01
"Aku cinta kamu."
Kalimat seperti itu, jika aku yang mengucapkannya pasti akan langsung dihadiahi sebuah pukulan.
Ruang aula dihias dengan banyak bunga. Mawar mendominasi, sebagai simbol cinta yang mekar di antara kedua mempelai.
Dengan gaun yang kubeli dengan harga setengah biaya makanku selama sebulan, aku duduk memegang sebuah gelas berisi air putih. Meratapi kisah cintaku yang kandas di perjamuan pernikahan teman lamaku.
.
"Huh, banquet?" Keningku mengernyit saat kata amat asing terdengar dari seberang telepon. "Apaan itu?" Tangan kananku yang mengepel meja konter berhenti saat rasa penasaran memancing. Sinar sore hari menerangi isi kafe yang tidak lagi dpenuhi oleh para pelanggan, hanya ada aku dan satu pegawai tidak terlalu relavan.
Tawa lembut menyahuti kebingunganku, Hina menjawab, "Simpelnya itu semacam pesta perjamuan."
"Aku dan Takemichi mengundang banyak teman-teman lama." Tanpa melihat langsung wajahnya, aku bisa membayangkan sebuah senyum manis terpatri di wajah wanita berambut merah muda itu.
"Mewah sekali sebutannya," komentarku, kembali melanjutkan pekerjaanku di konter barisa.
"Nanti kamu datang, ya," pinta Hina.
Aku terdiam sejenak, memikirkan biaya perjalanan menuju Tokyo. Namun dengan segera rasa cemas itu kutepis, meski sudah tidak bertemu lama, tidak mungkin aku akan melewatkan acara pernikahan gadis sebaik Hina. Apalagi dia sampai repot-repot mengundangku langsung melalui telepon.
"Pasti," sahutku sigap. "Siapa saja yang nanti kamu undang?" Tanyaku, berusaha mencari topik lain. Tidak ingin percakapan kami mati begitu saja.
"Hmm, cukup banyak."
"Oh, ya? Siapa saja?"
"Selain keluargaku dan Takemichi, teman-teman SMA yang lain juga akan datang."
Langkahku berhenti, sesaat ada perasaan tidak enak. Perutku tiba-tiba mulas memikirkan kemungkinan bertemu dengan teman sekelasku. Bukan bagaimana. Tapi rasanya belum siap saja untuk muncul tanpa sesuatu yang bisa dibanggakan. Akan canggung jika mereka sudah berbicara tentang rumah, karier atau hubungan suami istri, saat aku masih lajang, tidak memiliki pekerjaan tetap, dan hanya tinggal di apartemen kecil.
"Teman-teman geng Takemichi juga akan datang."
Meski begitu, alasan tidak percaya diri masih tidak pantas untuk membuatku mengurungkan niat.
Karena Hina Tachibana, adalah gadis yang memang sebaik itu.
"Baji-kun juga nanti akan ada di sana."
Dipikir lagi aku tidak punya cukup ongkos untuk pergi ke tokyo.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro