🎼2! 3! |Tzukook|
Sebelum baca, play dulu mulmed nya terus sapa dulu nih mereka 💜 golden maknaenya bangtwice💛
Jungkook × Tzuyu
🎶
“Before spring comes. Before it gets warm, shall we meet?”
“Before the day comes. When everyone else is asleep, let’s meet.”
🎶
Ini sudah yang kesekian kalinya selama seminggu ini Jung Kook terbangun di tengah malam.
Dengan alasan yang sama. Dengan perasaan yang sama.
Disaat seperti ini, biasanya ia akan beranjak ke kamar mandi, atau menyalakan musik dengan volume keras supaya ia tidak bisa mendengar apapun lagi selain suara dari musik rock-nya.
Namun kali ini, pemuda itu menyerah. Suara tangisan itu semakin menggelegar saja, membuat Jung Kook hanya bisa mendesah frustasi dan menggerutu.
Sampai kapan ia harus mendengar jerit tangis menyakitkan itu?
Tidak, ia tidak membenci gadis sebelah yang sedang menangis itu. Ia justru membenci dirinya sendiri yang selalu merasakan perasaan seperti ini.
Rasa cemas, khawatir dan—yang paling parah—rasa ingin memeluk gadis itu dengan erat supaya tangisnya mereda.
Menyentak selimut dengan kasar, pun akhirnya Jung Kook beranjak menuju kamar mandi.
Ia sepertinya harus segera menjernihkan pikirannya sebelum benar-benar melayangkan tinju pada pacar Tzuyu karena telah membuat gadis itu menangis.
Begitu suara tangis itu kembali terdengar, Jung Kook menggerutu sendiri.
“Sudah kubilang padanya untuk tidak menjalin hubungan dengan laki-laki. Semua laki-laki itu sama saja. Brengsek.”
Padahal dirinya sendiri juga laki-laki.
🎶
Rasanya masih terlalu dini bagi matahari untuk menampakan dirinya tapi kini, pemuda itu telah berpakaian rapi dengan setelan kaos dan celana training putihnya di depan rumahnya.
Ia menelepon Chou Tzuyu dengan panggilan gratis—yang sebenarnya dibebankan pada kuota internet—pada pukul 02.45 KST.
Masa bodoh dengan harga diri. Mendengar gadis itu menangis setiap malam rasanya lebih menyiksa.
“Halo, Jung Kook?” belum sampai mendengar nada sambung dengan jelas, suara sang sahabat telah menyapa.
“Cepat keluar, aku akan menunjukan sesuatu padamu.” Rentetan kalimat itu keluar begitu saja di mulut Jung Kook.
“Sekarang? Aku masih mengantuk.”
“Jangan berbohong. Aku tahu kau tidak tidur.”
“Oh—kau mendengarnya?”
“Tentu saja! Cepat ganti baju, aku sudah menunggu diluar.”
Dan panggilanpun terputus.
Tzuyu tidak yakin kalau ucapan Jung Kook itu benar, pasalnya ia tahu betul tabiat Jung Kook yang hobi sekali menjahilinya. Makanya ia langsung beranjak menuju jendela lalu membuka gordennya, memastikan apakah Jung Kook sudah benar-benar ada di luar sana atau hanya candaan saja.
Di luar sana masih terlihat sangat gelap, namun remang-remang ia dapat melihat Jung Kook sedang berdiri di depan rumahnya sambil menendang-nendang batu krikil. Sepertinya pemuda itu kali ini serius mengajaknya pergi. Tapi—kenapa harus pagi buta?
Tzuyu akhirnya bergegas ke kamar mandi untuk menghapus jejak air mata yang tercetak jelas di wajah putihnya, juga mengganti bajunya dengan pakaian olahraga.
Ia akhirnya keluar, usai meninggalkan sebuah catatan untuk orangtuanya.
“Hei! Seharusnya kau tidak membuat pemuda tampan sepertiku menunggu lama!” Anggap saja itu sebagai sapaan terhangat Jeon Jung Kook untuknya hari ini. Ia sudah—sangat—terbiasa dengan mulut pedasnya.
Tzuyu menutup pintu rumah dengan malas sambil memutar bola mata. “Makanya, cepat cari pacar sana! Supaya kau mengerti kalau kami—para wanita—perlu waktu lebih untuk bersiap,” balas Tzuyu tidak kalah sarkas.
Jung Kook malah terkekeh mendengarnya. “Justru itu, orang yang aku sukai malah menjadi pacar sahabatku.”
Tzuyu melirik Jung Kook dengan bingung. “Memangnya siapa yang kau suka?”
“Kau—“
“Apa?!”
“—Kau tidak akan tahu!” balas Jungkook cepat. Beruntung, gadis itu hanya mengangguk-ngangguk kecil dan tidak kembali mengungkit hal itu.
Bisa gila jika Jung Kook, menyatakan perasaannya disaat seperti ini, rasanya sangat tidak etis.
“Mau kemana kita?” tanya Tzuyu setelah beberapa menit mereka hanya berjalan pelan.
Jung Kook tersenyum jahil. “Rahasia.”
Pun tangannya langsung terulur untuk menggenggam tangan sahabatnya supaya ikut kemana arahnya berlari. Tidak ada penolakan.
Sudah dua puluh menit keduanya berlari tanpa tahu arah dengan kedua tangan yang semakin erat bertaut. Salah satunya tersenyum bahagia, sedang yang satunya lagi berwajah masam karena Jungkook tidak menjawab apapun pertanyaan Tzuyu selama mereka berlari subuh.
Aksi berlari sambil diam itu akhirnya terhenti saat Jung Kook memutuskan duduk di bangku dekat air mancur, yang diapit oleh dua lampu taman yang redup. Sebuah taman kecil yang tidak diketahui oleh Tzuyu.“Jadi—ini tempatnya?” tanya Tzuyu setelah beberapa saat.
“Apa kau lelah?” Jung Kook malah mengabaikan pertanyaan Tzuyu dengan melontarkan pertanyaan lain.
Tzuyu menggeleng, mereka memang sudah terbiasa lari seperti ini. hanya saja yang berbeda adalah waktunya.
“Maksudku lelah dalam artian lain. Kau mengerti maksudku, kan? Kau bisa bercerita padaku.”
Tzuyu terdiam. Gadis itu menunduk, menatap pada sepatu mereka yang saling berdekatan.
Sudah lama ia memendam ini sebenarnya. Bukannya tidak mau cerita, tapi lebih kepada menjaga perasaannya supaya tidak terluka. Karena terkadang, menceritakan hal menyakitkan hanya akan membuatnya kembali membuka luka lama.
Namun kali ini ia sudah tidak tahan. Pertahanannya telah runtuh dan tak terkendali.
“Ya—Jung Kook-ah. Kau pasti mendengar suara tangisku setiap malam, kan?”
Jung Kook tidak menjawab, ia hanya mengangguk pelan sembari mengusap tangan sahabatnya itu. Memberi kekuatan.
“Dia—ini semua karena dia.”
“Apa yang dilakukan Jae Hyun padamu?”
“Jangan sebut namanya!”
“Okey! Memangnya dia kenapa?”
“Dia—memutuskanku.” Tzuyu menunduk, menjeda sekejap untuk menarik napas dan meyakinkan diri, kalau dengan bercerita pada Jung Kook maka semuanya akan baik-baik saja.
“Dia bilang hanya main-main. Se-setelah semua yang kuberikan padanya, dia cuma main-main, Jung! Aku hanya mainan!”
Jung Kook terdiam. Rasa ingin mengumpatnya semakin memuncak saja begitu kembali mendengar isak tangis Tzuyu. Tapi ia lebih memilih untuk tidak mengabsen kata-kata kotor dan nama hewan yang ada dalam benaknya hanya untuk menjaga kestabilan emosi Tzuyu.
“Lalu bagaimana? Lepaskan semuanya. Aku akan mendengarkan.” Air mata tidak berhenti mengalir deras dari kedua mata Tzuyu. “Dia—pokoknya aku sangat membencinya! Dia selalu muncul Jung! Dia membuatku sulit untuk tidur, rasanya ingin menghilang saja.”
Jung Kook melepaskan tautan tangan keduanya, kemudian merengkuh tubuh Tzuyu yang bergetar. Pemuda itu memeluk dengan begitu hangat, pelukan terhangat yang pernah Tzuyu dapatkan setelah pelukan ayahnya yang telah meninggalkannya.
Berulang kali gadis itu mendengar bisikan “Tidak apa-apa” Dari bibir Jung Kook yang ajaibnya perlahan membawa ketenangan bagi jiwanya.
“Aku benci dia, Jung. Dia brengsek.” Seiring Tzuyu memaki, air matanya semakin deras mengalir. Jung Kook paham benar jika ujaran sahabatnya ini hanya sebuah alibi untuk menutupi betapa cinta dirinya pada sang mantan pacar. Dan semakin ia mengerti, semakin tersayat hatinya.
“Ssst. Sudah—tak apa, kau bisa mendapatkan yang lebih baik darinya.” Jung Kook mengusap pungung gadis itu. “Kau harusnya bersyukur karena itu artinya Tuhan masih menyayangimu karena membukakan keburukan dia selama ini supaya kau sadar, kau terlalu baik untuknya.”
“Ta—tapi….”
“Biar kutebak, kau masih mencintainya?”
“Bodoh memang, tapi—iya! Aku masih mencintainya!” Tzuyu membiarkan air matanya kembali terbuang lalu menghapusnya kasar.
Jung Kook tidak menampik kalau saat ini ia ingin segera meninju wajah Jae Hyun hingga tak berbentuk, tapi ia terlalu naif. Terlalu sadar kalau dirinya hanya sebatas ‘sahabat’Tzuyu.
Jung Kook lalu menatap langit yang masih terlihat gelap berhias beberapa titik bintang yang masih terlihat. Tangannya lantas menepuk bahu gadis di sebelahnya, yang ditanggapi Tzuyu dengan menyandarkan kepala di bahu pemuda itu.
Kedua sudut bibirnya terangkat begitu manis saat menatap objek yang sama dengan si pemuda.
“It’s okay, now count one, two, three and forget it. Erase all sad memories~”
Tzuyu sontak menatap Jung Kook yang tiba-tiba menyanyikan bagian refrain dari versi bahasa inggris salah satu lagu kesukaan mereka.
Mereka sudah berteman sejak bayi, tapi Tzuyu baru tahu kalau suara Jung Kook seindah ini. Malah suaranya sangat mirip dengan vocalist utama boy grup pemilik lagu ini.
Tzuyu yang telah mengetahui liriknya ikut bersenandung. “Just hold my hand and smile.”
“It’s okay, now count one, two, three and forget it. Erase all sad memories … smile holding onto each others hands.”
Jung Kook mengalihkan tatapan hangatnya pada sang sahabat, menyanyikan lagu itu seakan lagu itu adalah lagunya sendiri. “Still hope there will be good days. If you believe me one, two, three. If you believe me one, two, three῀”
Jung Kook menyudahi lagunya dengan senyuman lebar. menampilkan gigi kelincinya yang terlihat sangat menggemaskan.
“Kenapa aku tidak jatuh cinta padamu saja, ya? sepertinya kita akan menjadi couple paling romantis yang pernah ada jika hal itu terjadi.”
Jung Kook terdiam—agak membeku—tapi semuanya sirna saat Tzuyu mengakhiri ucapan frontalnya dengan tawa yang menjengkelkan.
Astaga, rasanya ia ingin melenyapkan gadis itu sekarang juga.
Tapi itu hanya sesaat, karena setelahnya kedua ujung bibirnya pun terangkat, membuat sebuah lengkungan yang manis sembari terus menatap raut bahagia sahabatnya. Ya, setidaknya pengorbanannya tidak sia-sia karena dengan tawa gadis itu saja sudah dapat membayar semua luka Jung Kook.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau mangajak ku keluar saat pagi buta? Kau sebegitu terganggunya ya karena suara tangisku?” Tzuyu kembali mengalihkan percakapan.
Tanpa ragu-ragu, Jung Kook mengangguk. “Suara tangismu sangat jelek sekali membuatku yang sedang tidur nyenyak saja sakit perut.”
“Ya! Kau ingin mati?!”
Jung Kook kembali tergelak, rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat raut galak sahabatnya ini.
“Kau tahu, dini hari adalah waktu terbaik dalam sehari. Ketika banyak orang masih tertidur di jam ini, Tuhan memberikan rahmatnya dengan menerbitkan matahari sebagai awal dari kembalinya kehidupan. Dan aku lebih suka dini hari daripada senja.” Gadis yang sedang memperhatikan secercah cahaya yang perlahan keluar di ufuk timur itu kembali menoleh ke arahnya. “Kenapa?”
Pemuda setinggi 178 cm itu memandang manik ingin tahu Min Joo. “Bayangkan saja aku mengajakmu keluar saat senja. Bukannya seharian nanti kau pasti masih menangis?”
Yang diajak bicara merasa tersindir, namun ia tidak menimpali dengan kalimat apapun sebab yang dikatakan Jeon Jung Kook memang ada benarnya.
“Dini hari itu adalah waktu yang paling baik dalam sehari—menurutku. Keu bisa memperbaiki dirimu untuk hari ini dan bisa juga membuat pilihan, mau bagaimana kau hari ini,” Jung Kook melanjutkan.
Gadis itu hanya mampu membenarkan ucapan tersebut. Ia semppat heran dengan ucapan bijak pemuda itu tapi di dalam hatinya, ia bersyukur pada Tuhan karena telah memberikan sahabat sebaik Jung Kook untuknya. Meski terkadang ia juga ingin menghabisi pemuda itu.
“Lain kali, kalau ada masalah, kau bisa cerita padaku. Aku bisa kok menjadi mood booster-mu.” Jung Kook memamerkan cengiran khasnya. “Dan ya, aku juga dilengkapi bahu yang bagus untuk bersandar dan tangan yang hangat, butuh apa lagi?”
Sebauh pukulan keras diterima oleh Jung Kook di bahu kanannya.
Keduanya kemudian tertawa, bersamaan dengan terbangunnya sang surya dari tidur pulasnya semalaman.
Tawa keduanya terdengar indah, terlalu alami bahkan untuk menyadari bahwa Jeon Jung Kook menyelipkan luka di setiap tawanya.
Manusia memang unik. Faktanya, orang yang mencoba membuat semua orang tertawa sebenarnya adalah yang paling tertekan.
Begitu pula dengan orang yang mencoba membuat orang lain bahagia, biasanya malah yang paling sering merasa kesepian.
Jangan lupakan tentang orang yang bisa memberi nasihat terbaik, mereka adalah yang memiliki paling banyak masalah.
Dan dari semua itu, Jeon Jung Kook adalah bentuk nyatanya.
Fin
Fyi cerita ini udh aku tulis sejak lama buat even sekolah, cuma namanya aku ganti :") wkwk
Anyway, thanks for 1k Votenya💕 (jauh banget sih sama Viewnya tapi gpp aku tetep seneng :)
See ya💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro