Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14| Perdana


ADA YANG SADAR NGGAK KALAU COVER BASSKISS BERUBAH?

Iya, betul. Sekarang ada stiker emasnya.

BASSKISS jadi pemenang THE WATTYS 2016 kategori PILIHAN STAF dan EDISI KOLEKTOR.

Alhamdulillah Bana dapet dua kategori sekaligus! Kayaknya itu stafnya digombalin Bana deh biar Bana bisa menang WKWKWK

Kalian bisa cek link pemenangnya di akun WattysID atau langsung buka http://wattys.wattpad.com/winners/id/

Lebih dari 140.000 cerita ikutan The Wattys 2016. Tahun ini 22 negara yang disertakan.

Thank you pembaca BASSKISS yang add cerita ini ke library, add ke reading list, baca ceritanya, kasih votes, kasih komen. THANK YOU pokoknya!!!

Oke, pengumumannya segitu dulu. Yuk langsung ke cerita lanjutannya aja hehe.

+++++

   

14| Perdana


"KENAPA sih sinyal di sini jelek? Katanya kafe bagus, tapi sinyalnya miris! Mana wifi pake acara mati segala!" seru Isell dengan suara cukup tinggi.

Beberapa pegawai Cafe Aroma saling lirik, melempar kode 'kamu aja yang urus' satu sama lain. Mereka enggan menghadapi orang frontal sejenis Isell. Biasanya, orang jenis itu kurang terbuka. Lebih gemar menyalahkan dibanding mendengarkan. Syukur-syukur mau terima maaf, pengalaman sebelum-sebelumnya lebih sering balik membentak.

"Keluar aja deh!" ujar Isell akhirnya.

Di luar, sinyal jauh lebih baik. Isell berhasil mengirimkan pesan pada Nuno di grup WhatsApp mereka bertiga. Sebelum mengirim pesan, Isell mengganti dulu nama grupnya.


LGBT (Nuno, Kila, You)

You changed the subject from "Nuno Baik Deh" to "LGBT"

You: Nunooo

Nuno: Apa nih? Apaan LGBT?

You: Ditinggal Kila ke toilet lama banget

You: LGBT deh~ Lagi bete~

You: Kayaknya dia eek

Nuno: (laugh emoji)

You: Lo serius nggak bisa jemput? Gue harus minta jemput mamang angkot dong?

Nuno: Ntar gue liat situasi dulu ya. Kalau sempet, gue nyusul

You: Ya udah. Lo rapat himpunan aja dulu

You: Gue akan tunggu dengan setia

Nuno: Pret


Isell senyam-senyum sendiri usai berkirim pesan dengan sahabatnya.

Nggak ada yang bisa lebih diandelin dibanding Nuno.

Ia tidak bisa membayangkan kalau dirinya kuliah di Bandung hanya berdua dengan Kila. Kendaraan di Bandung mungkin mudah, banyak angkutan umum berkeliaran. Namun, angkot-angkot di sini membingungkan. Angkot pergi seringnya beda dengan angkot pulang.

Baru saja Isell akan kembali masuk kafe, matanya menangkap sosok yang ia kenal. Senyum Isell perlahan mengembang. Langkah Isell mendekat ke laki-laki berwajah oriental yang baru saja selesai mengobrol dengan ... entah siapa itu.

"Hey cowok jamu!" seru Isell.

Dipa menoleh, mengerutkan dahi beberapa detik, lalu tersenyum begitu sadar. "Hey cewek kantin," katanya.

Satu tepukan iseng mendarat di lengan Dipa. Isell baru saja menepuknya sembari tertawa. Refleks Isell itu mungkin maksudnya bercanda, tetapi Dipa cukup kaget juga. Detik itulah Dipa langsung bisa menyimpulkan kalau Isell ini tangannya lebih cepat bergerak daripada mulutnya.

"Ngapain di sini?" tanya Isell setelah tawanya melemah.

"Ada kerjaan." Dipa mencondongkan tubuhnya lebih ke arah Isell. "Kalau lo? Nongkrong weekend ya?" Dipa memasang senyum ramah.

"Sama temen. Mau nonton band di sini katanya."

Dipa terkejut riang. "Oh ya? Kalau gitu, lo juga nanti bisa nonton gue."

"Eh?" Isell terheran. "Lo emang tampil juga?"

"Yep."

"Sebagai?" Isell mengangkat kedua alisnya. "Bukan sebagai pemain kecrek kan?"

Dipa tergelak. "Gue main gitar. Kami nanti nge-cover lagu-lagu orang."

"Wow. Keren, keren."

Hati Isell diam-diam bersorak sorai. Orang yang membuat dirinya penasaran ternyata lebih keren dari bayangannya. Menurut Isell, laki-laki yang bisa main gitar itu keren banget. Isell tak sabar ingin memamerkan Dipa pada Kila. Isell akan bilang kalau orang yang dia kagumi siapa tahu ternyata jauh lebih keren dibanding GLYN yang sering Kila besar-besarkan.

Isell sibuk merogoh saku celananya. "Gue mau bayar utang makan di kantin waktu itu."

"Eh apaan? Nggak usah!" sergah Dipa.

"Serius?"

Dipa lagi-lagi tersenyum ramah. "Anggap aja lo hari itu lagi beruntung."

Isell tersenyum. "Thank you, Dipa."

Dipa tertawa canggung. "Sama-sama ... ng—"

"Lo lupa nama gue ya?" tanya Isell dengan cemberut yang dibuat-buat.

Dipa menggaruk tengkuknya salah tingkah. "Sori."

Isell tersenyum. "It's okay. Banyak orang yang kita temui tiap hari. Banyak wajah dan nama baru masuk memori. Wajar kalau manusia lupa." Isell mengangkat tangannya, mengajak bersalaman. "Kita tinggal kenalan lagi. Isell. Nama gue Isell."

Dipa tersenyum meraih tangan Isell. "Dipa. Nama gue Dipa."

Usai bersalaman, Dipa merasa tak asing dengan pendengarannya. Isell? Hari ini kayaknya pernah denger nama itu.


+++++


Kila melega saat menemukan Isell masuk kafe dan berjalan menuju meja mereka. Baru saja tadi ia akan mengirimkan pesan demi menanyakan keberadaan Isell. "Lo dari mana, Sell? Pergi nggak bilang-bilang. Gue dateng tahu-tahu ngilang."

Bukannya menjawab, Isell hanya tersenyum. "Udah mulai acaranya?" tanyanya mengalihkan perhatian.

Awalnya Kila merasa heran dengan tingkah laku Isell, tetapi itu hanya bertahan beberapa detik saja. Pertemuannya dengan Bana di lorong tadi terlalu menyenangkan untuk dirusak dengan pikiran tentang gelagat aneh Isell. Kila tak rela tawa renyah Bana yang masih menempel di ingatannya itu terganti begitu saja.

Kila tak sadar sudah ikut tersenyum sendiri.

"Kita shalat gantian aja ya. Baru cewek akustikan itu aja yang main," jelas Kila sembari menunjuk perempuan cantik yang bernyanyi sambil bermain gitar di depan sana. "Katanya, band mulainya agak maleman. Kita bisa shalat dulu."

"Oke," jawab Isell singkat dengan tangan meraih minuman.

Kila dan Isell tidak banyak bicara. Mereka benar-benar menikmati lagu-lagu yang disajikan. Sesekali, keduanya bernyanyi pelan mengikuti ajakan penyanyi di depan. Isell dan Kila shalat gantian, pesan beberapa camilan, dan makan pelan-pelan. Malam Sabtu yang menyenangkan.

Saat Kila melihat giliran Andra dan Faldi naik ke panggung terlebih dahulu, jantung Kila langsung berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Belum apa-apa, Kila sudah deg-degan duluan. Ini kali pertama ia akan melihat GLYN tampil secara langsung. Ini juga kali pertama ia akan melihat Bana di panggung. Walaupun panggung pendek, bagi Kila, itu masih disebut panggung.

Setelah Dipa ikut naik dan memegang gitarnya, Bana baru muncul. Dia juga sudah lengkap dengan gitar bass di tangan. Bana berdiri paling depan, tepat menghadap Kila yang duduk segaris dengan standing mic untuk vokalis.

Kenapa sih ganteng banget?! tanya Kila dalam benak.

Bana tersenyum jelas ke arah Kila.

Kila tahu senyum itu untuknya. Mata Bana yang berbicara.

Tanpa dikomando, Kila ikut tersenyum. Senyuman Kila seolah mengatakan: Semangat mainnya!

Mereka berkomunikasi dengan mata, tanpa bicara.


https://youtu.be/pIz2K3ArrWk

I'll find repose in new ways

Though I haven't slept in two days

'Cause cold nostalgia chills me to the bone

But drenced in vanilla twilight

I'll sit on the front porch all night

Waist deep in though

Because when I think of you, I don't feel so alone


I don't feel so alone

I don't fee so alone


As many time as I blink, I'll think of you.

Because when I think of you, I don't feel so alone.

(Vanilla Twilight – Owl City)


Kila ... tertegun.

Seolah ada hal magis yang menggetarkan hatinya saat itu, ia hanya sanggup diam.

Suara Bana bukan hanya masuk telinga, tetapi juga mendesak memaksa hatinya berdegup cepat. Degupnya lebih tak wajar jika dibandingkan saat pengumuman masuk Astronomi dulu. Bedanya, ini terasa hangat—sangat hangat. Rasanya sulit diungkapkan dengan kalimat.

Bana menarik Kila dengan caranya sendiri.

Bana seperti Matahari bagi Kila, bintang di pusat Tata Surya. Jika Kila ibarat Bumi, sanggupkah ia kali ini mendekat pada Matahari? Atau cukup bertahan mengitari?


+++++


Setelah GLYN selesai tampil, Kila baru perhatian pada sekelilingnya. Semua seperti begitu terpesona dengan penampilan GLYN. Banyak senyuman dan tepuk tangan kencang di sana. Kila diam-diam merasa senang. Ia bangga karena band dan orang yang ia suka bisa disukai orang lain juga.

Kila melirik ke arah Isell. Sama seperti yang lain, senyum Isell begitu mengembang. Kila langsung menyenggol lengan Isell. "Band barusan bagus, nggak?" tanya Kila dengan cengiran menggoda.

"Menurut lo, gimana?" tanya Isell balik dengan senyuman menggoda yang sama.

"Kok nanya balik?"

"Bagus, nggak? Bagus kan? Itu pemainnya temen gue, La!" Wajah Isell memasang bangga. "Lo inget kan cowok jamu yang pernah gue ceritain? Nah! Pemain gitar yang wajahnya oriental tadi itu orangnya!"

Mata Kila terbuka lebar. Pemain gitar wajah oriental? Dipa?!

"Kaget kan lo?!" Isell tertawa renyah. "Gimana kata lo permainan orang yang gue suka? Bagus kan? Iya kan?!" lanjut Isell dengan nada bangga begitu kental. "Mana GLYN, mana? Coba bandingin sama band barusan. GLYN sih ... lewat!"

Beberapa detik Kila habiskan untuk terbelalak. Begitu selesai mencerna apa yang terjadi, Kila langsung tertawa puas sekali. Kalau saja mereka berdua ada di rumah, Kila pasti sudah terpingkal-pingkal hebat! Isell ini udah bangga, dodol pula!

"Apaan sih? Kok malah ketawa?" tanya Isell tak mengerti.

Beberapa menit, Kila tak menjawab Isell. Kila sibuk tertawa, Isell sibuk kebingungan.

"La, jangan gila sekarang La! Ntar gue pulang bareng siapa?! Nyebut, La. Nyebut!"

Kila masih tertawa renyah, membuat Isell geram.

"Apa sih, La? Ngetawain orang tapi orangnya nggak ngerti itu nggak sopan!"

Peringatan semacam itu langsung berhasil meredakan gelakan Kila. "Oke, oke," katanya dengan tawa yang mulai melemah. "Gue ajak lo ke belakang panggung, mau nggak?" tanya Kila sembari sekali-sekali terkikik. "Gue ajak lo ketemu GLYN."

"Hah? Ngapain?!" Isell menatap sebal Kila. "Ogah, ah! Lo aja sana ketemu mereka."

"Coba dulu, Isell."

"Nggak mau, La. Ngapain? Kan yang ada perlu sama mereka itu elo. Gue cuma nganter."

"Coba dulu, Isell," ulang Kila.

"Nggak mau, La."

Kila menggeleng-geleng.

"Gimana mau tahu kalau belum coba? Katanya mau kasih kesempatan? Jangan bikin mental blocks gitu deh. Lo nggak mau kan dicap sebagai orang yang tertutup? Lebih memilih langsung menolak dibanding mendengarkan dulu. Atau mencoba dulu. You judge first, Sell. Otaknya udah penuh sama asumsi kalau mereka itu negatif di mata lo."

Isell mengembuskan napas pasrah. "Tapi, La...."

"Coba dulu, Sell."

Embusan napas keluar lagi dari mulut Isell. "Iya, iya. Udah ceramahnya.Udah."

"Kita ke belakang ya."

"Oke. Kita ke belakang. Kita ketemu GLYN."


+++++


===============

Part 14, yeay!

Aku memutuskan untuk jadiin part kemarin part 13 full dan ini langsung part 14 aja. Judul part juga diganti hehehe

Ada alasannya. Part Mungkin masih nanti.

Oke deh. Kubales komen-komen sebelumnya dulu.

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro