♪♬Just SaKook♬♪
Ada beberapa yg request sakook tapi aku masih agak kesulitan buat ngebangun feelnya. So, mungkin ini masih blm bisa menuhin request yg sesuai keinginan kalian ceritanya kek gmn. Ini cuma imajinasi liarku aja yg ngalir di siang bolong :)
Emm.. Btw komen di chap kemarin sepi ya :( semoga yg ini rame :v
🎶
Dalam bayangan genangan air yang sudah tidak lagi jernih, aku melihat pantulan diriku. Sebuah refleksi menyedihkan dan putus asa tergambar jelas dalam raut tanpa polesan make up sedikit pun. Pun diriku tidak memiliki cukup uang untuk membeli hal selain dari makanan dan minuman yang jika aku tidak bisa membelinya maka aku akan mati. Oke itu mungkin berlebihan tapi soal tidak punya uang, aku tidak berdusta.
Hidup menjadi seorang anak dari pekerja bangunan cukup membuatku seperti gelandangan yang tak punya tujuan. Karena latar belakangku yang tidak cukup menjanjikan, sangat sulit bagiku untuk mendapat pekerjaan di negeri ginseng ini-apalagi dengan kemampuan otakku yang biasa saja.
Sampai seorang malaikat dengan wujud pemuda tampan tanpa sayap tiba-tiba masuk ke dalam hidup kelamku. Sungguh, ia bagaikan malaikat yang membawa secercah cahaya ke dalam hidupku.
Lelaki itu memberiku tempat tinggal. Pun aku juga diberi makan dengan layak. Hal yang harus kulakukan hanya menyanyikan sebuah lagu tidur untuknya setiap malam sampai ia tertidur. Otakku memang pas-pasan, tapi suaraku ini sangat merdu-katanya, dan aku mengakuinya. Walaupun hidupku begini, aku bersyukur karena setidaknya, Tuhan menitipkan suatu kelebihan untukku disamping kekuranganku yang menggunung.
Hujan di luar sana cukup deras, membuat rintik air itu memukul-mukul genting dengan cepatnya. Suara pantulannya yang campur aduk menghasilkan sebuah harmoni yang sangat indah. Aku memejamkan mata, merasakan harmoni itu merasuk ke dalam sukma hingga sesuatu yang halus dan lembut menyentuh paha polosku. Rupanya itu adalah rambut Jungkook. Kepalanya sudah berada di atas pahaku.
"Kau lupa tugasmu, noona? Aku ingin tidur." Suara manja itu sudah sering sekali aku dengar. Tapi aku tak pernah bosan mendengarnya.
Aku terkekeh, merapikan rambut hitam legamnya yang sudah agak memanjang itu hingga jidatnya terekspos. Aku paling suka melihatnya seperti ini. Terlihat menggemaskan, tapi di sisi lain juga terlihat dewasa. Ahh, sejak kapan aku jadi tergila-gila padanya seperti ini.
"Kau ingin aku bernyanyi sekarang? dengan posisi seperti ini?" tanyaku pada akhirnya.
Mata Jungkook yang semula terpejam tiba-tiba terbuka. Membuatku dapat melihat manik jernihnya.
"Wae? Noona tidak suka?"
"Ani-geunyang ... rasanya aneh saja."
Entah kenapa aku malah gugup. Apalagi saat Jungkook menatap lurus mataku, rasanya sangat aneh. Terasa seperti terhipnotis. Ya, segila itu memang pesonanya.
Bahkan ketika Jungkook bangkit, lalu menuntun tubuhku untuk berbaring di atas ranjang yang sebelumnya aku duduki hingga akhirnya ia berada di atasku, aku tidak merasakan apapun. Seolah Jungkook mengambil kendali tubuhku.
"Noona, bagimu aku apa?" suaranya yang berat berhasil menembus gendang telingaku, membuat kesadaranku pulih walau belum sepenuhnya.
"Hah, apa?"
"Bagimu, aku apa?"
"Umm-penyelamat?"
"Benarkah?" Jungkook tertawa kecil. Aku mengernyit, memangnya ada yang lucu?
"Kau ternyata polos sekali, ya?" Aku semakin tidak mengerti. Jungkook mendekatkan wajahnya hingga aku dapat merasakan hembusan napasnya di leherku.
"ngghh-Jung..."
"Kau salah noona. Aku bukan penyelamatmu."
"Aku-" Jungkook sengaja menghembuskan napasnya di telingaku. "Aku adalah-"
Jungkook membelai rambutku, menyatukannya dalam satu genggaman lalu mencengkramnya. Aku meringis, rasanya sangat sakit. "Akk-ss...sakit!"
Jungkook menyeringai. Auranya langsung berubah dalam segejap, bahkan aku dapat dengan jelas melihat matanya yang berubah menjadi warna merah. Kukunya memanjang, bahkan sesuatu seperti ekor terlihat bergerak-gerak di belakang tubuhnya. Aku menjerit tapi Jungkook langsung membungkam mulutku dengan bibirnya. Menciumku dengan ganas seolah aku adalah mangsanya.
"CUT!"
"Oke, sudah cukup untuk hari ini! kerja bagus semuanya!"
Seluruh staff langsung bersorak karena jadwal syuting kali ini lebih cepat selesai dari biasanya. Sementara Jungkook membenarkan posisinya menjadi duduk, ia menghela napas sembari mengusap bibirnya yang terasa sangat lembab.
"Kau bernafsu sekali ya saat menciumku tadi." Sana mengkancingkan kemeja putihnya, lalu duduk di samping Jungkook.
"Aku hanya mencoba menjadi profesional," balas Jungkook.
Ia menatap Sana. "Kau juga sepertinya sangat menikmati sekali saat ku cium," lanjutnya. Pipi Sana memerah.
"Kau sudah gila, ya? Justru aku kesakitan karena kau beberapa kali menggigit bibirku! Lihat! Bibirku sampai bengkak seperti ini!" Sana menunjukan bibirnya yang memang jadi agak bervolume dari biasanya, bahkan Jungkook dapat melihat ada sedikit darah di ujung bibir merah itu.
"Dan lagi, di skrip tidak ada adegan meremas dada atau semacamnya! Kau jangan berbuat seenakmu!" Sana terus saja mengoceh. Ia bangkit dan pergi untuk mengambil tasnya yang ia sampirkan di ujung ruangan.
Sementara Jungkook masih berada di tempatnya. Matanya terus saja mengikuti kemana perginya Sana tanpa jeda. Ia jadi ingat saat dirinya memohon pada PD-nim supaya membiarkannya membintangi film yang seharusnya di perankan oleh Taehyung ini. Awalnya memang sulit tapi lama kelamaan, ia mulai terbiasa.
"Noona-ya."
Sana terdiam. Ia merasa aneh mendengar Jungkok memangilnya seperti itu-karena biasanya Jungkook langsung memanggil namanya saja walau memang umurnya jauh lebih tua daripada Jungkook. "Apa?"
"Noona-tatap aku."
"Apasih kau-" begitu berbalik, Sana langsung mendapati dada Jungkook ada di hadapannya. Sana mendongak hingga kedua mata mereka bertemu.
"Kau-kenapa menatapku seperti itu? syutingnya sudah selesai. A-ayo kita pulang." Entah kenapa, Sana mulai gugup.
"Noona, kalau aku benar-benar mencintaimu di dunia nyata bagaimana? Apa kau mau jadi pacarku?"
"Apa?! Kau ini bicara apa sih? kepalamu terbentur, ya?"
Jungkook meraih tangan Sana, meletakkannya di dada kirinya. "Masih tidak percaya?"
Sana membulatkan matanya saat merasakan detak jantung Jungkook yang bertalu dengan cepat. "Kau sakit? Ini-kenapa cepat sekali?"
"Kau bercanda? Aku jadi seperti ini karenamu." Jungkook merasa gemas dengan tingkah Sana yang sok polos. "Jadi bagaimana? Noona mau pacaran denganku atau tidak?!"
"Kenapa kau malah membentakku? aku sangat kaget tahu!"
"Oke oke, jadi? Noona mau kan pacaran denganku?" kali ini Jungkook bertanya dengan lebih lembut.
"Tidak mau."
"Apa?"
"Aku lebih suka lelaki yang dewasa seperti Taehyung! Yang perhatian dan tidak cepat merajuk sepertimu."
Jungkook melepaskan tangan Sana yang sejak tadi masih digenggamnya. "Lalu apa lagi? Lelaki seperti apa lagi yang kau suka?"
Mendadak, Sana merasa tak enak. Tapi egonya terus tak mau kalah. "Aku tidak suka lelaki yang banyak bicara, gampang marah apalagi manja sepertimu! Pokoknya aku-aku tak ma-mmpphhh."
Jungkook semakin menekan bibirnya pada bibir Sana membuat tubuh gadis itu pun perlahan mulai mundur hingga akhirnya punggungnya menyentuh tembok. Jungkook terus saja melumat bibir Sana, tak peduli jka gadis itu kini sudah hampir kehabisan napas. Sana terus memberontak hingga pada akhirnya, Jungkook melepaskan lumatannya tapi ia tak menjauhkan wajahnya, kening mereka masih menyatu, diiringi napas yang saling beradu.
Jungkook mengangkat tangannya, mengusap lelehan saliva dengan jarinya pada garis bibir Sana yang semakin membengkak itu dengan lembut. "Berhenti membicarakan lelaki lain. Aku cemburu," lirih Jungkook.
"Tapi aku serius tidak menyukaimu, Kook."
"Aku tak peduli, lama-lama kau juga akan suka padaku."
Sana mendelik. "Percaya diri sekali. Dimataku, Taehyung lebih-"
"Ssstt-" Jungkook menyentuh bibir Sana dengan jarinya. "Sudah kubilang, jangan bicarakan lelaki lain. Aku tak suka."
"Mem-"
"Mau kucium lagi? Harus berapa kali aku mengatakannya, hem?"
Sana menepis jari Jungkook di bibirnya. "Ya! Kenapa kau mengaturku?!"
"Karena kau hanya milikku, Noona!"
"Sejak kapan?!"
"Sejak kau menuliskan namaku di list MC sebuah acara. Aku tahu kalau noona yang merekomendasikan aku supaya dapat menjadi MC denganmu."
Kali ini, Sana yang diam. Ia tidak bisa mengelak karena perkataannya itu ada benarnya. Memang ia yang menulis nama Jungkook, tapi itu bukan berarti ia menyukainya!
"Noona tidak tahu saja kalau aku gugup setengah mati saat harus berada disuatu acara denganmu. Apalagi sekarang, saat kita membintangi film bersama. Aku sudah tidak tahan menahan semua ini." Jungkook terus saja berbicara.
Jujur, belum pernah ada lelaki yang mengatakan hal seperti itu padanya. Dan dilihat berapa kalipun, sorot tulus di mata bulat itu memang nyata adanya.
"Jadi-bagaimana? Aku tidak akan ditolakkan?"
Sana kembali menatap Jungkook sambil berpikir. Bagaimana bisa bocah ini menjadi tergila-gila padanya? Padahal Sana sama sekali tidak menunjukan ketertarikan pada lelaki ini.
Tapi sekali lagi, Sana terbuai oleh sorot tulus nan menyejukkan itu.
"Noona? Kau mendengarku?"
Sana memijat pelipisnya. "Sudah malam. Lebih baik kita menginap disini saja, besok masih ada syuting, kan?"
"Tapi, bukannya disini kamarnya hanya ada satu?"
"Oh, jadi kau tidak mau? Yasudah, aku tidur sendiri saja."
"Ani! Tentu saja aku mau!" Jungkook langsung menggenggam tangan Sana. Sana tersenyum tipis.
Walaupun tidak ada kata 'Ya' atau 'oke' Jungkook tahu, kalau ajakan Sana itu sebagai lampu hijau, yang menandakan dirinya boleh memiliki gadis itu seutuhnya.
Ya, terkadang, cinta memang sesimpel itu.
Fin
Absurd banget ya :(
Berasa sampah :")
Efek kelamaan gk nulis jadinya writer block :")
Jangan nungguin aku up ya, soalnya suka lama (+php:)
See you💕😂
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro