07 ° 《 Kekesalan 》
Kadang emang begitu, sadar sesuatu berharga setelah lepas dari genggaman. Tambah menyakitkan lagi, waktu udah dimiliki sama orang lain.
~•~
"Bayuuu!!! Bayuu!! Bayu!"
"Apa sih, Nya?!" kesal Bayu saat mendengar teriakan Ranya, yang baru masuk ke ruangan.
Ranya tidak peduli dengan decakan Bayu, tatapan malas dari Niko bahkan senyum mengejek dari Cakra dan Egi. "Tebak gue habis ngapain?"
"Pipis, kan?" Bayu bertanya sambil merapikan bass-nya ke dalam tas.
"Ih!" Ranya memukul bahu Bayu dengan keras, membuat Niko langsung terbahak.
"Ya Tuhan, ini cewek!" gerutu Bayu. "Tadi kan, lo emang bilangnya mau pipis. Terus jawaban gue salah, gitu?"
Ranya mencibir. Tapi kemudian tersenyum lebar. "Gue habis diajak kenalan sama cowok cakep, Bay! Cakep banget gila!!!"
Ruangan tempat mereka berlima beristirahat setelah selesai manggung, langsung hening.
"Ck. Kok nggak ada yang bilang selamat, sih?!" decak Ranya.
Niko yang lebih dulu bangkit dari duduknya lalu menghampiri Ranya. "Selamat ya, Ranya," ucapnya sambil tersenyum lebar. Terlalu lebar, sampai terlihat pura-pura. "Cowok katarak mana yang ngajak lo kenalan?"
"Kentut kuda!!!" Ranya langsung memukul kepala Niko dengan keras.
Sedangkan Bayu, Cakra dan Egi sudah terbahak. Bagi Egi, melihat tingkah Ranya yang tidak seperti kebanyakan cewek pada umumnya, benar-benar menjadi hiburan tersendiri untuknya. Sekalipun baru bergabung bersama SALTZ selama beberapa minggu ini.
"Serius gue. Tadi ada cowok yang ngajak gue kenalan. Cakeeeeppp banget orangnya. Ya salam. Gue masih inget mukanya, nih."
Bayu berdecak kecil, kemudian mengulas senyum pongah miliknya. "Tu cowok sama Barga, cakepan siapa?"
"Barga kan, bukan selera gue. Jadi, cakepan cowok itulah!" sambar Ranya cepat.
"Yah, Bar. Katanya lo kalah cakep sama cowok yang baru aja ngajak Ranya kenalan," sahut Bayu sambil menatap ke belakang Ranya.
Ranya langsung membalikkan tubuhnya. Matanya menatap horor saat melihat Barga sudah berdiri di belakangnya dengan santai. Cowok ini yang mau dimaki-makinya sejak tadi.
"Jadi, balik sama siapa, Nya?" tanya Niko tiba-tiba, sengaja sebenarnya. "Pilihannya cuma gue sama Cakra. Si Bayu mau jemput adeknya di tempat les. Kalo si Egi, mau jalan sama ceweknya. Jadi lo mau balik sama siapa?"
"Sama lo-"
"Dia balik sama gue," sahut Barga sambil memasukkan sebelah tangannya ke saku celana.
"Ih, orang gue mau balik sama Niko. Lagian kalo gue balik sama lo, nanti gue maki-maki lo sepanjang jalan. Emangnya mau?"
Barga mengerutkan keningnya. Lah, kenapa juga Ranya ingin memaki dirinya? Yang ada, seharusnya dirinya yang memaki Ranya karena mau-mau saja kenalan sama cowok di depan toilet.
"Gue capek-capek nyusulin lo ke sini. Enak aja malah balik duluan."
"Siapa juga-"
"Tadi kan, lo nyariin Barga, Nya. Ini temen lo udah dateng, malah marah-marah. Kok, kayak cewek banget, sih?" canda Egi.
Semua cowok di ruangan itu langsung tertawa, hanya Barga yang mengulas senyum penuh kemenangannya.
"Pulang sana lo, Gi! Gue pukul lo nanti!" ancam Ranya. Tapi melihat bagaimana postur kecil miliknya itu, jelas saja bukan membuat takut tapi justru terlihat lucu.
"Ya udah. Kita pada balik duluan, deh," ujar Cakra bangkit berdiri. "Kalian baik-baik, ya. Orang ketiga dalam rumah tangga itu, emang kadang suka bikin pusing."
Ruangan kembali berisik karena tawa. Ranya berdecak jengkel sambil melempar Cakra dengan botol minumannya.
"Ayo, pulang," ajak Barga setelah di dalam ruangan hanya ada dirinya dan juga Ranya.
Ranya berbalik untuk membereskan tasnya. "Gue masih kesel sama lo ya, Bar. Beneran, deh."
Barga menarik napasnya, kesal. "Cowok yang lo bilang itu, siapa?"
Pertanyaan itu membuat Ranya kembali membalikkan tubuhnya. Menatap Barga dengan tatapan menyelidik. "Kenapa lo ngajak mantan lo ke sini? Kalian balikan?"
"Nggak." Barga menjawab dengan cepat. "Siapa nama tu cowok?"
"Kalo nggak balikan, kenapa bareng sama dia ke sini?" Ranya bertanya balik. Wajahnya sudah sangat kesal. "Gue kan, udah bilang, Bar. Gue bisa cariin lo cewek lain. Tapi jangan balikan sama dia. Gue masih kesel dia mutusin lo tiba-tiba kayak waktu itu. Terus sekarang, enak aja dia main deket-deketin lo lagi," gerutunya. "Lo masih punya harga diri, kan?"
Barga kembali menarik napasnya, lebih panjang. "Gue nggak balikan sama dia, Ranya. Nggak ada niat balikan juga," jawabnya, gemas. "Jadi, siapa tu cowok?"
"Kalo nggak ada niatan, kenapa bareng sama dia ke sini, Barga??" Ranya ikutan gemas juga. Karena dia benar-benar tidak menyukai mantan Barga yang satu itu. Menurutnya, cewek itu oknum jahat yang berbalut dengan tampang kalem. "Udah dibilangin, kalo lo emang udah pengin banget punya cewek, gue bisa kenalin, kok."
"Nya-"
"Coba kenalan sama Geigi. Dia temen gue pas SMP," potong Ranya. "Lo sukanya sama cewek pinter, kan? Geigi pinter, kok. Anak olimpiade, kayak lo juga. Daripada lo balikan sama-"
"Astaga, Ranya! Siapa tu cowok? Jawab aja pertanyaan gue."
Ranya langsung mencibir. "Gue nggak mau jawab! Habis lo bandel. Dibilang jangan balikan sama mantan lo itu, malah jalan bareng dia lagi."
"Gue udah bilang nggak balikan sama dia, Ranya. Nggak balikan."
"Barga, lepas nggak?!" sentak Ranya berusaha melepaskan pitingan pelan milik Barga dari lehernya.
"Jawab dulu pertanyaan gue. Siapa tu cowok? Kok mau-maunya aja lo kenalan sama dia? Gimana kalo dia ternyata orang jahat?" balas Barga, masih belum melepaskan pitingannya.
"Dia baik! Ih, Barga! Lepas nggak?! Gue teriak, nih? Elo mau diarak masa karena pelecehan sama anak di bawah umur?"
"Najis!" sentak Barga sambil melepas pitingannya lalu menoyor kepala Ranya pelan.
Ranya mendelik sebal. Lalu merapikan rambut hitamnya. "Awas ya, kalo balikan sama tu cewek. Gue nggak mau temenan sama lo lagi."
Barga akhirnya mengalah. Tidak lagi memaksa tahu nama cowok yang mengajak sahabatnya itu kenalan. Toh, nanti Ranya pasti akan bercerita dengan sendirinya.
"Kenapa lo nggak suka banget sama Aurel?" Barga bertanya saat keduanya sedang berjalan menuju parkiran kafe.
"Ya, nggak suka aja. Seenaknya mutusin lo tiba-tiba, padahal lo lagi sayang-sayangnya," decak Ranya. "Kalo lo nggak nahan gue waktu itu, udah gue cakar-cakar mukanya."
Barga mendengus geli.
"Coba lo jadi gue, pasti bakal mikir gitu juga," lanjut Ranya. Teringat kembali bagaimana kesalnya dia pada mantan Barga itu, saat melihat Barga datang ke rumahnya dengan wajah kusut dan akhirnya bercerita kalau baru saja cewek itu meminta putus.
"Waktu itu, kayaknya gue ada salah. Makanya dia minta putus tiba-tiba."
"Dan harga diri lo nggak serendah itu, buat bilang iya kalo tu cewek minta balikan lagi," sergah Ranya cepat.
Barga langsung berdecak keras. "Nih ya, Nya-"
"Hai, Bar. Boleh ngobrol bentar?"
Baik barga maupun Ranya langsung menoleh ke depan, ke arah cewek yang sedang tersenyum manis ke arah mereka. Bukan. Lebih tepatnya ke arah Barga.
Oh, mantan sialan. Ranya mencibir dalam hati.
"Mau ngobrol apaan?"
Itu suara Ranya. Jauh dari kata santai, terkesan mencari keributan.
Barga menggaruk-garuk pelipisnya. "Masuk mobil duluan gih, Nya. Nanti gue nyusul."
"Kenapa emangnya kalo gue di sini?" Ranya bertanya, tapi masih menatap Aurel.
"Ya, nggak apa-apa, sih," jawab Barga. "Tapi gue punya white chocolate di mobil, takutnya udah meleleh karena kelamaan kena panas."
Ranya langsung menoleh sebal ke arah Barga. Dia tahu kalau cowok itu sengaja. Kemudian tatapannya kembali ke arah Aurel, yang masih tersenyum tenang di tempatnya. Membuat Ranya jengkel sendiri. "Mantan emang keliatan lebih bagus daripada pas jadi pacar ya, Rel?" tanyanya santai, bahkan sambil tersenyum manis.
Sedangkan Barga sudah berdecak dalam hati. Ranya ini benar-benar suka sekali menantang orang lain. Walaupun Barga tahu apa yang menyebabkan Ranya bertingkah seperti ini, tapi dia juga tidak bisa membiarkan begitu saja.
"Buruan masuk, Nya."
"Gue cuma pinjem Barga bentar kok, Nya."
Ranya kembali tersenyum, tapi matanya justru mengatakan sebaliknya. "Jangan bertingkah sesuka lo ya, Rel. Barga mungkin nggak tegaan sama lo, tapi gue nggak kayak gitu."
Habis sudah kesabaran Barga. Ranya kira, dirinya sepengecut itu untuk menghadapi Aurel? Akhirnya dengan perlahan, Barga mendorong Ranya masuk ke dalam mobil. Sama sekali tidak mempedulikan gerutuan bahkan makian Ranya.
Setelah berada di dalam mobil, Ranya menatap dua sejoli itu dengan malas.
Namanya Aurel. Aurelia Gendhis. Cewek yang dikenal Barga saat baru masuk beberapa minggu di SMA Nusa Cendekia. Barga mengenal cewek itu di tempat les. Berbulan-bulan berteman baik, tiba-tiba waktu masuk beberapa bulan di semester genap saat kelas X, Barga mengenalkan Aurel sebagai pacar pada Ranya.
Yang pertama kali dilakukan Ranya adalah tertawa mengejek. Karena untuk pertama kalinya, Barga menerima cewek yang berusaha mendekatinya. Waktu itu, Ranya sudah berusaha mati-matian untuk tidak terlalu bergantung pada Barga karena sadar kalau Barga sudah memiliki pacar. Tapi dengan seenaknya, si Aurel itu memutuskan Barga tanpa alasan saat keduanya baru delapan bulan berpacaran.
Ranya jelas ingat bagaimana dia ingin mencakar wajah Aurel saat Barga datang dan menceritakan semuanya, sekalipun itu karena paksaan darinya.
Dasar medusa, sialan! Ranya masih menatap kedua sejoli itu dengan tajam. Sesekali Ranya akan berdecih sinis saat melihat senyum Aurel pada Barga.
Beberapa menit kemudian, Barga sudah masuk ke dalam mobil. Belum juga menyalakan mobil, Ranya sudah mengatakan kalimatnya dengan padat tapi sama sekali tidak jelas, menurut Barga.
"Lo harus cari pacar, Bar. Pokoknya harus."
~•~
Ada nggak dari kalian yang sikapnya kayak Ranya? Haha.
Menurut kalian, perasaan Barga ke Ranya tuh, gimana, sih? :v
Selalu ditunggu vote dan komen kalian. Terima kasih ^^
Salam,
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro