03 ° 《 Percakapan 》
Kalau cewek itu minta dingertiin. Cowok itu cuma minta dipercaya. Sesederhana itu.
~•~
"Katanya mau duduk sama gue sampe lulus, Nya. Kok lo PHP, sih?"
Ranya mendelik sebal saat mendengar rengekan Bayu yang dibuat-buat. "Kasihan Niko kalo duduk sama Barga, Bay. Dia lagi butuh hiburan karena gebetannya jadian sama cowok lain. Kalo kelamaan duduk sama Barga, dia bisa kejang-kejang karena disuruh belajar terus."
Bayu mencibir. "Bilang aja si Barga tadi habis delivery Carl's Jr buat lo. Dasar matre!"
"Heh! Gue itu realistis, ya!" balas Ranya cepat. "Masa gue lebih milih cowok yang cuma modal usaha doang dibanding cowok yang punya modal usaha sama duit banyak?" lanjutnya, pura-pura bertanya sambil mengibaskan rambut panjangnya yang berwarna hitam, dengan gaya yang dibuat seangkuh mungkin.
"Anjir, Nya! Jijik banget gue!" sambar Bayu keras. Tapi tidak menyembunyikan tawa geli di bibirnya. Bahkan beberapa anak-anak yang masih berada di dalam kelas dan mendengar percakapan bodoh mereka, sudah ikut tertawa.
Ranya ikut tertawa keras. Tawa khas yang siapa pun sudah tahu kalau itu milik Ranya.
"Coba ketawa lo jangan bikin polusi udara, bisa nggak, Nya?"
Tawa Ranya seketika berhenti. Kepalanya menoleh ke belakang, dan langsung berdecak jengkel saat Barga sudah berdiri menjulang di belakangnya, bersama Niko.
"Nggak usah ngomel. Mau Fanta nggak?"
"Maulah! Pake nanya lagi!" balas Ranya sambil menengadahkan tangannya di depan Barga.
Bayu dan Niko hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Ranya. Dan bagaimana Barga tetap memberikan minuman soda itu setelah membuka penutup kalengnya.
"Besok-besok nggak ada Fanta ya, Nya. Soda itu nggak sehat, makanya berat badan lo nggak turun-turun." Barga berucap santai setelah duduk di kursinya, dengan posisi menghadap ke belakang, seperti Ranya, yang berhadapan ke arah Bayu dan Niko.
"Hih!! Tapi kan, badan gue nggak gendut, ya. Cuma susah nuruninnya aja," sungut Ranya, tidak terima.
"Emang nggak gendut, Nya. Cuma agak melar aja. Ya?"
"Sialan lo, Bay!"
"Ah, nggak gendut kok, Nya. Pas segitu mah. Jangan terlalu kurus, nggak enak dilihatnya." Niko berujar santai sambil memakan camilannya.
"Tuh! Tuh! Denger!" ujar Ranya, antusias. "Emang cuma Niko yang matanya bener. Lo berdua mah, matanya ketutupan sama kejombloan. Kasian banget emang."
Barga mendengus geli. "Coba ngaca, Nya. Atau perlu gue anterin ke kamar mandi cewek buat ngaca?"
Bayu dan Niko langsung terbahak. Sementara Ranya hanya bisa menggerutu sebal.
"Nih ya, Nya. Gue punya dua mantan. Barga punya satu mantan. Nah, elo? Punya mantan nggak? Gebetan aja nggak punya," ejek Bayu, yang membuat Barga dan Niko tertawa.
"Gue tendang lo, ya?" kesal Ranya. "Lo ketawa, Nik? Nanti telepon lo nggak gue angkat lagi, ya?" ancamnya yang langsung membuat Niko menyeringai lebar.
"Gue nggak ketawa, Nya. Tadi cuma lagi nguap aja."
"Najis sumpah, Nik!" sambar Bayu yang kembali tertawa. Diikuti dengan Ranya.
Barga hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tingkah absurd dari tiga orang di dekatnya ini, sudah biasa menjadi oase tersendiri untuknya.
"Anyway, kapan kita mau nyari gitaris baru? Si Shea beneran udah nggak bisa ikutan katanya."
Perlahan, Barga tidak lagi ikut dalam pembicaraan itu. Memilih membalikkan tubuhnya kemudian sibuk kembali dengan soal-soal Fisika yang ada di depannya. Dia bahkan sudah memasang earphone di telinganya.
Hanya Ranya yang menyadari perubahan itu. Tapi dia membiarkan. "Rencananya mau bikin audisi atau kita aja yang cari sendiri?" tanyanya pada Bayu dan Niko.
"Kemaren kata si Cakra, anak kelas XI IPS 3, ada yang jago main gitar. Dia bilang mau nanyain dulu, si Egi itu mau ikutan gabung apa enggak."
"Oh, si Egi?" tanya Niko.
"Lo kenal?" Bayu bertanya.
"Kagak," cengir Niko.
"Sampah emang lo!"
Ranya terbahak.
Dan Niko tertawa kecil. "Ya, di Nusa Cendekia ini kan, punya murid yang banyak, Bay. Ya kali gue hapal satu-satu. Mending gue hapalin cewek-cewek cakep di sekolah kita."
"Sabar ya, Nik. Patah hati sebelum memulai, emang semenyedihkan itu," sambar Ranya sambil sedikit memajukan tubuhnya untuk menepuk-nepuk bahu Niko pelan, pura-pura berempati padahal tujuannya jelas menghina.
Niko langsung berdecak jengkel. "Untung lo cakep, Nya. Kalo enggak, udah gue sliding lo," gerutunya.
Bayu kembali tertawa. "Jadi, ini kita nunggu informasi si Cakra dulu?"
"Ya mau gimana lagi," jawab Ranya, mengedikkan bahunya. Lalu meminum Fanta-nya.
"Tapi hari ini tetep latihan, kan?" tanya Niko. "Mumpung kita masih kelas sebelas. Harus banyak-banyak bikin bangga nama sekolah, sebelum nanti sibuk sama ujian-ujian."
"Gaya lo, Nyong! Semester lalu aja, nilai Agama ngulang, sok-sokan ngasih wejangan."
Ranya langsung tersedak sodanya karena tertawa saat minum. Dan Barga hanya mendelik sebal saat melihat cewek itu masih memaksa tertawa sampai matanya berair.
Seketika, Niko mencak-mencak kesal. Merasa malu saat disinggung kembali soal remedial-nya di semester ganjil kemarin. "Laknat banget omongan lo, Bay."
Tawa kecil Bayu masih terdengar. Sampai akhirnya, dia mendengus saat menyadari kalau Ranya masih tertawa, bahkan sesekali memukul mejanya. "Udah, Nya. Udah. Lo pernah denger nggak, ada orang yang mati karena kebanyakan ketawa?"
Dengan sisa-sisa tawanya, Ranya menggeleng. "Emang ada, ya?"
"Takutnya, lo yang pertama, Nya."
"Manusia sialan emang si Bayu!!"
Bayu berusaha menangkis serangan Ranya, sedangkan Niko masih terbahak karena geli.
"Nya, lo sadar nggak kalo suara lo itu ngalahin gedenya bising knalpot yang bunyinya gede itu?" Barga sudah menolehkan kepalanya, sambil melepas sebelah earphone-nya.
Ditatap datar seperti itu, membuat Ranya hanya mencibir lalu membalikkan tubuhnya, tidak lagi berhadapan dengan Bayu dan Niko.
"Nanti sore, lo ada les kan, Bar?"
"Hm. Kenapa?"
"Pulangnya jemput gue, ya? Nanti gue ada latihan band soalnya." Ranya memberikan cengiran lebar.
Barga mendengus kecil. "Cari pacar coba, Nya. Biar ada yang gantian sama gue pas lo minta anter-jemput."
Monyong!
"Hih! Nggak ikhlas banget jadi orang," sungut Ranya. "Ntar kalo gue punya pacar aja, lo pasti kesepian gara-gara gue lebih milih sering bareng dia."
Barga tersenyum mengejek. "Susah, Nya. Cewek model lo itu, butuh cowok yang tahan banting, biar nggak tiba-tiba minta putus."
"Sialan, Bar!" maki Ranya sambil menonjok pelan bahu Barga.
Sedangkan Barga tertawa puas melihat kekesalan Ranya.
Ranya masih menggerutu panjang lebar, sampai membuat Barga mengangkat tangan kirinya untuk menutup mulut cewek itu. "Bikin polusi, Nya. Diem coba."
Bibir Ranya kembali mencak-mencak. Bahkan Bayu dan Niko sudah menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menahan senyum geli. Sedikit sangsi, kalau Ranya ini sebenarnya bukan anak SMA. Tapi anak SMP, yang salah masuk ke SMA Nusa Cendekia.
"Eh, ada Dirgam. Habis dari kantin, ya?" Tiba-tiba Ranya menolehkan kepalanya ke kiri, saat melihat Dirgam berjalan ke bangku cowok itu.
"Iya."
"Makan apa tadi?"
Beberapa anak yang berada di kelas XI IPA 1, mulai mengulum senyum. Ranya dan segala tingkah abstraknya, selalu bisa menimbulkan canda.
"Mie ayam," jawab Dirgam sambil melanjutkan langkahnya.
"Ih, jangan sering-sering makan mie, lho. Nggak baik. Lo kan, anak olimpiade. Harus jaga kesehatan." Ranya sok memberikan wejangan. Padahal dia memang sedang ingin mengganggu seseorang, karena rasa sebalnya pada Barga.
Dirgam menoleh sebentar. "Thank you sarannya."
Sudah. Hanya itu. Membuat Ranya mencibir dalam hati. Kepalanya lalu menoleh ke arah Barga, yang sedang menatapnya dengan tatapan mengejek. "Dia nggak bakal mau sama lo. Cowok pinter pasti nyari cewek pinter juga."
Ranya tiba-tiba mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Barga. "Kentut kuda ya, kamu," bisiknya sambil mencubit lengan Barga dengan keras.
"Sakit, Nya!"
"Nggak usah manja," balas Ranya malas. "Tapi ya, Bar. Yang gue lihat, si Dirgam itu lebih pendiem dari lo. Untung aja lo nggak kayak gitu."
Barga terkekeh lalu memiringkan tubuhnya untuk menatap Ranya. "Tapi kebanyakan anak-anak bilang, gue nyebelin banget sih, Nya," sanggahnya.
"Itu karena emang mulut lo kayak racun. Bisa bikin mati orang yang punya perasaan halus dan lembut kayak gue."
"Najis!" sergah Barga sambil menoyor kepala Ranya.
Ranya tertawa renyah. "Pokoknya, emang paling the best itu lo, deh. Gue percaya, emang nggak ada sahabat sebaik elo."
"Iya, emang," sahut Barga, cuek.
Kepala Ranya mengangguk dua kali. "Iya. Top banget emang. Makanya nanti jemput gue ya, Bar?"
"Fanta lo boleh gue kasih racun nggak, Nya?"
~•~
Kalian lebih pilih temen rasa pacar, atau pacar rasa temen? :v
Dann.. selamat menikmati kisah mereka, ya. Pelan-pelan, nanti kita bakal tau ada apa aja sih, dibalik kisah mereka ini. Huehehe.
Anyway, yang mau temenan di akun pribadi aku. Boleh difollow. Hihihi.
Wattpad : yennymarissa
IG : (yenny.mrs)
Ditunggu vote dan komennya. Thankyou!
Oh, iya. Semangat puasa hari Senin!! 💖
Salam sayang,
Istri Jeon Jungkook ❤❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro