Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BANAFSHA | CHAPTER 12

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Sejatinya memang bukan janji yang harus digembor-gemborkan seorang lelaki, hanya cukup dengan bukti."

💍🤲💍

"KEDATANGAN Nak Ghazwan kemari hendak meminang putri kami, begitu?"

Pemuda itu mengangguk mantap. "Itu pun jika berkenan dan diizinkan. Terkait jawaban, saya pasrahkan sepenuhnya pada Putri Bapak dan Ibu."

Damar manggut-manggut, dia melirik arlojinya sejenak lalu berucap, "Kebetulan sudah masuk waktu isya, bisa imami kami salat? Saya sedang tidak enak tenggorokan."

"Insyaallah bisa, Pak."

Mereka bergegas menuju mushalla. Ghazwan berdiri dengan tegak menghadap kiblat, dan dengan lantangnya suara takbir terlantun dari sela bibir.

Tak dapat dipungkiri rasa gugup menghinggapi, karena sebab itulah ucapan basmalah-nya terdengar tidak stabil dan sedikit meliuk. Namun, tak berlangsung lama kala dia bisa berusaha untuk mengatur fokus agar mendapat kekhusyukan.

Ghazwan mengembuskan napas lega kala berhasil mengucap kalimat salam. Dia tak langsung memutar tubuh, sejenak berdoa dan berpasrah pada Sang Pencipta. Setelahnya, barulah dia menyalami punggung tangan Damar dengan sedikit ragu.

"Sudah lama mengenal putri saya?" tanyanya.

Mereka masih berada di mushalla, duduk bersila dan saling berhadapan. Mala—istri Damar—yang sedari tadi menyimak sudah lebih dulu pamit undur diri setelah selesai menunaikan salat.

"Belum begitu lama, Pak."

"Lantas apa yang membuat Nak Ghazwan mantap melayangkan pinangan pada putri saya?"

Ghazwan sedikit mengulas senyum. "Karena saya ingin mengenal lebih dekat sesuai tuntunan syariat, ndak bermaksud untuk mengajak maksiat, itulah mengapa saya mengajak putri bapak untuk berakad."

"Apa Nak Ghazwan tahu, kenapa diminta untuk mendatangi saya?"

Ghazwan menggeleng lemah. "Saya kurang begitu tahu, tapi mungkin ini salah satu ikhtiar putri bapak untuk menilai kelayakan dalam diri saya."

Damar manggut-manggut. "Kurang begitu tahu? Lantas kenapa, Nak Ghazwan mau?"

"Ya karena ini juga salah satu ikhtiar saya untuk mendapatkan restu."

"Maaf sebelumnya, apa sudah ada pembicaraan terkait hal ini dengan orang tua Nak Ghazwan?"

"Kalau untuk itu belum, Pak karena kebetulan ibu saya tinggal di Solo. Jadi, mungkin setelah saya mendapat kepastian dari Bapak dan keluarga, barulah saya akan menghubungi Ibu di kampung."

"Apa ada kriteria khusus yang Nak Ghazwan inginkan terkait calon pasangan?"

Ghazwan mengangguk singkat. "Ada, Pak."

"Boleh tahu yang seperti apa?"

"Perempuan dinikahi karena empat perkara yang pertama karena parasnya, hartanya, keturunannya, dan yang terakhir karena agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya niscaya kamu akan beruntung. Dan saya ingin menjadi salah satu pria beruntung tersebut, karena mendapat pendamping yang baik agamanya."

"Apa masih ada yang lain?"

"Saya rasa ndak ada, Pak. Terlalu maruk dan serakah kalau saya meminta lebih, saya tahu akan kapasitas diri saya sendiri. Masih jauh dari kata layak."

Damar mengangguk paham. "Nggak ingin emangnya punya istri yang pandai masak dan berbenah rumah? Biasanya itu jadi syarat utama sebelum memutuskan untuk menikah."

Ghazwan terkekeh kecil. "Saya ingin menyederhanakan pola pikir, ndak mau terlalu mamatok. Lagi pula apa yang telah Bapak sebutkan tadi bukanlah sesuatu yang wajib. Justru itu adalah keahlian basic yang seharusnya bisa juga dilakukan oleh kaum adam."

"Mungkin sekarang Nak Ghazwan bisa berkata seperti itu, apa pada praktiknya akan demikian juga?"

"Insyaallah saya akan mengusahakan untuk komit dengan apa yang sudah saya tuturkan."

"Nak Ghazwan punya kriteria, begitu pula dengan putri saya---"

"Kalau boleh tahu yang seperti apa?" Terlalu bersemangat, Ghazwan sampai tidak sadar sudah menyela perkataan Damar.

Damar tertawa kecil. "Segitu penasarannya, kah?"

"Mohon maaf kalau saya sedikit lancang dan ndak sopan."

Damar mengangguk kecil. "Putri saya mendambakan keluarga yang penuh dengan kehangatan, cinta dan kasih sayang dengan didasari kokohnya iman. Tentu saja untuk merealisasikannya, putri saya tidak bisa asal pilih, kan?"

Ghazwan mengangguk setuju.

"Point terpenting adalah pria yang takut pada Allah. Kenapa? Karena zaman sekarang, sudah sangat langka menemukan manusia seperti itu. Kalau manusia sudah takut pada Sang Pencipta, dia pasti akan menjaga dengan baik amanah yang telah dititipkan padanya, dalam hal ini istri. Sampai sini paham?"

Ghazwan pun mengangguk pelan.

"Kedua ialah bertanggung jawab, dalam menjalani peran sebagai suami sekaligus pemimpin tentu saja ini jadi hal yang paling mendasar. Bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan juga bertanggung jawab atas anak serta istri. Bukan hanya perihal hak saja yang diprioritaskan, tapi juga ihwal kewajiban yang harus dipenuhi dengan sangat baik."

"Dan yang terakhir adalah pria yang tahu caranya menghargai wanita. Bukan berarti Nak Ghazwan diperbudak oleh putri saya, melainkan Nak Ghazwan harus tahu bahwasannya putri saya ini sudah susah payah dibesarkan hingga tumbuh jadi perempuan dewasa seperti yang Nak Ghazwan kenal sekarang. Saya tidak ingin mendengar, putri saya disia-siakan, disakiti hati dan perasaannya baik secara fisik maupun mental."

"Saya tidak ingin mendengar janji apa pun dari mulut Nak Ghazwan. Jika mampu maka tunaikan, jika pun tidak, silakan mundur dari sekarang."

Dengan mantap Ghazwan memandang Damar. "Insyaallah saya akan mengusahakan yang terbaik, Pak."

"Baik, kalau gitu mari ikut saya. Temui putri saya secara langsung, dan tanyakan pada dia terkait kesediannya."

Ghazwan hanya bisa mengangguk pasrah. Seketika itu juga jantungnya berdetak di luar batas wajar. Dia berusaha untuk menenangkan diri, beristigfar sebanyak mungkin untuk menguatkan hati agar bisa lebih tenang dan tetap stay cool. Jangan sampai dia ceroboh dan mempermalukan dirinya sendiri.

Kedua tungkai Ghazwan terpaku di tempatnya kala mata dia mendapati seorang wanita, yang juga tengah menatapnya dengan pandangan bingung sekaligus shock. Keduanya diam seribu bahasa, sampai akhirnya Ghazwan lebih dulu memutus kontak mata di antara keduanya.

"Putri saya yang Nak Ghazwan maksud ini, kan. Anjani Leksmana."

Saat itu juga Ghazwan menolehkan kepala, dia meneguk ludah dengan susah payah. "Sepertinya ada yang keliru. Saya rasa, alamat yang saya terima palsu."

"Palsu bagaimana maksud Nak Ghazwan?"

"Kedatangan saya kemari hendak meminang putri bapak yang bernama Raiqa, bukan Mbak Anjani," ralatnya.

"Raiqa?"

Ghazwan mengangguk mantap.

"Bukan Anjani? Ini putri saya lho, Nak Ghazwan."

Untuk kali ini dengan tegas Ghazwan menggeleng.

"Jadi, Mas Ghazwan dikasih alamat palsu nih ceritanya?" cetus Anjani dengan disertai tarikan di salah satu sudut bibir.

"Sepertinya begitu, tapi kenapa bisa sampai nyasar ke rumah, Mbak?"

Anjani mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Ya mana saya tahu, mungkin itu tandanya kita yang berjodoh, Mas."

Seketika itu juga Ghazwan langsung terbatuk-batuk.

"Lolos seleksi atau perlu dieliminasi, Pa?" tanya Anjani tanpa ragu.

"Kalau Papa sih, yes nggak tahu yang lain."

Anjani tertawa tanpa dosa, mengesampingkan raut wajah Ghazwan yang terlihat sangat bingung. Ada banyak pertanyaan dalam benak lelaki itu.

"Sebelum saya menjawab pinangan, Mas, saya ingin mengungkapkan sebuah fakta yang mungkin bisa membuat keyakinan Mas runtuh," ujar Raiqa tiba-tiba muncul di balik tembok dan berdiri bersisian bersama Anjani.

"Apa itu?"

💍 BERSAMBUNG 💍

Padalarang, 06 Januari 2024

Kira-kira ada fakta apa yang hendak diungkap Raiqa? 🤔😜

Kalau ada typo tolong diingatkan ya, ini sistem kebut sejam soalnya. 😂

Mau dilanjoott?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro