Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BANAFSHA | CHAPTER 11

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Tak usah terlalu tergesa-gesa, nikmati saja dulu setiap prosesnya."

💍🤲💍

RAIQA tertangkap basah tengah melamun, dan dengan usilnya Anjani pun berteriak heboh hingga membuat sang sahabat celingak-celinguk bak orang linglung. Sang dalang justru tertawa terpingkal-pingkal, lain hal dengan Raiqa yang kini sudah memasang wajah masam.

"Asli, An bercanda kamu nggak lucu banget!"

"Ya, habis kamu ini masih pagi juga udah bengong kek ayam mau dipotong. Kenapa sih?"

"Apanya yang kenapa?"

"Ya, kamulah kenapa, malah balik nanya ke aku lagi. Sehat?"

Raiqa menjauhkan tangan Anjani yang tak sopan bertengger apik di keningnya. "Alhamdulillah sehat wal afiat aku."

"Ya terus kenapa bengong mulu?"

"Nggak kenapa-kenapa, pengin aja."

Anjani memutar bola mata jengah. "Tuhh, kan, sekarang gitu main rahasia-rahasiaan sama aku!"

"Sebenarnya ada sesuatu yang mau aku omongin sama kamu, An," katanya sedikit ragu.

"Apa?"

Raiqa menarik napas panjang lantas mengembuskannya secara perlahan. "Aku ketemu ikhwan yang siap nikah, nggak begitu kenal emang. Tapi aku mau mencoba untuk lebih mengenalnya."

Mata Anjani membulat sempurna. "Siapa?"

Sebelum menjawab, Raiqa memilih untuk berdiri sejenak, lalu memasukan salah satu tangannya ke dalam saku abaya. "Kamu tahu kok orangnya. Cuma yang jadi permasalahannya adalah aku nggak punya wali yang bisa menyeleksi dia, apakah langkah aku ini benar atau salah."

"Terus apa yang harus aku bantu, hm?"

"Aku menuliskan alamat rumah kamu, meminta dia datang untuk menemui orang tua kamu. Nggak papa, kan kalau orang tua kamu jadi wali aku? Tapi nggak dalam arti yang sebenarnya, sebatas bantu aku untuk melihat. Apakah dia layak atau nggak buat jadi suami aku."

"Kapan kamu kasih alamatnya?"

"Kemarin."

"Terus kapan dia datangnya?"

"Nggak tahu."

"Lha, gimana sih ini konsepnya kok nggak tahu. Kamu ya emang aneh-aneh aja kelakuannya!"

"Ya habisnya aku bingung, dia tiba-tiba menawarkan pinangan padahal menurut aku situasinya kurang tepat. Aku buntu, bingung harus jawab apa, ya udah aku kasih alamat orang tua kamu aja. Lagian, nggak mungkin juga kok dia datang secepat kilat untuk menemui orang tua kamu," jelasnya.

"Seyakin itu?"

"Nggak juga sih."

Anjani pun berdecak sebal. "Aku harus ngabarin Mama sama Papa dulu, takutnya mereka salah paham lagi, dan menduga kalau laki-laki yang datang ke rumah hendak meminang anaknya. Kan, berabe kalau sampai hal itu terjadi."

"Iya maka dari itu, kasih kabar ke orang tua kamu ya, An. Aku agak sungkan untuk ngomong langsung, meskipun aku tahu orang tua kamu, kan baik dan ramahnya tak tertolong ya."

"Ya, iyalah orang kamu udah dianggap anak sendiri juga sama mereka," sahut Anjani.

"Nah iya maka dari itu aku pilih mereka sebagai wali pengganti. Makasih banyak ya, An, maaf aku selalu ngerepotin kamu."

Anjani pun mengangguk kecil. "Iya, tapi jangan keseringan aja ngerepotinnya ya."

"Perhitungannya mulai kumat ini!"

"Bercanda, Ray, bercanda."

Raiqa hanya manggut-manggut.

"Btw, siapa cowok yang kamu maksud?"

"Nanti kalau udah pasti aku kasih tahu," jawabnya.

Anjani berdecak kesal. "Nggak asik banget sih, Ray!"

"Ya, sudah kalau gitu tinggal diasikin aja, sih."

"Oh, ya aku sampai lupa follow up ke kamu, terkait renovasi dan pembangunan RA sudah 80%, mungkin tinggal finishing dan ngisi barang-barang aja kayaknya. Kamu nggak lupa, kan soal kantin yang kita bahas tiga hari lalu?"

"Masih inget, lha, An. Jadi, kapan nih RA akan benar-benar diresmikan. Mau gimana pun kalau habis bangun sesuatu, baiknya diadakan syukuran. Supaya berkah dan barokah."

"Kalau untuk itu aku kurang tahu, belum dikoordinasikan lagi sama pengurus RA, dan aku rasa juga mereka nggak akan sih ngadain acara-acara semacam itu. Paling ni ya, doa bersama bareng anak murid dan para orang tua. Kamu kayak nggak tahu aja, RA itu berkonsep minimalis dengan fasilitas serba gratis. Mereka akan hemat budget banget pasti," terang Anjani menduga-duga.

"Bener juga sih apa yang kamu bilang, tapi menurut aku peresmian itu penting untuk memperkenalkan Raudhatul Athfal Qur'an Imad Din pada khalayak ramai, agar lebih banyak dikenal orang. Terlebih lagi, sarana dan prasarana yang sekarang jauh lebih layak dari sebelumnya. Untuk SDM juga, kan sudah ditambah supaya mereka nggak keteteran."

Anjani mengangguk setuju. "Mereka itu nggak fokus ke kuantitas sih, lebih ke kualitas. Dari yang aku lihat, meksipun muridnya hanya sekitar 30an, tapi mereka benar-benar all out dalam proses belajar mengajar."

"Serius hanya 30 anak?"

"Ya sekitar segitu, lha, Ray. Kalau aku nggak salah ingat, di sesi pertama itu ada sekitar 20 anak, nah sesi kedua mungkin ada kali 15 anak. Kurang lebih emang di angka 30an. Tapi aku rasa itu jauh lebih baik, karena bisa menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, dibandingkan banyak menampung murid, tapi nggak ke-manage dengan baik."

"Kenapa harus dibagi dua sesi?"

"Ya, karena keterbatasan tempat dan juga tenaga pengajar. Kamu bayangin aja deh, RA itu hanya dikelola oleh dua laki-laki yang harus saling bertukar peran serta double job, mana nggak dibayar pula. Mereka pasti keteteran, jadi pembagian sesi belajar mengajar memang sangat diperlukan."

"Kira-kira apalagi yang saat ini tengah mereka perlukan? Kita bisa kembali alirkan donasi untuk RA itu lagi."

"Untuk sekarang kayaknya cukup dulu deh, Ray. Kamu udah keluar banyak uang untuk renovasi dan pembangunan RA. Kita keep dulu ya, lebih baik donasi sesuai keperluan. Aku udah kasih tahu mereka kok, kalau emang butuh suntikan dana mereka bisa langsung ajukan proposal ke kita."

"Kenapa harus pakai proposal lagi, An? Ribet tahu" sela Raiqa kurang setuju.

"Supaya semuanya jelas, Ray. Meskipun donasi yang kamu keluarkan berasa dari tabungan pribadi, tapi perhitungannya harus jelas dan terperinci. Aku nggak mau ada kesalahpahaman di antara kita, apalagi terkait uang. Aku harus punya pegangan dan catatan sebagai bukti, uang itu larinya ke mana aja. Kamu tahu, kan kalau menyangkut masalah kayak gini emang agak sensitif."

"Kamu nggak perlu sampai sedetail itu, An. Meskipun ATM dan buku tabungan aku ada di tangan kamu tapi ya udah. Aku nggak ada masalah sama sekali. Kamu udah pusing soal kerjaan, masa harus aku buat ribet juga soal donasi yang sebetulnya bukan tanggung jawab kamu."

Anjani menggeleng pelan. "Ini, kan udah jadi komitmen aku buat bantu kamu. Kalau aku biarin kamu handle soal donasi sendirian, aku yakin kamu akan lebih sering kena tipu. Kamu itu orangnya gampang percaya dan mudah iba, apa-apa langsung dikasih tanpa cross chek terlebih dahulu. Gini ya, Ray, uang itu kamu dapat dengan usaha dan kerja keras. Jangan sampai disalahgunakan sama oknum yang hanya mau memanfaatkan kebaikan dan kepolosan kamu aja."

"Itu sudah bukan jadi tanggung jawab aku, urusan mereka sama Allah. Bisa jadi mereka melakukan hal tercela kayak gitu, ya karena memang mereka butuh. Ya dipikir pake logika aja, orang nggak mungkin berbuat nekad kalau nggak kepepet. Bener, kan?"

"Tuhh, kan emang dasarnya kamu itu nggak punya pikiran negatif. Lurus banget sih itu otak, buruk sangka itu kadang diperlukan, Ray. Jangan terlalu polos, lha, nanti kamu dimanfaatin orang lain terus," protes Anjani tak sepaham.

"Nggak papa, itu artinya hidup aku bermanfaat bagi orang lain. Lagian, kita juga sama Allah suka kayak gitu, datang kalau pas lagi butuh doang. Konteksnya sama aja, kan kayak manfaatin juga?"

"Ish, malah jadi aku yang kena ceramah. Ini gimana sih konsepnya!"

💍 BERSAMBUNG 💍

Padalarang, 05 Januari 2024

Huft, setengah jalan juga belum udah ngos-ngosan aja nih🤣 ... Yakin nggak yakin ini naskah harus kelar, semoga bisa ya. 😂😌

Mau dilanjoott

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro