16. Uji Sandiwara
Sesuai dengan rencana awal, Mario dan Tasya akhirnya pergi bersama Randu untuk melakukan perjalanan mencari udara segar. Mario sangat antusias dapat pergi bersama kekasih dan juga adiknya. Namun, berbeda dengan Randu yang terlihat kaku dan merasa tertekan. Dia takut jika Mario akan mengetahui jati dirinya yang sebenarnya.
"Gaga enggak apa-apa duduk sendirian di belakang?"
"Enggak apa-apa Mario. Masa iya, sih, aku juga duduk di belakang? kesannya tuh jadi kayak aku dan Gaga majikan, kamu sopirnya."
"Aku mau banget lo jadi sopirmu, ke mana pun kamu minta antar, pasti aku mau."
"Gombalnya gitu malu, malu tahu ada Gaga," timpal Tasya mengikuti alur main Mario.
Randu membenamkan wajahnya di dalam jaket. Dia tidak ingin terlihat oleh Mario dari kaca kendali pengemudi. Hatinya was-was, takut kalau Mario juga bisa mengenali suaranya. Sejauh ini Randu merasa aman mengaku sebagai Gaga. Tetapi, tidak sepenuhnya untuk hari ini karena pergi dengan Mario.
"Ga, nanti mau makan apa, kamu bilang aja. Kita bisa kok mampir di mana aja."
"Oh, iya, katanya keluargamu punya perusahaan kue, 'kan? kenapa kita enggak mampir ke salah satu gerai kuenya?"
"Aku malu kalau ke sana," sahut Mario yang mungkin canggung, jika harus ke gerai kuenya.
"Tapi, aku pengen banget lo lihat kue-kue apa yang diproduksi dan mencicipinya."
"Aku sering kan bawakan kue waktu berkunjung ke rumahmu."
"Iya, sih, tapi, Gaga belum pernah nyobain." Tasya tidak patah semangat, dia terus merecoki.
"Jadi, siapa yang ingin makan kue sebenarnya, Gaga atau Tasya?" tanya Mario mulai menggoda kekasihnya.
Seketika Gaga menunjukkan gelagat yang tidak nyaman. Masalahnya ketika nanti datang ke sana, kemungkinan bertemu dengan mama tirinya sembilan puluh persen. Sofi mungkin akan mengenali Randu dengan mudah. Jika sekarang Randu bisa mengelabui Mario, tetapi tidak untuk Sofi.
"Sya, Gaga enggak apa-apa kan, dari tadi kok diam mulu. Kita ngobrol banyak, tapi dia cuma nyimak doang."
"Emang Gaga itu pendiam, ya, enggak apa-apa. Lagi pula kan dia juga baru sembuh dari sakit, mungkin masih pusing atau enggak enak badan."
"Kalau Gaga masih sakit, aku pikir kalau kita tunda perjalanan ini, bagaimana?" Mario terlihat mengkhawatirkan adik angkat Tasya, dia merasa sudah sangat dekat dengan Gaga, walau masih kali kedua pertemuan ini.
"Enggak apa-apa kok, Gaga kuat dan tangguh. Kita tetap pada tujuan awal, ya." Tasya tidak ingin separuh perjalanan kembali pulang.
Randu bingung beralasan apa agar perjalanan itu dihentikan. Di dalam mobil rasanya tubuh Randu akan meledak dengan partikel-partikel kecil, jika terus-menerus memendam rasa takut dan kewaspadaan terhadap sekitar. Randu pun berinisiatif untuk mampir ke sebuah apotek guna membeli masker kesehatan. Mungkin hal ini lebih baik karena dia bisa menutupi sebagian wajahnya agar tidak dikenali oleh Sofi. Jika benar akan datang ke gerai kue milik almarhum ayahnya.
"Kita bisa mampir apotek dulu?" tanya Randu dengan nada gemetar.
"Tentu, sebentar lagi ada apotek. Emang kenapa, kamu sakit atau bagaimana?" Mario terlihat khawatir dengan kondisi adik angkat dari kekasihnya itu.
"Aku hanya mau beli masker kesehatan, soalnya takut kalau udaranya tidak begitu bagus dan banyak virus. Mungkin aku bisa sakit lagi," ucap Randu memberikan alasan yang bisa diterima oleh Mario lantaran kondisinya yang kurang sehat, dia harus membentengi diri.
"Benar juga, ya, Ga, kok enggak kepikiran, sih. Biar aku yang beli masker, kamu di mobil aja."
"Enggak usah, biar aku aja yang beli, lagi pula aku juga mau beli yang lain."
"Gaga, kan kamu enggak bawa uang? mau bayar pakai apa, coba? biar aku aja yang turun, kamu mau beli apa tinggal ngomong, ya?" Tasya memerankan perannya sebagai seorang kakak dengan baik. Dia berusaha melindungi adiknya selalu ada dalam segala situasi.
Dalam situasi ini, pemuda plontos itu menjadi tidak bisa menolak permintaan dari Tasya. Benar adanya, jika dia tidak memiliki uang. Hal itu yang membuatnya menjadi sulit untuk bergerak lantaran dia seperti benalu yang selalu menempel pada inangnya, yaitu Tasya.
"Udah sampai depan apotek, atau biar aku aja yang turun?" tanya Mario menawarkan diri.
"Enggak usah Mario, ngapain sih, biar aku aja. Dia kan adikku, jadi tanggung jawabku. Kamu mau beli masker sama siapa lagi, Ga?"
"Masker aja, aku lupa merk obatnya apa," ucap Randu sambil menatap tajam pada Tasya mengisyaratkan sebuah hal yang hanya bisa dipahami Tasya dan Randu.
"Oke, siap," sahut Tasya cepat lalu turun dari mobil. Dia berjalan menuju arah apotek, "Dasar, mau beli masker aja alasan juga mau beli obat. Aku merasa aneh, kenapa sepertinya Gaga tidak nyaman dengan Mario, ya?"
Situasi di dalam mobil masih sangat tegang. Mario mulai membuka suara. Dia bertanya hal-hal ringan tentang hari-hari si plontos. Mario juga menceritakan, jika dia memiliki adik tiri yang seusia dengannya, namun sedang dalam pencarian karena kabur dari rumah.
"Aku senang banget bisa ketemu dan kenal denganmu. Kamu tuh ingetin aku sama Randu. Dia adik tiriku, tapi sekarang posisinya kabur dari rumah setelah papa meninggal."
Dada Randu terasa dihantam oleh bongkahan besi panas. Namun, dia berusaha menahan diri agar tidak terlihat emosi dan juga menghadapinya dengan tenang supaya terlihat normal. "Kenapa kabur?" tanya Randu dengan nada rendah, memancing kejujuran Mario.
"Kami ada sedikit perselisihan yang membuatnya harus kabur dari rumah. Sebenarnya aku enggak tega dia pergi. Jujur, walaupun adik tiri, tapi dia orangnya baik."
Randu tidak pernah menyangka, jika Kakak tirinya itu ternyata tidak benar-benar jahat dan membencinya. Terbukti Mario menganggap, jika adik tirinya adalah anak yang baik. "Jadi, kamu tidak membencinya? biasanya kan sesama saudara tiri banyak percekcok, 'kan?"
"Iya, Ga, aku tuh terlihat garang dan sombong, tapi sebenarnya aku sayang kok sama dia. Kita udah lima tahun jadi saudara tiri. Aku terlihat seperti kutub es, tapi benar, aku sangat menyayanginya. Ingin segera menemukannya dan meminta maaf."
Mendengar ucapan dari Mario, Randu mulai berhati-hati. Dia takut, jika sebenarnya Mario sudah mengetahui tentang jati dirinya, namun tetap diam dan perlahan menjebak Randu untuk buka suara. Setelah itu Randu akan diserahkan ke kantor polisi lalu Sofi dan Mario akan mendapatkan seluruh harta itu.
"Kalau sekarang dia kembali?"
"Aku akan minta maaf, Ga, ada banyak kesalahpahaman ini."
"Kesalahpahaman?"
"Selama ini terjadi banyak masalah keluarga yang harus segera diselesaikan. Aku takut kalau terjadi apa-apa dengannya."
Randu tidak mudah percaya dengan ucapan Mario, dengan ketulusannya menyayangi dirinya, atau semua itu hanya akting belaka, yang sengaja Mario rencanakan untuk menjebak dirinya? Semampu Randu, dia berusaha menjadi Gaga agar misinya tidak berantakan di seperempat jalan ini.
"Aku udah dapat maskernya!" teriak Tasya dari luar jendela mobil lalu memberikan masker itu kepada Gaga.
Gaga pun menerimanya dengan senang hati. Segera dia kenakan masker itu dan sandiwaranya kembali dimulai. "Terima kasih, ya."
"Iya dong, jadi Kakak itu harus selalu ada untuk adiknya. Setia setiap saat seperti Rexona. Buruan ke gerai rotimu, aku ingin banget makan banyak roti," ucap Tasya membuka pintu mobil dan duduk di jok samping pengemudi. "Kalian selama aku tinggal ngobrolin apa aja?"
"Aku cerita kalau punya adik seumuran Gaga, tapi dia lagi kabur dari rumah. Aku khawatir karena dia punya penyakit epilepsi."
"Epilepsi? Gaga juga punya penyakit epilepsi lo," timpal Tasya seketika membuat Mario dan Gaga yang ada di dalam mobil terkaget bukan kepalang."
"Jadi, Gaga juga punya epilepsi?" tanya Mario dengan tatapan kaget mendengarkan pengakuan dari kekasihnya itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro