tadi.

Mr. Akio menawarkan mereka sup dan roti, tapi mengingat hanya ada mereka bertiga di sana, Viper tidak memikirkan soal sup atau apa pun untuk mengganjal perut.

"Selamat datang di ruang makan Myrtlegrove Manor, para tamu sekalian."

Dengan cekatan Akio menarik satu kursi terdekat dan mempersilakan Mario yang terpincang-pincang duduk. Viper masih santai merokok, membiarkan Mario lebih banyak berbicara di sana, menanggapi sekelilingnya dan memuji kecekatan dan sajian yang disuguhkan bagi para tamu.

Basa-basi bukanlah keahlian detektif, atau keahlian bagi orang seperti dirinya yang cenderung to the point. Sejak masih jadi tentara di baris depan, Viper sudah biasa dikenal dingin. Cuek. Kepala batu. Hanya akan bicara kalau punya urusan.

Mungkin setelah kejadian sepuluh tahun yang lalu di Somme, Viper mulai mengambil kebiasaan untuk merokok menggantikan hal-hal lain yang biasa dilakukannya di medan perang, bukan sesuatu yang baik untuk dilakukan, tapi rokok membuatnya lebih tenang. Fokus. Selama ada rokok, dia tahu dia sedang bekerja; sedang butuh sesuatu untuk pelarian dan pelampiasan dari masa lalu yang tidak dapat diubah.

Viper mendengar Mario mengomentari etos kerja Mr. Akio, punggungnya bersandar di dinding terdekat meja makan, memerhatikan pelayan yang lalu lalang setelah Akio titahkan untuk menyiapkan sup dan roti.

Mata Viper kemudian tertuju pada perapian dan tata letak meja yang ada di tengah-tengah ruangan. Perapian - terutama.

Dua benda itu membagi ruangan besar itu menjadi dua bagian yang tampak simetris, sesuatu yang tidak aneh bagi manor dengan letak ruangan yang cenderung rapi, tapi ada beberapa hal mencolok dari ruang makan yang sepertinya sudah lama tidak dihuni pemilik rumahnya itu.

Ada debu mengumpul di beberapa sudut hiasan, atau ada tempat lilin yang tampak tidak pernah dipindahkan dari bagian meja, dan kondisi perapian.

Akhir musim gugur itu belum terlalu dingin untuk terus membuat perapian menyala, tapi kenapa ada banyak sekali sampah di sana?  Viper menunduk, berjongkok memeriksa perapian itu, melihat bekas abu dan sekitaran jalur menuju cerobong asap.

Dari abu bekas sesuatu yang sengaja dibakar itu, Viper mencoba mencari sesuatu yang tidak habis terbakar, berharap ada sebuah petunjuk yang mungkin bisa membawa Viper ke pertanyaan berikutnya.

Kecurigaannya berbuah hasil, karena Viper menemukan secarik kertas yang tidak terbakar berisikan sebuah nama yang tidak asing ditulis tangan.

Dorothy.

"Mr. Akio, apa anda tahu siapa yang terakhir menggunakan perapian ini?" Viper menoleh ke arah sang butler, dia mengantongi secarik kertas itu segera sebelum siapa pun melihatnya.

Akio yang tampak tenang dan rileks saat berbincang dengan Mario kini mengangkat alis menanggapi pertanyaan tiba-tiba Viper.

"Setahu saya yang menggunakan perapian seharusnya hanya footman atau maid yang bertugas menyalakan arang," jawabnya. "Dan itu bisa dicek pada jadwal tugas hari ini," gumam Akio menambahkan sembari melangkah mendekati perapian juga. 

"Apakah ada benda lain yang terbakar di situ, Mr. Whetstone?"

Footman dan maid, katanya. Walau sang butler bisa saja melakukan hal ini, sepertinya menggunakan perapian ini bukanlah bagian dari tanggung jawab beliau.

Tapi ... maid, ya? Seingat Viper, dia melihat ada maid yang seketika pergi setelah menyambut tamu di ante room. Bila ada footman atau maid yang menyalakan api di perapian itu, kemungkinan juga mereka akan menggunakan sumber api yang ada di ruangan agar tidak terlihat mencolok. Sedikit perhatian Viper pun tertuju pada lilin dan tempat lilin yang tadi dirasanya berbeda.

"Saya cuma penasaran karena belum terlalu dingin untuk menyalakan perapian. Bisa anda memberitahukan saya soal jadwal tugas itu?" lanjut Viper.

Akio mengernyit pada kata-kata Viper, tapi beliau dengan segera mampu menjawab dengan logis.

"Maaf, apakah suhu hangat yang Anda maksud itu saat masih di London, Mr. Whetstone? Memang belum mencapai 4°C tetapi di daerah sini cenderung lebih dingin. Apalagi untuk manor dengan ruangan-ruangan besar."

Butler itu kemudian meraih pena dan buku catatan mungil dari saku dalam jasnya.

"Mengenai nama pegawai yang bertugas menyalakan perapian hari ini, ada di catatan yang dimiliki oleh Maid Kepala, Mrs. McFadden. Namun kalau saya tidak salah ingat, Mr. Smith atau Miss Taylor adalah yang ditugaskan."

Setelah menuliskan pesan singkat mengenai izin memeriksa catatan jadwal tugas pegawai dan tanda tangan di selembar kertas, Akio merobek kertas tersebut dari buku catatan. Melipatnya dua kali dengan sangat rapi, kemudian menyerahkan pada Viper.

"Ini untuk mendapatkan akses membuka catatan jadwal tugas pegawai. Akan tetapi saya tidak bisa terlalu menjamin ketepatannya, karena ada kemungkinan para pegawai saling bertukar jadwal. Memang bukan sesuatu yang salah, tapi tidak bisa dikatakan baik juga. Yah ... selama tidak mengganggu kinerja secara keseluruhan kami masih bisa tutup mata soal itu."

Suhu yang lebih dingin di sekitar Estate. Penugasan yang dilakukan oleh Head Maid sebagai porosnya.

"Ah, jadi suhu di sini cenderung lebih dingin daripada di London ya, baiklah. Ini bisa menjadi salah satu catatan penting," Viper mengangguk-angguk. Dia berusaha mengingat nama-nama yang disebutkan barusan, dan di antara yang sudah disebutkan, 'Maid Kepala' terdengar sangat mencolok.

Viper menerima catatan jadwal tugas dari Akio dan menyisipkannya dalam buku catatan miliknya. Ini adalah tiket penting untuk bisa bernegosiasi dengan Maid Kepala nantinya ... andai Viper bisa membuat maid itu bicara.

"Terima kasih atas kebaikan anda, Mr. Akio. Saya akan memanfaatkan ini dengan baik."

Selesai dengan urusan perapian, wangi harum sup mengisi ruangan seiring nampan dibawakan dan ditaruh di atas meja makan. Terlihat maid berambut gelap yang Viper ingat tadi turut menerima tamu di ante room bersama Akio, kini menyuguhkan sup dan roti untuk Viper dan mario. 

Viper pun menarik kursi dan duduk, menghormati maid yang sudah mempersiapkan makanan itu bagi dia dan Mario.

Mata Viper tertuju pada tempat lilin yang ada di tengah-tengah meja. Teorinya barusan masih segar mengenai siapa pun yang menggunakan perapian akan menggunakan sumber api dari dalam ruangan. Viper pun menilik tempat lilin itu sambil mengamati perubahan sikap Akio dan maid yang baru datang.

"Ah, tunggu, Nona Maid, apa saya boleh minta waktunya sebentar?" Viper melirik maid itu. "Ini untuk keperluan investigasi."

Maid yang terlihat masih sangat muda itu enggan. Atau Viper bisa lihat dia cenderung takut - terintimidasi dengan perawakan dan pertanyaan Viper yang tiba-tiba. Maid itu pun mencuri pandang ke arah sang butler sebelum akhirnya angkat bicara.

Viper membuka buku catatannya di atas meja, tempat lilin yang semula ada di tangannya masih diperiksanya saksama seiring dia menunggu maid itu 'dipersilakan bicara' oleh Akio.

Tempat lilin itu sekilas tampak biasa. Namun ketika diamati, ada jarak yang agak berbeda, tampak bahwa benda itu telah digeser dari tempat aslinya di atas meja, ada bekas jejaknya.

Ketika diperhatikan lebih lanjut, ada bekas berwarna hitam. Bercak yang sudah lama kering dan memudar warnanya. Viper tidak bisa memastikan bekas apa itu, tapi dia yakin itu bukan sekedar sisa makanan.

Sementara Mario memfoto tempat lilin itu, Viper menunggu sang maid menanggapi permintaannya.

Viper mendapat nama maid muda ini dari bibir Mr. Akio yang memastikan soal makanan yang dia bawa. Miss Adaline.

"Apa yang bisa saya bantu?" Ms. Adaline bertanya, sedikit berjalan mendekat ke meja.

Viper sadar kalau maid ini sangat hati-hati terhadapnya - entah karena Viper terlihat menyeramkan atau ada sesuatu di benak sang maid yang Viper tidak ketahui - tapi itu bukan hal yang penting untuk saat ini.

"Baik, Miss Adaline, ya?" Viper mengulang nama maid itu, air mukanya netral. "Anda terlihat masih sangat muda, apa anda termasuk rekrutan baru yang bekerja untuk Estate?"

"Betul, belum genap dua minggu saya bekerja." ia menjawab.

Dua minggu, Viper memulai kalkulasi dalam pikiran. Artinya, maid ini mungkin sekedar melihat adanya pemberitahuan lowongan pekerjaan dan melamar menjadi maid, tampak tidak tahu kalau kebanyakan yang 'menghilang' dari Estate ini adalah para pekerja sejenis sang maid. 

"Seberapa tahu anda soal apa yang telah terjadi di Myrtlegrove Estate, Miss Adaline?"

"Maksud anda, soal orang hilang?"

"Ya, benar, soal orang-orang hilang," Viper berhenti sejenak. Dia merasakan ada yang aneh dari cara tanya sang maid, tapi Viper memilih untuk tidak terlalu menekannya. "Apa ada hal janggal di Estate yang bisa anda beritahukan pada saya?"

Miss Adaline sedikit melirik Mr. Akio sebelum menjawab pertanyaan detektif tersebut, "Maaf tapi saya tidak tahu lebih dari apa yang dikabarkan."

Ada jeda di sana, tapi Viper tidak menginterupsinya. Wanita muda ini tampak menyembunyikan sesuatu.

"... Bahkan saya menanyakan hal yang sama." ia lalu bergumam, sedikit terdengar berbisik seakan dia tidak ingin Mr. Akio mendengar.

Viper sudah memulai batang rokok baru, sementara tangan kanannya mencatat beberapa hal kecil yang sudah ia ketahui untuk saat ini. Gelagat maid ini jelas mengkhawatirkan posisinya - dan posisi atasannya. Dia menyuarakan kebingungannya untuk Viper dengar. 

"Hm? Apa ada yang anda ragukan?" ulangnya. Ia melirik ke arah sang butler yang berdiri tidak jauh dari meja. Viper berdeham. "Bagaimana anda sendiri bisa bekerja di Estate, Miss Adaline?"

Miss Adaline sedikit memiringkan kepalanya saat detektif itu menanyakan hal tersebut, "Saya melamar pekerjaan ini." dia terdiam sebentar, memperjelas apa maksud dari jawabannya. "Saya butuh pekerjaan cepat dan menjanjikan, jadi saya melamar pekerjaan ini."

Viper memutar bola matanya, berpikir sejenak mendengar jawaban singkat Miss Adaline. Oportunis, pikirnya, atau bisa dibilang, maid ini benar-benar terpaksa mengambil pekerjaan ini dengan iming-iming gaji tetap untuk memenuhi kebutuhan tertentu, walau Viper bukan di posisi untuk mempertanyakan motivasi Adaline.

Rasanya Viper bisa memanfaatkan sikap maid muda ini nanti bila kesempatan memungkinkan. Memang, dia masih terlampau orang baru, tidak bedanya dengan 'orang luar' yang sekedar datang, tapi dua minggu bisa dibilang cukup untuk mengetahui beberapa rahasia 'orang dalam'.

Tapi kalau Ms. Adaline kesulitan berekspresi karena posisinya yang mudah 'terancam', Viper harus mencoba mencari Head Maid.

"Terima kasih, Ms. Adaline. Masih ada yang ingin saya tanyakan, tapi saya rasa ini cukup untuk saat ini." Viper menyundutkan rokoknya di asbak, lalu ia menatap mangkuk sup yang sudah mendingin.

"Saya rasa butler bisa marah kalau saya tidak makan sup dan roti yang sudah disiapkan."

Air muka Miss Adaline berubah sedikit ramah, demikian juga Mr. Akio yang sepertinya senang akhirnya Viper hendak menyentuh makanan yang disajikan.

"Oh ya, silahkan dinikmati. Maaf jika supnya jadi dingin, apa mau dihangatkan lagi?"

"Tidak perlu." balas Viper singkat.

Dia menyelesaikan sup itu tidak lama, berpikir sudah waktunya untuk berdiam diri untuk berpikir dan mengumpulkan serta memilah informasi yang telah didapatnya saat ini. Walau tidak banyak yang bisa Viper dapatkan, terlalu banyak informasi dalam satu waktu hanya akan mengacaukan hipotesis yang ada.

Kalau tidak salah, Mr. Akio sempat sedikit memberitahukan soal makan malam, tapi Viper merasa sup dan roti saja sudah cukup untuk mengganjal perut.

"Sepertinya saya tidak akan muncul untuk makan malam, Mr. Akio. Apa boleh saya menuju kamar tamu yang sudah disiapkan sekarang?"

Atau kalau ternyata dia ditahan untuk harus makan malam, sepertinya dua batang rokok harus dikorbankan sambil menunggu waktu.

"Ah, tentu saja, Mr. Whetstone. Kebetulan ...," Akio melirik jam sakunya. "... kamar untuk rekan Anda juga pasti sudah selesai disiapkan."

Setelah memasukan kembali jam berantai itu ke saku, Akio melangkah menuju pintu untuk mengabari siapa saja yang sedang bersiaga di dekat situ.

"Juga ... apabila Anda berdua lebih memilih untuk beristirahat di kamar lebih awal dan melewatkan acara makan malam, kami bisa menyiapkan agar makanan dikirim ke kamar Anda masing-masing. Katakan saja bila ada jenis makanan yang lebih disukai, mungkin suhu sup yang tak terlalu panas, sayuran, maupun daging yang dipilih?"

Ada sedikit getir di nada sang butler, benar-benar dia ingin jamuannya sempurna. Di lain pihak, Mario menanggapi tawaran Akio dengan antusias, memperbolehkan makanan itu didatangkan ke kamarnya malam nanti.

"Kalau Detektif Whetstone, sepertinya lebih baik Anda bertanya apa jenis rokok kesukaannya, Mr. Kai. Orang itu selalu mementingkan rokok di atas apa pun." 

Mario mendengkus pelan. Viper pura-pura tuli.

Mendengar celoteh Mario, Butler itu menghentikan langkah untuk mengangguk santun ke arah rekan mungil Detektif Viper, kemudian menjawab, "Baiklah, kami akan menyiapkan makan malam praktis untuk dikirim ke kamar Mr. Mitford. Apakah pukul 8 malam adalah waktu yang sesuai?"

Kemudian dia membuka pintu menuju lorong, sembari meneruskan, "Sedangkan untuk Mr. Wheststone, bisa memanggil salah satu footman atau maid yang bertugas bila menginginkan tambahan air atau camilan ...."

"Tidak perlu repot menyiapkan makanan untuk saya, terserah kalau misal asisten saya itu mau makan malam atau tidak." Viper sekedar mengangkat bahu. Komentar nyelekit Mario pun hanya masuk kuping kiri keluar kuping kiri bagi Viper yang telah menyudahi santapan singkatnya.

"Kalau begitu, saya mohon permisi untuk hari ini. Terima kasih sudah cukup kooperatif dalam penyelidikan."

Viper menunggu Mr. Akio memanggil salah satu footman yang akan menunjukkan kamar yang bisa Viper tumpangi selama dia melanglang buana di Myrtlegrove Estate ... yah, kalau keberadaannya masih disambut 'hangat'.



Setelah footman yang mengantar Viper dan Mario pergi dari hadapan mereka, Viper menghitung beberapa detik sebelum lorong di dekat mereka itu kosong melompong, menyisakan detektif dan si 'rekan'.

Tidak terlalu aman mengobrol di tempat terbuka seperti itu, Viper tahu. Viper juga yakin keberadaan mereka berdua yang seperti tidak hati-hati akan mengundang beberapa mata dan telinga yang penasaran.

"Mitford," serunya. "Selain bersenda gurau dengan butler, dokter, dan mungkin maid tadi, apa kamu menyadari sesuatu?"

"Hei, aku sedang pendekatan agar lebih mudah mencari informasi, bukan bersenda gurau!" sang reporter protes. Suaranya yang biasanya lebih dalam ketika menyamar menjadi pria kini sedikit lengking. "Di ante room, aku melihat foto Henry Myrtle muda—eh, belum bisa kupastikan karena tadi aku terjatuh ... Tapi yang jelas ada sosok pria yang sepertinya berada di usia 20-an, seorang wanita, dan anak bayi dalam gendongan."

Potret keluarga Myrtle, pikir Viper, tapi ke mana mereka semua sekarang?

"Sejauh ini, aku belum bisa mengorek seperti apa Mr. Kai dan dr. Harold, tapi sepertinya dr. Harold sering kena rumor, berdasar obrolan kami sebelumnya. Biasanya orang yang ramah itu malah bikin curiga. Lalu, Mr. Kai ...."

'Pendekatan' katanya, walau caranya tidak seratus persen salah. Sebagai asisten, Mario Mitford leluasa untuk melakukan banyak hal yang tidak bisa dia lakukan karena embel-embel 'detektif dari kepolisian' menempel darinya. Wajar juga semua yang diajak Viper bicara akan mencoba membela diri atau membatasi informasi.

"Foto Henry Myrtle muda yang tampak masih berkeluarga lengkap, ya. Sementara manor ini sepi layaknya kuburan hidup." imbuh Viper.

Dibanding Viper, Mario lebih banyak bicara dengan Dokter Wayne. Viper masih belum mendapat gambaran pasti tentang peran dokter di Estate dan dalam kasus ini, tapi mungkin sang dokter mengenal Tuan Rumah dan beberapa hal berkaitan dengan kebutuhan medis di dalam Estate itu sendiri.

Lalu ada sang butler yang cenderung melindungi Estate dan nama Tuan Rumah, dan maid oportunis yang tidak bedanya dengan anak kemarin sore.

"... Ya? Ada apa soal Mr. Akio?"

"Mr. Kai itu ... apa ya? Dia mau melakukan apa pun demi melindungi manor ini. Dia juga tipe orang yang benar-benar setia dengan apa yang ia pilih untuk jalani. Tapi aneh saja, karena kupikir sebenarnya dia bisa pergi kembali ke negara asalnya kalau mau? Pasti gaji butler di sini besar." si reporter berhenti sejenak. Ocehannya melebar, seperti biasa. 

"Menurutku, ya, bisa jadi ada rahasia besar tentang dirinya yang dipegang oleh Henry Myrtle atau siapa pun yang menjadi orang penting di sini, kan?"

Jalan pikirannya benar, tapi sayangnya, itu artinya sang 'rekan' pun belum tahu apa ada pihak tertentu yang harus mereka benar-benar awasi.

Mitford terus mengoceh layaknya dengung lebah, Viper membiarkannya berbicara panjang lebar sambil dia memikirkan tentang hari ini, "Tadi aku belum sempat mengorek banyak. Waktu makan terlalu singkat, mungkin besok akan kucari bagaimana caranya mencari tahu selama kau menyelidik. Lalu, malam ini aku akan mencoba untuk mencetak foto-foto yang sudah diambil untuk membantu penyelidikan. Semoga tidak gagal cetak."

Kurang lebih, itulah apa yang mereka dapat hari ini: para pelakon di rumah dengan rahasia mereka masing-masing. Bahkan, butler itu terdengar patriotik ketimbang simpatik, walau tidak menutup kemungkinan dia-lah yang menjadi pelaksana kehendak atau perpanjangan tangan Henry Myrtle.

"Yah, toh yang kita dapat sama-sama saja. Belum ada bukti konkrit yang condong pada satu kemungkinan." Viper menggelengkan kepala. "Ini hampir terdengar baik korban atau pelaku sama-sama berteriak kalo mereka semua korban."

Mitford menarik napas dalam-dalam. "Masih hari pertama, kok. Wajar kalau masih banyak missing link." dia mengucapkan dengan nada ringan, optimis. "Kita baru saja melalui perjalanan panjang dan langsung memulai pekerjaan di tempat ini. Tidak buruk juga."

Dia lalu menepuk bahu Detektif Whetstone. "Selamat malam, Detektif. Sampai jumpa besok—atau mungkin nanti? Kalau kau mau diskusi, ketok saja pintu kamarku, ya!"

Viper sekedar mengangguk, melihat reporter itu kembali ke kamar yang disediakan untuknya sambil menyalakan lagi sebatang rokok. Lorong itu kembali senyap saat Viper masuk ke kamar yang sudah disediakan untuknya, segeralah ia mengunci pintu dan mencari meja dan kursi untuk berdiam diri bersama dengan rokok dan catatannya di hari itu.

Benar saja, ini terlalu merepotkan, tidak heran orang-orang di kantor tidak ingin menyentuh kasus Myrtlegrove. Kini mulai terbayang sebuah pepatah dari sebuah puisi epik, lasciate ogne speranza, voi ch'intrate.

Viper memutar penanya di tangan kanan, rokok dijepit di tangan kiri. Bagan korelasi tergambar sudah di buku catatan bersama dengan beberapa petunjuk yang dia sudah dapatkan hari itu: sebuah pengakuan butler yang setia pada tuannya, secarik kertas di perapian, bercak aneh di tempat lilin, rekam maid muda yang desperate, juga segala kemungkinan yang tetap bercabang dan sulit dieliminasi.

Hari pertama, hanya banyak tanya ketimbang jawab, bukan sebuah start yang baik.

Viper menarik dog tag yang ia taruh bersama dengan buku catatan di dalam sakunya, terukir di sana nama-nama yang kehilangan nyawa di Pertempuran Somme, 1916. Fokus utamanya selalu nama yang ada di pojok kanan bawah.

"Kalau kamu melihatku di dunia yang lebih damai sekarang, tengah mengejar maling yang berteriak maling, apa kamu akan tertawa?"

Tentu, Viper tahu hanya dia-lah yang hidup untuk menjawab pertanyaan bodoh itu - hanya dia sekarang yang mungkin berkesempatan untuk menyingkap tirai yang melingkupi Myrtlegrove Estate.

Mungkin, bila keberuntungannya sejurus dengan merk rokok kesayangannya.

[ ]

-

Akio Kai, Butler, Catsummoner

Mary "Mario" Mitford, Reporter, izaddina

Gaela Adaline, Maid, Nanaasyy

Harold Wayne, Doctor, amelaerliana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro