Just Yoonghyo🔞
*Mature Content!
Yoongi X Jihyo
Angin menerbangkan sebagian rambutnya yang terurai saat ia menginjakan kaki di Roma, Italia. Ia menghirup udara di sana yang cukup segar, tidak seperti di negeri asalnya yang rentan debu halus, negara ini memiliki oksigen yang lebih baik bagi tubuh.
Senyumnya terulas begitu melihat kekasihnya yang tengah menarik koper miliknya berjalan mendekat ke arahnya. Ia langsung merentangkan tangan untuk memeluk kekasihnya. "Oppa, aku lapar. Apa sebaiknya kita mampir ke restoran dulu? Kudengar ada resto—"
"Jihyo-ya, kita baru saja sampai. Untuk hari ini, sebaiknya kita istirahat di hotel saja."
Jihyo mencebik. Ia ingin protes, tapi Daniel tidak akan pernah mendengarkannya. Daripada berdebat, ia memilih untuk mengikuti kemauan lelaki itu saja, toh mereka datang ke sini untuk berlibur.
Sepenjang perjalanan, gadis itu hanya menatap ke luar jendela. Pemandangan di luar sana sangat indah, tapi hal itu sama sekali tidak membuat mood Jihyo membaik. Gadis itu dongkol setengah mati karena sejak tadi, Daniel hanya sibuk dengan ipad nya. Saat ditanya pun, Daniel hanya bergumam, ya, hm, terserah. Membuat Jihyo bosan saja.
Semenjak jadi CEO, sikap Daniel kepadanya berubah. Mereka juga jadi jarang bertemu dan mungkin-ini adalah pertama kalinya mereka berlibur bersama ke luar negeri-itupun karena Daniel berencana akan membangun cabang di sini, kalau tidak, sepertinya liburan seperti ini hanya akan menjadi mimpinya saja.
"Oppa, kau tahu tidak? Roma kalau dibalik menjadi Amor dan Amor itu adalah cinta. Makanya banyak orang yang memanggil Roma sebagai Kota Cinta. Itu sebabnya aku—eh? Kau sedang sibuk ya?"
Daniel sama sekali tidak meliriknya. "Kita mengobrolnya nanti saja ya? Setelah aku selesai mengecek email-nya."
"Kau tahu kan, kalau kita kesini untuk berlibur?"
"Aku tahu makanya kita datang ke Roma sesuai keinginanmu." Daniel melirik Jihyo sekilas lalu kembali memainkan ipad-nya.
"Hari ini kita hanya akan menginap semalam. Besok kita pergi ke Milan, kan? Memangnya kita tidak bisa lihat-lihat sebentar saja? Aku bosan."
"Kan aku sudah bilang kalau aku sangat sibuk. Jadi, aku tidak bisa pergi seenaknya. Mengerti sedikit lah, posisiku sekarang bukan untuk main-main."
Jihyo hanya menghela napas lelah. Sampai kapan hubungan mereka akan terus seperti ini? kenapa rasanya, cintanya bertepuk sebelah tangan? Apa Daniel sudah bosan?
Entahlah, kepalanya langsung terasa pusing hanya memikirkan kemungkinan buruk itu.
🎶
"Woah—itu terlihat enak sekali!" Mata Jihyo berbinar saat melihat berbagai rasa gelato yang dijual di salah satu kedai pinggir jalan.
Ia menyapa sang pemilik sembari memesan. "Excuse me, gelato rasa mint dua ya."
Hanya butuh waktu dua menit saja, kedua tangan gadis itu kini penuh oleh gelato. Setelah dibujuk seharian, akhirnya Daniel luluh juga dan mengajaknya jalan-jalan ke luar saat malam.
Namun, senyumnya langsung luntur begitu melihat punggung yang sangat di kenalinya itu terlihat tengah mencium seorang gadis lain.
Tangannya terasa lemas hingga gelato miliknya jatuh begitu saja. Ia tidak ingin mempercayai apa yang ia lihat saat ini, tapi ketika melihat manik dan senyum kemenangan yang terukir dari gadis itu membuatnya sadar, kalau Daniel tidak benar-benar mencintainya.
"Kang Daniel!"
Daniel tersentak, lelaki itu langsung berbalik ke arah Jihyo. "Ji-Jihyo-ya, aku bisa jelas—"
"Apa itu barusan?" Jihyo meminta penjelasan pada Daniel. Ia menatap gadis itu dan Daniel bergantian. "Kalian punya hubungan apa?"
"Hah—aku tahu kau pasti salah paham tapi ini benar-benar tidak seperti—"
"AKU TANYA KALIAN BERDUA ADA HUBUNGAN APA?!" Jihyo berteriak, air matanya bahkan sudah tumpah ruah.
"Ini hanya salah paham Jihyo! Kami sama sekali tidak ada—"
"Kau pikir aku tidak melihatnya?! Sudah jelas kau mencium—"
"Jihyo dengar!" Daniel memegang bahu Jihyo, menatap manik berkaca-kaca itu dengan tajam. "Kau salah paham! Apa yang kau lihat itu tidak benar! Aku—" Beberapa orang sudah mengerubungi mereka bertiga. Bahkan tak sedikit yang menatap Daniel dengan pandangan sinis. "Kita bicarakan ini lain kali. Ada banyak orang yang melihat aku tidak ingin-"
"Kenapa tidak sekarang saja?! Sampai kapan kau akan mementingkan pandangan orang lain?"
"JIHYO! KENAPA KAU JADI CEREWET SEKALI, SIH? KITA BISA MEMBICARA—"
"CUKUP!"
PLAK!
Jihyo menatap Daniel kecewa. "Aku membencimu!"
Tanpa harus menunggu lagi, gadis itu langsung berlari sembari menahan tangisnya. Ia sempat menangkap tatapan remeh dari Nancy sebelum benar-benar pergi dari sana.
Rasanya seperti di permalukan di depan umum—lebih dari itu, ia juga mengutuk dirinya sendiri yang terus meyakinkan diri kalau Daniel mencintainya selama ini, padahal jika dilihat dari sikap, sudah jelaslah ia hanya sedang menjalani cinta bertepuk sebelah tangan selama ini.
Langkahnya melambat seiring dengan napasnya yang memburu. Gadis itu memegangi dadanya, menoleh ke belakang untuk memastikan kalau Daniel sudah tidak mengejarnya—atau memang lelaki itu tidak mengejar? Hah, menyedihkan sekali.
Gadis itu menghapus air matanya. Membuang napas kasar untuk menghilangkan sesak.
Untuk sejenak, Jihyo mengamati sekelilingnya. Ia tengah berada di sebuah gang—entah apalah namanya—yang jelas, jalanan ini sangat sepi. Tidak seperti tempatnya bersama Daniel tadi, tempat ini agak-menyeramkan.
Gadis itu mendongak saat merasakan tetesan air mengenai kepalanya. Lengkap sudah kesialannya malam ini, bahkan langit pun ikut berduka dengan mengirimkan hujan.
Jihyo sudah terduduk pasrah. Ia memeluk lututnya sembari menggigit bibir menahan tangis. Kenapa hidupnya jadi seperti ini? tahu begini, ia lebih memilih berdiam di hotel saja.
"Ck, menyedihkan sekali."
Jihyo langsung mendongak begitu telinganya menangkap suara yang tak asing. Apalagi, lelaki itu berbicara dalam bahasa Korea, membuatnya sempat berpikir kalau dirinya hanya berhalusinasi.
"Bahkan kau sudah melupakan suaraku? Woah, si Kang Donal itu rupanya sangat mempengaruhimu, huh?"
Jihyo refleks menggeserkan tubuhnya saat mendengar suara itu tepat di dekat telinganya. Ia menoleh, mendapati raut datar Yoongi yang terlihat sangat kusut. Matanya membola, "Ya! Sedang apa kau disini?!"
Yoongi menatap Jihyo aneh, tangannya terangkat untuk mengacak rambutnya sendiri. "Kau lupa? Ini rumahku! Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kau ada disini?"
Jihyo mengamati sekitarnya. Ia ingat, Yoongi pernah bercerita kalau ia membeli rumah di Roma tapi itu sudah lama sekali.
"Ya! Kenapa malah melamun?"
"Ah? Oh—tidak apa-apa."
Yoongi menatap Jihyo lurus. "Ada apa? Apa si brengsek itu menyakitimu lagi?" Lelaki itu ikut berjongkok di samping Jihyo, menatap wajah gadis itu dari samping dengan datar.
Jihyo menunduk, tepat sekali. Seperti dulu, Yoongi selalu bisa membaca pikirannya.
Yoongi berdecak, ia bangkit berdiri lalu membuka pintu rumahnya yang ada di belakang Jihyo. "Masuklah, kau akan masuk angin jika terus berada di luar. Aku punya wine, siapa tahu perasaanmu akan lebih baikan."
Jihyo sempat bertanya-tanya, sejak kapan Yoongi jadi perhatian seperti ini? tapi ia langsung masuk ke dalam setelah melihat manik Yoongi yang menatapnya tajam.
Dia tidak berubah.
🎶
Keadaan di rumah itu hanya diisi oleh suara televisi yang sejak tadi dibiarkan menyala. Hujan di luar sana semakin deras, membuat suasana di rumah ini semakin menyeramkan.
Jihyo sudah teler karena terus minum sejak tadi, tapi ia sama sekali belum membuka suara.
Sementara Yoongi, lelaki itu hanya menatap Jihyo dengan diam. Manik tajamnya sama sekali tidak dapat dibaca. Terlalu rumit dan terlalu—menyeramkan. Siapapun tahu, kalau lelaki pucat itu sama sekali tidak memiliki perasaan. Selama ini, hanya ada satu wanita yang berhasil masuk ke dalam hatinya.
"Ya! Kau tahu? Hik—selama ini aku hanya menyukainya tapi dia—hik—dia sepertinya tidak pernah menyukaiku." Jihyo sudah meracau, ia bahkan sudah beberapa kali cegukan, membuatnya terlihat sangat kacau.
"Aku selalu mengoceh tapi ia sama sekali tidak pernah merespon—hik—ia membuatku terlihat seperti orang bodoh."
"Dan kau tahu apa yang terjadi tadi?" Jihyo menunjuk Yoongi dengan gelas yang dipegangnya. "Dia mencium Nancy di depan mataku! Huaa—rasanya aku ingin mati saja~"
Yoongi hanya mendengarkan. Ia tidak menyuruh gadis itu untuk berhenti minum atau menanyakan hal-hal apa saja yang baru terjadi. Ia hanya membiarkan gadis itu melakukan apa yang ia mau.
Jihyo sudah tumbang.
Yoongi menghela napas. Ia bangkit untuk membawa Jihyo ke kamar tamu, tapi ketika ia berhasil membawa Jihyo ke pangkuannya, gadis itu kembali meracau. "Kenapa aku tidak jatuh cinta padamu saja ya? Mungkin kau tidak akan pernah menyakitiku seperti-huek!"
"Ya! Kenapa kau malah muntah di saat seperti ini?"
🎶
Yoongi sudah membersihkan tubuhnya dan berganti baju saat ia melirik ke arah kamar tamu. Ia membuka pintu kamar dan mendapati Jihyo yang telah tertidur dengan bajunya yang terkena muntahan. Yoongi mendengus, ia berjalan ke dapur untuk membawa wadah air hangat dan sapu tangan, lalu kembali ke kamar.
Ia meletakan wadah itu di samping tempat tidur. Membasahi lap dengan air hangat lalu menyapukannya perlahan ke pipi dan leher Jihyo yang terkena muntahan. Ia membersihkannya dengan sangat hati-hati dan telaten, membuat Jihyo semakin terlelap dalam tidurnya.
Tapi ada satu masalah saat ini.
Masalahnya, bukan hanya bagian itu yang terkena muntahan, tapi baju yang dikenakan gadis itu juga kotor. Ia meneguk ludahnya saat tangannya bergerak membersihkan baju gadis itu di bagian dada.
Ia mengumpat, sial, kenapa payudaranya besar sekali, sih, kan jadi tidak fokus.
Yoongi menggelengkan kepalanya, mengenyahkan pikiran kotor yang terus mengusiknya.
Akhirnya, setelah susah payah menahan nafsu, ia selesai membersihkannya. Baru saja ia hendak keluar untuk menyimpan wadah air, suara Jihyo terdengar memanggilnya.
"Yoongi-ah, kenapa pergi? Kau tidak menginginkanku?"
Yoongi berdecak, "Ya! Ap-mmhh."
Mata Yongi terbelalak saat merasakan bibir Jihyo menempel pada bibirnya. Ia bermaksud mendorong Jihyo untuk menjauh tapi gigitan di bibirnya membuat niatnya berganti.
Jihyo melenguh saat Yoongi membalasnya dengan menggigit pelan bibirnya. Yoongi menarik bibir gadis itu dengan bibirnya, mengulum kasar bibir Jihyo yang terasa sangat manis.
Lidahnya keluar untuk melumat bibir Jihyo pelan. Semakin menggebu saat Jihyo meremat tengkuk lehernya. Gila, ia tak menyangka kalau bibir Jihyo semanis ini, candu.
"Hmmhh—"
Yoongi merasa gemas mendengar desahan Jihyo barusan. Dengan lihai, ia menggerakan lidahnya untuk menyentuh langit mulut Jihyo berkali-kali. Yoongi bahkan memiringkan wajahnya hanya untuk memperdalam lumatannya.
Satu tangannya menyentuh wajah Jihyo sementara tangannya yang lain sudah nakal menyentuh bokong gadis itu. Meremasnya pelan seiring dengan nafsunya yang semakin tinggi.
Jihyo merasa pening, ia memukul pelan dada Yoongi karena kehabisan napas.
"Hah... hah..." Jihyo langsung meraup oksigen sebanyak-banyaknya.
Yoongi melepaskan pangutannya sembari menatap manik gadis itu dalam. Ia menyentuh pipi dan sudut bibir Jihyo yang memerah dengan tangannya. "Kenapa kau seperti ini? kau sedang mabuk."
Jihyo menatapnya sayu, tangannya terulur menyentuh wajah Yoongi lalu mengecup bibir Yoongi sekilas. "Aku memang mabuk, tapi aku juga menginginkannya."
Yoongi terkekeh, merasa gemas dengan tingkah Jihyo yang tiba-tiba imut. "Kau yakin? Kau tidak akan menyesal nanti?"
Jihyo menyentuh dadanya, menusuk-nusuk kulit putihnya dengan jari lentiknya. "Entahlah, tapi aku benar-benar ingin menghapus semua jejak yang telah Daniel berikan pada tubuhku. Aku ingin melupakannya. Jebal, bantu aku."
Sebagai lelaki normal, bagaimana bisa Yoongi menolak godaan ini? ditambah dengan wajah sayu serta pipi dan bibir gadis itu yang memerah membuat Yoongi semakin ingin mengungkung tubuh Jihyo di bawahnya.
Yoongi menarik sudut bibirnya, kembali mengecup bibir gadis itu gemas. "Baiklah, darimana aku mulai?"
🎶
Jihyo menggigit bibirnya, menahan desahannya saat Yoongi melumat lehernya. Lengannya sudah mengalung di leher sang lelaki, sedang kakinya sudah mengangkang. Napas gadis itu sudah memburu, ia bahkan mencakar punggung lelaki itu, menyalurkan rasa bergetar aneh pada dirinya seiring dengan sentuhan yang diberikan lelaki itu pada tubuhnya.
Bajunya sudah tergeletak di atas lantai, kini giliran branya yang mulai dibuka. Sepertinya, Yoongi memang sengaja menyiksanya. Ia membuka branya perlahan sembari menjilati seluruh bagian atas tubuhnya.
Jihyo merinding, gila, bahkan Daniel pun tidak pernah berani menyentuhnya sampai ke bagian itu. Jihyo hanya membiarkannya sebatas leher saja, tidak lebih. Tapi kali ini, entah setan macam apa, Jihyo membiarkan saja lelaki itu menikmati tubuhnya sepuasnya. Ia sudah pasrah, lagi pula, ia yang meminta ini bukan.
Suara desahan itu semakin terdengar. Bersahut-sahutan seiring dengan derasnya hujan di luar sana. Jihyo menahan kepala lelaki itu dengan kakinya saat Yoongi bergerak semakin ke bawah. Ke area privasinya. Demi apapun, rasanya sangat—gila.
Yoongi berhenti saat ia berhasil meloloskan celana dalamnya. Ia menatap gadis itu, seolah meminta persetujuan. "Bolehkan?"
Jihyo mengangguk pelan, rasanya tanggung juga jika berhenti, lagipula gairahnya pun sudah berada di puncak. "Tapi pelan-pelan, ya? Aku—akkkhhh!"
Jihyo menjerit sementara Yoongi terdiam. Matanya terpaku pada cairan berwarna merah yang keluar dari kewanitaan Jihyo. "Ka-kau—masih virgin?"
Jihyo mengangguk susah payah. "Ennngghh—cepat gerakan saja bodoh! Tapi—ahh—jangan terlalu cepat!"
"As your wish—Honey."
Begitulah, pada akhirnya malam itu dipenuhi dengan adegan nista tapi nikmat. Well, baik Jihyo maupun Yoongi sama-sama saling menginginkan. Terlebih Yoongi, sudah bertahun-tahun ia membayangkan hal ini, tapi siapa yang dapat menebak jika kejadian seperti ini sungguh terjadi di saat dirinya sama sekali tidak memikirkannya.
Sementara di sudut kota, seorang lelaki masih mencari gadisnya dengan frustasi. "Jihyo! Kau ada dimana?"
*Fin?*
Huaa ini nulis apaan coba😭
Udh lama banget aku gk nulis Yoonghyo, sekalinya nulis malah kebablasan duh🌚
Maaf ya kalo aneh-banget-soalnya, butuh tekad yg kuat bagiku untuk nulis Yoonghyo setelah berita dating itu mencuat huhuu
Especially buat kak koesoes semoga tidak mengecewakannya ya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro